Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap peredaran Hexymer yang tergolong dalam obat-obatan daftar Gevaarlijk atau berbahaya (obat keras) dari salah satu platform "marketplace".
Kepala Satresnarkoba Polresta Mataram AKP I Gusti Ngurah Bagus Suputra di Mataram, Kamis, mengatakan peredaran obat penenang untuk orang dengan gangguan kejiwaan ini terungkap dari penangkapan seorang pria berinisial MBH (25) asal Kopang, Kabupaten Lombok Tengah.
"MBH kami tangkap di rumahnya karena terungkap memesan obat berbahaya ini secara online (dalam jaringan) di 'marketplace'," kata Bagus.
Dia menjelaskan pemesanan secara online itu pada awalnya terendus dari hasil pengawasan bea cukai yang menginformasikan adanya paket kiriman masuk ke wilayah NTB berisi obat berbahaya.
"Barangnya masuk melalui jasa ekspedisi. Dari hasil penelusuran, terungkap paket ada di kantor wilayah Mataram," ujar dia.
Tindak lanjut informasi, kepolisian bergegas menuju kantor ekspedisi tersebut pada Sabtu (27/1) siang dan menemukan paket bertulis "skincare" dengan nama pengirim "beautyshop".
"Penerimanya perempuan, alamat Kopang, Kabupaten Lombok Tengah," ucapnya.
Dengan izin pihak ekspedisi, paket kiriman dalam bentuk kotak tersebut dibuka dan ditemukan berisi puluhan strip Tramadol bersama 10 butir Hexymer dalam kemasan klip plastik bening.
Usai memastikan isi barang, kepolisian meminta pihak ekspedisi menghubungi penerima untuk mengambil paket kiriman.
"Karena tidak juga datang sampai Senin (29/1) kami tunggu, kami langsung merapat ke alamat penerima di Kopang," kata dia.
Dalam giat penelusuran pemilik paket, pihak kepolisian akhirnya menemukan MBH. Terkait nama penerima yang tertera dalam paket terungkap adalah istri MBH.
"Dengan kesaksian aparatur lingkungan, kami melakukan penggeledahan dan ditemukan 5 butir Hexymer yang tersimpan di laci meja rias dalam kamar pelaku," ujar Bagus.
Dari hasil interogasi di tempat, MBH mengakui bahwa paket berisi Tramadol dan Hexymer ini barang pesanannya.
"Iya, jadi dia (MBH) ini ketemu dengan penjualnya lewat 'marketplace'. Dia kontak-kontakan dan pesan barang lewat WhatsApp. Biar enggak ketahuan, paket sengaja disamarkan pakai nama 'skincare' dengan penerima perempuan, istri pelaku," ujarnya.
Tindak lanjut penggeledahan, MBH bersama barang bukti Tramadol dan Hexymer dibawa ke Polresta Mataram.
"Jadi, setelah kami lakukan pengujian barang di Labfor Polda Bali, dipastikan bahwa kedua merek obat ini tergolong obat berbahaya, Tramadol dan Hexymer warna kuning," ucap dia.
Dengan mendapatkan hasil demikian, pihak kepolisian terhitung hari ini menetapkan MBH sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan Pasal 435 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Ancaman hukumannya paling berat 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar," kata Bagus.
Dari pemeriksaan turut terungkap bahwa MBH sebelumnya sudah empat kali melakukan pemesanan obat daftar G ini melalui "marketplace".
"Jadi, setiap beli Tramadol, dapat bonus Hexymer. Yang dibeli itu 300 butir Tramadol, 10 butir Hexymer ini bonusnya," ujar dia.
Untuk Hexymer, Bagus memastikan dari keterangan MBH bahwa obat yang dapat memberikan efek dua hingga tiga hari tidur lelap tersebut hanya untuk konsumsi pribadi.
"Yang diedarkan itu hanya Tramadol, pembeli yang datang ke rumahnya. Hexymer belum, katanya dia hanya untuk konsumsi pribadi saja. Pelaku ini 'kan punya usaha percetakan, jadi kalau kerjaan banyak, dia pakai obat ini untuk istirahat," katanya.
Lebih lanjut, Bagus mengatakan bahwa MBH kini telah menjalani penahanan di Rutan Polresta Mataram.
