Jakarta (Asumsel.com) - "Alhamdulillah semakin membaik," kata Taufik Baswedan, abang penyidik senior KPK Novel Baswedan, yang berada di Singapura menemani sang adik, kepada Antara lewat pesan singkat, hari ini.
Novel disiram air keras oleh dua pria tidak dikenal dekat rumahnya di Jalan Deposito, depan Masjid Al Ikhsan, RT 03/10, Kelapa Gading, Jakarta Utara, usai salat subuh Selasa 11 April lalu pukul 05.10 WIB.
Akibatnya, wajah Novel terluka dan bagian kelopak mata kirinya bengkak. Kedua pelalu melarikan diri.
Novel lalu dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading untuk kemudian dipindahkan ke Jakarta Eye Center (JEC) untuk dirawat intensif. Sehari kemudian dia diterbangkan ke salah satu rumah sakit di Singapura.
"Saat ini matanya masih bisa melihat walau belum bisa maksimal. Menurut dokter, setelah dua hari di sini baru ada kabar untuk tindakan yang akan diambil," ungkap Taufik.
Jadi, baru hari ini dokter akan memutuskan tindakan medis untuk mengobati Novel.
Menurut Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian jenis larutan air keras yang digunakan oleh pelaku adalah asam sulfat.
"Dari hasil laboratorium forensik, saya mendapat informasi itu H2SO4, tapi mungkin tidak berkonsentrasi pekat karena kalau terlalu pekat itu bisa membuat daging hancur," kata Tito di Jakarta, Rabu (12/4).
Larutan asam sulfat adalah air keras yang biasa digunakan untuk aki yang jika mengenai kulit akan menimbulkan nyeri yang hebat, bahkan menimbulkan luka bakar pada kulit.
Ini bukan sekali ini saja Novel diteror karena sejak bergabung dengan KPK pada 2007, dia berulang kali mendapatkan ancaman yang membahayakan nyawanya.
Salah satu yang terungkap adalah serangan kelompok pendukung mantan Bupati Buol Amran Batalipu. Kala itu Juli 2012 Novel berusaha menangkap Amran. Sepeda motor Novel ringsek ditabrak centeng centeng bayaran.
"Untung lolos, korbannya sepeda motor ringsek kayak kerupuk, padahal itu motor sewaan," kata seorang penyidik KPK.
Novel tak surut melangkah. Arman tetap dikejar dan ditangkapnya untuk kemudian dibawa ke Jakarta pada 6 Juli 2012.
Tiga bulan berselang, pada 5 Oktober 2012, datang sejumlah perwira polisi yang mengaku membawa surat perintah penggeledahan dan penangkapan untuk Novel dengan alasan penyidik pemberani ini melanggar pasal 351 ayat 2 dan 3 KUHP karena melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia saat bertugas sebagai Kepala Satuan Reskrim Polres Bengkulu pada 2004.
Saat itu Novel tengah menyidik kasus korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat pada Korps Lalu Lintas, Polri. Bahkan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo yang menjadi tersangka dalam kasus itu, baru saja diperiksa KPK pada hari yang sama.
Pimpinan KPK waktu itu menolak Novel dibawa sehingga mendorong ratusan aktivis antikorupsi dan mahasiswa datang ke KPK malam itu juga demi melindungi KPK.
Ternyata kasus tidak berhenti pada 2012.
Pada 2 Mei 2015, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum pimpinan AKBP Agus Prasetoyono mendatangi rumah Novel pukul 00.00 WIB untuk membawa Novel dalam kasus yang sama, bahkan keluar surat perintah penahanan bernomor SP.Han/10/V/2015/Dittipidum yang berisi perintah menempatkan Novel sebagai tersangka di rumah tahanan negara cabang Mako Brimob. Keesokan harinya, Novel dibawa ke Bengkulu untuk rekonstruksi.
Saat itu KPK sedang mengusut rekening gendut Polri dan menetapkan Wakil Kepala PolriKomjen Pol Budi Gunawan sebagai penerima gratifikasi pada 13 Januari 2015. Padahal, Novel tidak masuk tim penyidik kasus ini.
Novel memang pernah menangani kasus-kasus besar seperti suap cek pelawat Miranda Goeltom, suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Wa Ode Nurhayati hingga korupsi Wisma Atlet M. Nazaruddin. Saat ini dia tengah menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronk (KTP-E) yang menyeret nama-nama besar dalam dunia politik.
