Menteri Susi: Permasalahan garam adalah persoalan klasik

id menteri kelautan dan perikanan, susi pujiastuti, garam, persoalan klsik, impor garam, produksi garam

 Menteri Susi: Permasalahan garam adalah persoalan klasik

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan permasalahan garam impor yang terjadi saat masa panen dan berimbas kepada garam konsumsi merupakan persoalan klasik yang kerap ditemui setiap tahunnya.

"Untuk impor garam, itu adalah persoalan klasik. Kami inginkan Komisi IV dan VI DPR RI meng-'enforce' agar tak ada lagi impor saat panen," kata Menteri Susi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu.

Menurut Susi, dengan adanya impor garam saat panen sama saja dengan membuat upaya KKP yang membantu produksi garam selama ini menjadi seperti sia-sia.

Menteri Kelautan dan Perikanan memaparkan, hal yang bisa dilakukan antara lain adalah meminta PT Garam untuk menyerap sebanyak-banyaknya hasil produks garam rakyat.

Selain itu, ujar dia, perlu pula ada kebersamaan dengan Kementerian Perdagangan karena persoalan impor garam yang klasik ini, di antaranya karena kepentingan segelintir importir yang ingin meraih keuntungan yang sangat besar.

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dapat mengaudit pengelolaan garam di kementeriannya, mengingat saat ini pemberdayaan komoditas tersebut dinilai belum optimal.

"Menteri Perdagangan mesti melakukan audit internal di kementeriannya. Karena karut marut pengelolaan garam nasional disebabkan oleh ketidakberpihakan Kementerian Perdagangan kepada petambak garam nasional," kata Deputi Pengelolaan Program dan Evaluasi Kiara Susan Herawati di Jakarta, Selasa (9/8).

Pusat Data dan Informasi Kiara per Agustus 2016 mencatat, permasalahan yang dihadapi oleh petambak garam antara lain adalah terkait minimnya sarana dan prasarana, buruknya akses air bersih dan sanitasi di tambak garam, minimnya intervensi teknologi berbiaya murah untuk produksi dan pengolahan.

Selain itu, persoalan lainnya adalah besarnya peran tengkulak di dalam rantai distribusi dan pemasaran garam, serta harga garam yang rendah.

"Kelima permasalahan yang dihadapi oleh petambak garam di atas semakin diperburuk dengan adanya ketentuan impor garam industri tidak dikenakan bea masuk melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam yang berlaku sejak Desember 2015," ucapnya.

Seperti diketahui, Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam mengamanahkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melindungi dan memberdayakan petambak garam.

Sebagaimana diwartakan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menyayangkan masuknya garam impor dari Australia melalui Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, mengingat wilayah itu adalah penghasil garam terbesar di Pulau Jawa.

"Ini seharusnya tidak terjadi, karena di daerah Cirebon dan Indramayu merupakan petani garam terbesar di Jawa dan sekarang harga garam juga sedang anjlok," kata Herman Khaeron saat dihubungi, Jumat (5/8).

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu menyatakan, pihaknya akan melarang dan menentang dengan apa yang terjadi sekarang, karena masuknya kapal bermuatan garam impor melalui pelabuhan Cirebon akan mempengaruhi harga garam petani lokal.

Sebelumnya, masa produksi garam di Pantura Jabar pada tahun 2016 lebih pendek dibandingkan tahun 2015 yakni pada Bulan Juni hingga September.

"Masa produksi garam hanya tiga bulan, hal ini karena faktor musim kemarau basah, kami memprediksi musim produksi hanya Juni sampai September saja," kata Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Jabar, M Taufik di Bandung, Kamis (30/6).

Hal itu berbeda dengan musim produksi garam tahun 2015 yang mencapai lima bulan karena kemarau dan dampak El Nino di kawasan itu.