Jakarta (ANTARA) - Pakar gizi dari Kementerian Kesehatan menilai remaja perlu membiasakan diri membaca label pada kemasan makanan dan minuman demi menjaga kesehatan.
"Label pangan sebagai media informasi yang memuat keterangan mengenai isi kandungan pangan yang bersangkutan seharusnya dapat memberikan informasi yang jelas dan benar kepada konsumen terkait asal, keamanan, mutu, kandungan gizi dan keterangan lain yang di perlukan," kata Administrasi Kesehatan Ahli Muda Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kementerian Kesehatan Ika Purnamasari dalam siaran bersama Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia, Sabtu.
Membaca label pangan olahan, kata Ika melanjutkan, akan mempengaruhi keputusan remaja sebelum membeli dan/atau mengkonsumi pangan olahan tersebut.
Kementerian Kesehatan dan GAIN Indonesia mengadakan Kompetisi Ide Remaja "Youth Nutritiative" pada 21-23 Mei supaya remaja bisa mengambil peran aktif untuk perbaikan gizi mereka.
Administrator Kesehatan Ahli Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tria Giri Ramdani berharap model seperti ini bisa diperluas dan diadaptasi untuk program lain yang menyasar remaja.
Pada acara itu, Health Heroes Facilitator (HHF), komunitas remaja yang dibentuk oleh GAIN Indonesia dan RISE Foundation untuk peningkatan kapasitas literasi gizi, melatih 150 remaja dari berbagai wilayah di Indonesia untuk membiasakan membaca label pada makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Aksi itu mendorong adanya kebijakan dari pemangku kepentingan untuk penyediaan makanan dengan kategori lebih sehat dan lebih rendah kandungan Gula, Garam, & Lemak (GGL).
Remaja Indonesia mengalami beban gizi ganda yang terdiri atas kelebihan dan kekurangan gizi, termasuk defisiensi mikronutrien.
Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa ada 6,8 persen remaja usia 13-18 tahun yang kurus, 32 persen remaja usia 15-24 tahun yang anemia dan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16 persen pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5 persen pada remaja usia 16-18 tahun.
Salah satu faktor penyebab terjadinya tren kenaikan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas adalah buruknya pola makan remaja. Perilaku memilih makanan yang lebih sehat bagi dirinya masih rendah di kalangan remaja termasuk kebiasaan membaca label pangan untuk mendapatkan informasi gizi dan memilih pangan kemasan yang lebih bergizi.
Data dari Survey Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014 menunjukkan bahwa prevalensi orang Indonesia dalam konsumsi gula garam lemak berdasarkan batas anjuran sesuai Permenkes No.30/2013 adalah 5 dari 100 orang mengonsumsi gula lebih dari 50 gram/hari, 53 dari 100 orang mengkonsumsi garam lebih dari 2.000 miligram/hari dan 27 dari 100 orang mengkonsumsi lemak lebih dari 67 gram/hari.
"Label pangan sebagai media informasi yang memuat keterangan mengenai isi kandungan pangan yang bersangkutan seharusnya dapat memberikan informasi yang jelas dan benar kepada konsumen terkait asal, keamanan, mutu, kandungan gizi dan keterangan lain yang di perlukan," kata Administrasi Kesehatan Ahli Muda Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kementerian Kesehatan Ika Purnamasari dalam siaran bersama Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia, Sabtu.
Membaca label pangan olahan, kata Ika melanjutkan, akan mempengaruhi keputusan remaja sebelum membeli dan/atau mengkonsumi pangan olahan tersebut.
Kementerian Kesehatan dan GAIN Indonesia mengadakan Kompetisi Ide Remaja "Youth Nutritiative" pada 21-23 Mei supaya remaja bisa mengambil peran aktif untuk perbaikan gizi mereka.
Administrator Kesehatan Ahli Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tria Giri Ramdani berharap model seperti ini bisa diperluas dan diadaptasi untuk program lain yang menyasar remaja.
Pada acara itu, Health Heroes Facilitator (HHF), komunitas remaja yang dibentuk oleh GAIN Indonesia dan RISE Foundation untuk peningkatan kapasitas literasi gizi, melatih 150 remaja dari berbagai wilayah di Indonesia untuk membiasakan membaca label pada makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Aksi itu mendorong adanya kebijakan dari pemangku kepentingan untuk penyediaan makanan dengan kategori lebih sehat dan lebih rendah kandungan Gula, Garam, & Lemak (GGL).
Remaja Indonesia mengalami beban gizi ganda yang terdiri atas kelebihan dan kekurangan gizi, termasuk defisiensi mikronutrien.
Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa ada 6,8 persen remaja usia 13-18 tahun yang kurus, 32 persen remaja usia 15-24 tahun yang anemia dan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16 persen pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5 persen pada remaja usia 16-18 tahun.
Salah satu faktor penyebab terjadinya tren kenaikan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas adalah buruknya pola makan remaja. Perilaku memilih makanan yang lebih sehat bagi dirinya masih rendah di kalangan remaja termasuk kebiasaan membaca label pangan untuk mendapatkan informasi gizi dan memilih pangan kemasan yang lebih bergizi.
Data dari Survey Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014 menunjukkan bahwa prevalensi orang Indonesia dalam konsumsi gula garam lemak berdasarkan batas anjuran sesuai Permenkes No.30/2013 adalah 5 dari 100 orang mengonsumsi gula lebih dari 50 gram/hari, 53 dari 100 orang mengkonsumsi garam lebih dari 2.000 miligram/hari dan 27 dari 100 orang mengkonsumsi lemak lebih dari 67 gram/hari.