Beragam teror
Sesungguhnya bukan hanya Novel yang diteror, para penyidik KPK yang lain juga pernah diteror.
"Yang pernah diterima misalnya teror via telepon diancam mau dibunuh, teror via sms, ban mobil ditusuk, teror ancaman bom rakitan, rumah didatangi dan diancam langsung, didukun, dikriminalisasi melalui aparat penegak hukum lain," kata seorang penyidik kepada Antara.
Teror ancaman bom rakitan yang ternyata bukan bom itu juga pernah diterima penyidik KPK Afif Julian Miftah yang sempat dikirimi barang diduga bom Juli dua tahun lalu. Sebelum itu Afif juga diteror dengan cara ban mobil yang diparkir di depan rumahnya digembosi, dan siraman air keras ke mobilnya.
Sedangkan ancaman "didukun" adalah adanya orang yang dianggap dukun mengelilingi gedung KPK sambil membawa kemenyan dan mengucapkan mantra-mantra, meski tidak berdampak kepada penyidik atau penyelidik KPK saat itu.
Penyidik KPK sesungguhnya sudah dilatih untuk mendeteksi orang yang mungkin mengikuti pergerakan mereka.
"Kalau ada ancaman-ancaman seperti itu hal yang paling umum dilakukan adalah mengungsikan keluarga sementara dan melapor atasan," tambah penyidik itu.
Sehingga teror pun tidak akan berdampak lama terhadap penanganan kasus.
"Berdampak pada kasus sih iya, tapi cuma sementara. Kecuali seperti kasus cicak vs buaya, yang masif sekali sehingga KPK terhambat dan butuh bantuan pemerintah untuk menengahi," kata si penyidik.
Para penyidik dan penyelidik KPK pun selalu diingatkan untuk waspada dan jangan menempatkan nyawanya dalam risiko. Bila kondisi kurang aman, lebih baik mundur sementara untuk menyusun strategi kembali.
Tidak kendor
Dengan latihan dan strategi, KPK bertekad tidak kendor dalam memberantas korupsi meski berulang kali diteror.
"Kami pastikan KPK tidak akan surut dan tidak akan terpengaruh atas teror ini. Seluruh pimpinan serta pegawai KPK akan terus berjuang memberantas korupsi dengan terus melanjutkan proses penanganan perkara-perkara yang sedang ditangani," kata Ketua KPK Agus Rahardjo pada Selasa (11/4).
Kalau tujuan teror ini berkaitan dengan penanganan perkara, menurut Agus, teror itu salah sasaran.
"Kamilah sebagai pimpinan penanggung jawab segala langkah dan upaya penanganan perkara dan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Novel, maupun penyidik-penyidik lain bekerja berdasarkan perintah kami dan kami mengambil alih dan siap atas semua risiko," tegas Agus.
Pimpinan KPK juga telah mengevaluasi, memitigasi dan memastikan upaya untuk meningkatkan keselamatan para pegawai KPK, tidak hanya pegawai yang rentan menerima teror dan menjadi target sasaran pihak-pihak terancam, tapi secara proporsional juga keselamatan seluruh personel.
"Kami telah berkoordinasi dengan Polri dan meminta untuk mengusut serta memproses pelaku teror tersebut. KPK mengajak seluruh elemen masyarakt untuk bersama-sama melawan berbagai bentuk teror dan upaya pelemanan terhadap pemberantasan korupsi. Terima kasih kepada seluruh elemen masyarakat yang telah mendukung dan mendoakan Novel Baswedan," tegas Agus.
Masyarakat memang harus dilibatkan dalam pemberantasan korupsi, termasuk memberikan dukungan mental kepada para penyidik dan penyelidik KPK, seperti dilakukan sejumlah wartawan yang biasa meliput di KPK, Rabu kemarin.
Mereka menggelar doa bersama sambil membawa sejumlah poster bertuliskan Usut tuntas Pelaku dan Dalang Peneror Novel, Untuk KPK Kami Ada, Terus Berdoa, Keluarga Tabah, Lekas Sembuh Bang Novel, Pimpinan KPK Terus Lindungi Seluruh Pegawai KPK. Ini semua adalah simbol dukungan rakyat untuk lembaga penegak hukum itu.