Sebuah kompleks bangunan lama berdiri di sekitar perkampungan tidak jauh dari Pasar Ngaliyan Semarang.
Melihat gaya serta bentuknya yang tidak lagi modern, bangunan yang digunakan sebagai panti asuhan tersebut kemungkinan besar sudah berdiri bertahun-tahun lalu sebelum ada pemukiman di sekitarnya.
Panti Asuhan Wikrama Putra, demikian terpampang papan tulisan di depan kompleks yang berlokasi di Jalan Wisma Sari Selatan Nomor 5, Ngaliyan, Kota Semarang tersebut.
Lahan panti asuhan yang cukup luas tersebut didirikan oleh Pastur Van Diense pada 1967.
Sepasang suami istri Untung Sudono dan Rudiantini yang menjadi pengasuh panti asuhan tersebut setia merawat 65 anak berbagai usia penghuni tempat tersebut.
Ada 65 anak, usianya ada yang masih beberapa bulan sampai yang sudah dewasa," kata Untung.
Untung menyebut anak-anak tersebut "dititipkan" ke panti asuhan ini.
Ia mengungkapkan sebagian penghuni yang tinggal di tempat ini merupakan anak hasil hubungan di luar nikah.
"Karena korban internet yang kebablasan, kemudian hamil tetapi tidak direstui orangtuanya," tambahnya.
Ia menuturkan tidak sedikit "anak-anak"-nya ini yang memang sengaja dititipkan oleh orangtua kandungnya karena lahir dari hubungan yang tidak sah.
Menurut dia, cukup banyak pengalaman yang dialaminya selama sekitar 47 tahun mengasuh panti asuhan tersebut.
Untung mengaku cukup banyak perempuan bersama dengan pasangannya yang datang untuk menyampaikan niat untuk menyerahkan buah hatinya.
"Biasanya mereka cari di internet kemudian menemukan Wikrama Putra," katanya.
Pada 2016, kata dia, Wikrama Putra menerima bayi kembar berjenis kelamin laki-laki yang sengaja diserahkan oleh orang tuanya.
"Diserahkan oleh ibunya, asal dari Kalimantan," katanya.
Menurut dia, orang tua bayi kembar tersebut memang sudah sejak awal berniat menyerahkan anaknya karena kehamilannya tidak direstui.
Ia menjelaskan cukup banyak calon ibu yang telah menghubungi dan menyatakan niat untuk menyerahkan anaknya jika nanti sudah lahir.
"Sepanjang 2016 sudah ada tujuh orang yang menyatakan keinginan untuk menyerahkan anaknya kalau nanti sudah lahir," katanya.
Bahkan, Untung juga bersedia memberi bantuan perawatan bagi calon ibu yang sedang hamil hingga nantinya melahirkan dan kemudian anaknya harus dititipkan.
"Kami ada tempat di daerah desa sana, mungkin ada yang takut dengan orang tuanya karena sedang dalam kondisi hamil. Kami siap merawat sampai melahirkan," katanya.
Ia menilai perbuatan yang dilakukan bersama dengan istrinya untuk menerima bayi-bayi yang tidak dinginkan keberadaannya itu lebih berarti jika dibanding harus menggugurkan buah hati yang sedang dikandung itu.
"Jangan dibunuh. Lebih baik serahkan kepada kami, biar kami rawat," tegasnya.
Tolak Adopsi
Untung dan istrinya juga menegaskan kesediannya untuk merawat anak-anak penghuni Wikrama Putra.
Ia juga memastikan seluruh anak akan memperoleh pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga tinggi.
"Seluruh anak harus sekolah. Bahkan ada anak yang sudah sampai kuliah," katanya.
Bahkan, lanjut dia, tidak sedikit anak asuh yang sudah lulus kuliah dan bekerja.
Tak hanya sampai bekerja, bahkan ada pula anak asuh Untung yang sampai pada jenjang pernikahan.
Selama 49 tahun panti asuhan tersebut berdiri, Untung setidaknya sudah menikahkan empat "anak"-nya.
Sudah tidak terhitung banyaknya anak yang telah diasuhnya di panti asuhan tersebut karena dirinya memang tidak bersedia memberikan untuk diadopsi.
"Saya tidak pernah berikan untuk diadopsi," katanya.
Menurut dia, hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi jika suatu saat bertemu suatu garus keturunan yang sama.
Ia memastikan seluruh "anak"-nya memiliki data kependudukan.
"Seluruh anak punya akta. Di akta tercatat sebagai anak ibu, sementara kartu keluarga ikut saya," tambahnya.
Ia merasa bersyukur karena hingga hari ini tidak dipersulit untuk mengurus data kependudukan bagi "anak-anak"-nya.
Menurut dia, Pemerintah Kota Semarang hingga saat ini masih bisa membantu dalam pengurusan kependudukan.
Pengelolaan panti asuhan pun, lanjut dia, juga bisa terus berlangsung meski cukup sederhana.
Ia menuturkan setiap bulan ada saja uang yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan anak-anak, termasuk untuk pendidikan, meski tidak ada donatur tetap.
"Saya juga tidak tahu, setiap bulan pasti ada saja, tidak pernah sampai kekurangan sekali," kata Untung yang mengaku setiap bulan masih memperoleh donasi dari Yayasan Dharmais Rp2,7 juta.
Untuk mengantisipasi adanya kebutuhan yang tidak terduga, Untung berinisiatif memelihara seekor sapi dan beberapa kambing.
"Kalau memang ada keperluan yang sangat mendesak ya sapinya dijual. Nanti kalau ada rezeki beli lagi yang kecil terus dipelihara," katanya.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Semarang Yosep Parera menilai negara harus hadir untuk mengatasi kondisi bangsa semacam ini.
"Terutama berkaitan dengan data kependudukan, karena ini untuk kelangsungan hidup anak-anak panti asuhan ke depan," katanya.
Selama ini, kata dia, pemerintah daerah talah memberikan bantuan dan kemudahan untuk pengurusan data kependudukan.
Meski demikian, kata dia, data kependudukan yang dibuat harus benar karena berkaitan dengan masa depan.
Peradi siap membantu dan mendata untuk memperoleh data kependudukan yang benar, katanya.
Jangan sampai, lanjut dia, terdapat oknum pelaksana negara yang malas sehingga anak-anak kurang beruntung ini tidak memperoleh haknya sebagai warga negara.