Palembang (ANTARA) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang meningkatkan akses keadilan masyarakat di Ibu kota Provinsi Sumatera Selatan itu melalui bantuan hukum.

Hal itu diungkapkan Direktur LBH Palembang Juardan Gultom pada acara peluncuran catatan akhir tahun (Catahu) 2024 dengan tema "Menjaga Titik Api Perjuangan Suara Marjinal Lawan Ketidakadilan", di Palembang, Rabu.

Menurut Juardan, sejarah terbentuknya LBH Palembang pada 8 Desember 1982 sebagai lembaga yang menjadi garda terdepan pembelaan hukum bagi kaum marginal dan terpinggirkan.

Bersama dengan masyarakat dampingan dan jaringan nasional dan internasional, hingga kini
LBH Palembang terus berupaya mencapai misi pokok yakni sebuah lembaga masyarakat sipil yang bisa menjembatani elemen-elemen di masyarakat untuk mendorong perwujudan demokrasi konstitusional.

Kemudian menjadi sebuah tiang pancang dimana pencari keadilan dan korban-korban hak asasi manusia dapat berpegang dan bersandar.

Catatan akhir tahun ini menjadi sebuah kewajiban dalam proses pemberian layanan bantuan hukum kepada publik yang bertujuan untuk memenuhi asas transparansi dan akuntabilitas.

Laporan akhir tahun biasanya berisi mengenai laporan kinerja lembaga, laporan hak asasi manusia (HAM) dan laporan kasus serta refleksi tentang ruang lingkup tujuan, peranan bantuan hukum serta konsep bantuan hukum.

Struktural ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai peluang dan tantangan yang dihadapi di tahun-tahun mendatang.

Hal ini untuk mensinergikan antara capaian visi dan misi LBH Palembang atau perannya dengan berbagai peluang yang ada untuk mencapai visi dan misi khususnya meningkatkan akses keadilan masyarakat melalui bantuan hukum, katanya.

Sementara Kakanwil Kemenkumham Sumsel Ilham Djaya mengatakan hingga Desember 2024 ini sekitar 400 lebih masyarakat dari sejumlah daerah menerima bantuan hukum gratis Kemenkumham.

"Sejak beberapa tahun terakhir kami memberikan program bantuan hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu (ekonomi lemah) melalui 13 organisasi bantuan hukum yang terintegrasi, serta telah diverifikasi dan terakreditasi," ujarnya.

Dia menjelaskan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma (gratis) kepada masyarakat tidak mampu dalam bentuk layanan bantuan hukum litigasi dan non-litigasi.

Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun, namun faktanya, ketika masyarakat berhadapan dengan hukum mereka tidak bisa bertindak sendirian dan membutuhkan bantuan.

"Tidak semua masyarakat memiliki kemampuan finansial untuk mendapatkan bantuan hukum, khususnya bagi masyarakat miskin atau tidak mampu. Akibatnya, tidak jarang mereka menjadi korban atas keputusan hukum yang merugikan hingga akhirnya muncul istilah hukum tumpul ke atas, namun tajam ke bawah," ujar Kakanwil Ilham.


Pewarta : Yudi Abdullah
Editor : Syarif Abdullah
Copyright © ANTARA 2024