Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengimbau masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan stroke kepada masyarakat, salah satunya melalui sejumlah upaya yang tergabung dalam "SeGeRa Ke RS".
Direktur Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti dalam keterangannya di Jakarta Senin menyebutkan, "SeGeRa Ke RS" merupakan akronim dari Se dari senyum tidak simetris, Ge adalah gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba, Ra adalah bicara pelo, Ke adalah Kebas separuh tubuh, R adalah rabun atau pandangan mata kabur tiba-tiba dan S adalah sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba.
"Untuk itu masyarakat diharapkan mampu mengenali tanda dan gejala stroke agar dapat hidup lebih berkualitas," katanya.
Hingga saat ini, kata Eva, stroke menjadi penyebab disabilitas nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung baik di negara maju maupun berkembang.
Berdasarkan data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2019, katanya, stroke menjadi penyebab kematian utama di Indonesia dengan 19,42 persen dari total kematian. Adapun berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 7/1.000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 10,9/1.000 penduduk pada tahun 2018.
Dia menegaskan sekitar 90 persen kasus stroke dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, merokok, diet yang tidak sehat, dan kurang aktivitas fisik.
"Bagi penyandang diabetes mellitus dan hipertensi sebagai kelompok risiko tertinggi terjadinya stroke, dapat dilakukan pencegahan dini faktor risiko stroke dengan melakukan pemeriksaan propilipit," katanya.
Selain itu, Eva menuturkan pencegahan faktor risiko terjadinya stroke juga dapat dicegah melalui kesadaran setiap individu untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan diri masing-masing, dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.
Dalam keterangan yang sama, Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (PERDOSNI) dr Mohammad Kurniawan juga menyebutkan, faktor risiko stroke dapat dicegah melalui cek kesehatan secara rutin, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup dan terakhir kelola stress atau yang dapat disingkat menjadi "CERDIK".
"Apabila telah muncul gejala stroke, hal utama yang dilakukan adalah kenali gejala stroke karena harus segera ditangani. Keterlambatan dalam menangani gejala stroke menimbulkan kematian pada jaringan otak yang mengakibatkan kecacatan bahkan kematian," kata Muhammad Kurniawan.
Direktur Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti dalam keterangannya di Jakarta Senin menyebutkan, "SeGeRa Ke RS" merupakan akronim dari Se dari senyum tidak simetris, Ge adalah gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba, Ra adalah bicara pelo, Ke adalah Kebas separuh tubuh, R adalah rabun atau pandangan mata kabur tiba-tiba dan S adalah sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba.
"Untuk itu masyarakat diharapkan mampu mengenali tanda dan gejala stroke agar dapat hidup lebih berkualitas," katanya.
Hingga saat ini, kata Eva, stroke menjadi penyebab disabilitas nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung baik di negara maju maupun berkembang.
Berdasarkan data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2019, katanya, stroke menjadi penyebab kematian utama di Indonesia dengan 19,42 persen dari total kematian. Adapun berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 7/1.000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 10,9/1.000 penduduk pada tahun 2018.
Dia menegaskan sekitar 90 persen kasus stroke dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, merokok, diet yang tidak sehat, dan kurang aktivitas fisik.
"Bagi penyandang diabetes mellitus dan hipertensi sebagai kelompok risiko tertinggi terjadinya stroke, dapat dilakukan pencegahan dini faktor risiko stroke dengan melakukan pemeriksaan propilipit," katanya.
Selain itu, Eva menuturkan pencegahan faktor risiko terjadinya stroke juga dapat dicegah melalui kesadaran setiap individu untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan diri masing-masing, dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.
Dalam keterangan yang sama, Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (PERDOSNI) dr Mohammad Kurniawan juga menyebutkan, faktor risiko stroke dapat dicegah melalui cek kesehatan secara rutin, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup dan terakhir kelola stress atau yang dapat disingkat menjadi "CERDIK".
"Apabila telah muncul gejala stroke, hal utama yang dilakukan adalah kenali gejala stroke karena harus segera ditangani. Keterlambatan dalam menangani gejala stroke menimbulkan kematian pada jaringan otak yang mengakibatkan kecacatan bahkan kematian," kata Muhammad Kurniawan.