"Untuk pemberkasan masih kami lengkapi dari keterangan saksi-saksi maupun ahli," ucap Bagus.
Kepala Satresnarkoba Polresta Mataram AKP I Gusti Ngurah Bagus Suputra di Mataram, Kamis, mengatakan peredaran obat penenang untuk orang dengan gangguan kejiwaan ini terungkap dari penangkapan seorang pria berinisial MBH (25) asal Kopang, Kabupaten Lombok Tengah.
"MBH kami tangkap di rumahnya karena terungkap memesan obat berbahaya ini secara online (dalam jaringan) di 'marketplace'," kata Bagus.
Dia menjelaskan pemesanan secara online itu pada awalnya terendus dari hasil pengawasan bea cukai yang menginformasikan adanya paket kiriman masuk ke wilayah NTB berisi obat berbahaya.
"Barangnya masuk melalui jasa ekspedisi. Dari hasil penelusuran, terungkap paket ada di kantor wilayah Mataram," ujar dia.
Tindak lanjut informasi, kepolisian bergegas menuju kantor ekspedisi tersebut pada Sabtu (27/1) siang dan menemukan paket bertulis "skincare" dengan nama pengirim "beautyshop".
"Penerimanya perempuan, alamat Kopang, Kabupaten Lombok Tengah," ucapnya.
Dengan izin pihak ekspedisi, paket kiriman dalam bentuk kotak tersebut dibuka dan ditemukan berisi puluhan strip Tramadol bersama 10 butir Hexymer dalam kemasan klip plastik bening.
Usai memastikan isi barang, kepolisian meminta pihak ekspedisi menghubungi penerima untuk mengambil paket kiriman.
"Karena tidak juga datang sampai Senin (29/1) kami tunggu, kami langsung merapat ke alamat penerima di Kopang," kata dia.
Dalam giat penelusuran pemilik paket, pihak kepolisian akhirnya menemukan MBH. Terkait nama penerima yang tertera dalam paket terungkap adalah istri MBH.
"Dengan kesaksian aparatur lingkungan, kami melakukan penggeledahan dan ditemukan 5 butir Hexymer yang tersimpan di laci meja rias dalam kamar pelaku," ujar Bagus.
Dari hasil interogasi di tempat, MBH mengakui bahwa paket berisi Tramadol dan Hexymer ini barang pesanannya.
"Iya, jadi dia (MBH) ini ketemu dengan penjualnya lewat 'marketplace'. Dia kontak-kontakan dan pesan barang lewat WhatsApp. Biar enggak ketahuan, paket sengaja disamarkan pakai nama 'skincare' dengan penerima perempuan, istri pelaku," ujarnya.
Tindak lanjut penggeledahan, MBH bersama barang bukti Tramadol dan Hexymer dibawa ke Polresta Mataram.
"Jadi, setelah kami lakukan pengujian barang di Labfor Polda Bali, dipastikan bahwa kedua merek obat ini tergolong obat berbahaya, Tramadol dan Hexymer warna kuning," ucap dia.
Dengan mendapatkan hasil demikian, pihak kepolisian terhitung hari ini menetapkan MBH sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan Pasal 435 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Ancaman hukumannya paling berat 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar," kata Bagus.
Dari pemeriksaan turut terungkap bahwa MBH sebelumnya sudah empat kali melakukan pemesanan obat daftar G ini melalui "marketplace".
"Jadi, setiap beli Tramadol, dapat bonus Hexymer. Yang dibeli itu 300 butir Tramadol, 10 butir Hexymer ini bonusnya," ujar dia.
Untuk Hexymer, Bagus memastikan dari keterangan MBH bahwa obat yang dapat memberikan efek dua hingga tiga hari tidur lelap tersebut hanya untuk konsumsi pribadi.
"Yang diedarkan itu hanya Tramadol, pembeli yang datang ke rumahnya. Hexymer belum, katanya dia hanya untuk konsumsi pribadi saja. Pelaku ini 'kan punya usaha percetakan, jadi kalau kerjaan banyak, dia pakai obat ini untuk istirahat," katanya.
Lebih lanjut, Bagus mengatakan bahwa MBH kini telah menjalani penahanan di Rutan Polresta Mataram.
"Untuk pemberkasan masih kami lengkapi dari keterangan saksi-saksi maupun ahli," ucap Bagus.