Jakarta (Antarasumsel.com) - Institusi Kepolisian diminta untuk mengevaluasi standar keamanan aparatnya pasca peristiwa penusukan yang dialami dua personel Brimob di Masjid Falatehan Blok M pada Jumat (30/6) malam, kata anggota Komisi III DPR Arsul Sani.
"Pimpinan Polri tentu perlu mengevaluasi kembali standar keamanan bagi aparatnya sendiri terutama ketika bertugas atau berada di ruang publik," kata Arsul di Jakarta, Senin.
Dia mencontohkan hal yang paling sederhana, ketika ada anggota-anggota Polri sedang melakukan ibadah maka harus ada sebagian anggota lain tetap berjaga lalu kemudian bergantian.
Menurut politisi PPP itu, kejadian penusukan dua anggota Brimob tersebut menunjukkan bahwa standar keamanan yang diberikan kepada aparat Kepolisian belum cukup.
"Melihat perkembangan aksi terorisme maka SOP itu bisa jadi tidak memberikan cukup perlindungan kepada aparat Polri sendiri," ujarnya.
Selain itu Arsul menilai kejadian penusukan anggota Brimob itu menunjukkan bahwa aksi terorisme tidak lagi sekadar menimbulkan ketakutan kepada masyarakat umum.
Namun, menurut dia, sudah pada tahap yang lebih tinggi yaitu "perang" terhadap aparat Kepolisian sehingga harus ditingkatkan kewaspadaan dan perbaikan prosedur keamanan.
Dia menjelaskan di sisi lain kelompok terorisme akan ikut memainkan emosionalitas masyarakat yaitu kelompok masyarakat tertentu yang kebetulan memiliki sentimen negatif terhadap Polri.
"Hal itu terkait pilihan-pilihan proses hukum yang dijalankan dalam kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat," katanya.
Sebelumnya, dua anggota Brimob, yakni AKP Dede Suhatmi dan Briptu M. Syaiful Bahtiar menjadi korban penikaman orang tak dikenal di Mesjid Falatehan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat (30/6) malam.
Peristiwa itu terjadi usai pelaksanaan shalat Isya berjamaah di Masjid Falatehan pada Jumat malam sekitar pukul 19.40 WIB. Seorang tidak dikenal tiba-tiba menikam dua anggota Brimob tersebut yang posisi shalatnya tidak jauh dari pelaku, dengan menggunakan pisau sangkur.
Dalam perkembangannya diketahui pelaku bernama Mulyadi merupakan pedagang kosmetik di Pasar Roxy Bekasi selama satu tahun.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto mengemukakan, Mulyadi merupakan simpatisan organisasi teroris ISIS.
Menurut Rikwanto, Mulyadi terkooptasi paham radikal setelah ia mempelajari materi-materi yang ada di situs radikal.
"Dia juga ikut dalam sejumlah grup messenger yang bernuansa radikal," katanya.
Sementara dilihat dari keterangan saksi dan barang bukti yang ada, polisi menduga Mulyadi hanya merupakan simpatisan ISIS dan tidak bergabung dengan kelompok jaringan teror manapun yang ada di Indonesia.