Jakarta (ANTARA) - PT Pharos Indonesia melakukan penarikan produk secara sukarela atau voluntary recall terhadap obat sirop penurun demam, Praxion sebagai tanggung jawab industri farmasi atas insiden pasien anak yang mengalami gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).
Berdasarkan siaran pers resmi perusahaan yang diterima di Jakarta, Selasa siang, PT Pharos Indonesia melakukan pemeriksaan ulang keamanan produk di laboratorium internal. Pengujian dilakukan sesuai dengan aturan Farmakope Indonesia edisi VI suplemen II.
"Hasil pemeriksaan internal ini menunjukkan produk masih memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia," kata
Director of Corporate Communication PT Pharos Indonesia Ida Nurtika.
PT Pharos Indonesia menyatakan keprihatinan atas laporan tersebut. Penarikan produk secara sukarela dari pasaran diambil sebagai langkah kehati-hatian untuk memastikan keamanan konsumen.
"Sebagai langkah kehati-hatian, PT Pharos Indonesia telah melakukan voluntary recall terhadap produk Praxion dari batch terkait sebagai tanggung jawab industri farmasi," katanya.
Ia mengatakan, PT Pharos Indonesia telah meminta seluruh mitra distribusi dan penjualan untuk sementara waktu tidak menjual produk Praxion sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.
Untuk memastikan mutu dan keamanan produk, PT Pharos Indonesia melakukan pemeriksaan pada tiga fasilitas laboratorium eksternal yang terakreditasi. Hasil pemeriksaan akan diperoleh dalam beberapa hari yang akan datang.
Untuk memperkuat data, secara aktif PT Pharos Indonesia juga mengumpulkan sampel produk dari jaringan apotek-apotek untuk diperiksa mutu dan keamanannya secara intensif.
"Praxion telah diproduksi sesuai standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)," katanya.
PT Pharos Indonesia mendukung penuh upaya Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menginvestigasi permasalahan tersebut.
PT Pharos telah membuka komunikasi untuk masyarakat seputar produk Praxion melalui customercare@pharos.co.id .
Sementara itu, dari pantauan melalui jejaring pasar e-commerce, hari ini, tampak obat sirop Praxion tak lagi dipasarkan. Sebelumnya, tautan penjualan obat tersebut masih terpampang di sejumlah layanan e-commerce pada Senin (6/2).
BPOM telah mengeluarkan surat perintah penarikan obat tersebut dari seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk apotek dan Rumah sakit.
Kementerian Kesehatan juga telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh tenaga kesehatan untuk mewaspadai gejala yang muncul pada pasien gangguan ginjal akut di seluruh fasyankes.
"Gejala spesifik yang kami deteksi dari satu pasien suspek di Jakarta adalah sulit berkemih sebelum akhirnya demam," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi.
Nadia juga mengimbau masyarakat untuk menghindari pembelian obat sirop secara mandiri. Jika mendapati gejala, maka pasien diminta untuk dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk memperoleh penanganan dini.
Sebelumnya diberitakan, dua warga DKI Jakarta masing-masing berusia 1 dan 7 tahun dilaporkan menderita gangguan ginjal akut. Satu di antaranya dilaporkan meninggal pada sepekan lalu, sementara satu pasien suspek masih menjalani perawatan intensif di RSCM Jakarta.
Berdasarkan siaran pers resmi perusahaan yang diterima di Jakarta, Selasa siang, PT Pharos Indonesia melakukan pemeriksaan ulang keamanan produk di laboratorium internal. Pengujian dilakukan sesuai dengan aturan Farmakope Indonesia edisi VI suplemen II.
"Hasil pemeriksaan internal ini menunjukkan produk masih memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia," kata
Director of Corporate Communication PT Pharos Indonesia Ida Nurtika.
PT Pharos Indonesia menyatakan keprihatinan atas laporan tersebut. Penarikan produk secara sukarela dari pasaran diambil sebagai langkah kehati-hatian untuk memastikan keamanan konsumen.
"Sebagai langkah kehati-hatian, PT Pharos Indonesia telah melakukan voluntary recall terhadap produk Praxion dari batch terkait sebagai tanggung jawab industri farmasi," katanya.
Ia mengatakan, PT Pharos Indonesia telah meminta seluruh mitra distribusi dan penjualan untuk sementara waktu tidak menjual produk Praxion sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.
Untuk memastikan mutu dan keamanan produk, PT Pharos Indonesia melakukan pemeriksaan pada tiga fasilitas laboratorium eksternal yang terakreditasi. Hasil pemeriksaan akan diperoleh dalam beberapa hari yang akan datang.
Untuk memperkuat data, secara aktif PT Pharos Indonesia juga mengumpulkan sampel produk dari jaringan apotek-apotek untuk diperiksa mutu dan keamanannya secara intensif.
"Praxion telah diproduksi sesuai standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)," katanya.
PT Pharos Indonesia mendukung penuh upaya Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menginvestigasi permasalahan tersebut.
PT Pharos telah membuka komunikasi untuk masyarakat seputar produk Praxion melalui customercare@pharos.co.id .
Sementara itu, dari pantauan melalui jejaring pasar e-commerce, hari ini, tampak obat sirop Praxion tak lagi dipasarkan. Sebelumnya, tautan penjualan obat tersebut masih terpampang di sejumlah layanan e-commerce pada Senin (6/2).
BPOM telah mengeluarkan surat perintah penarikan obat tersebut dari seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk apotek dan Rumah sakit.
Kementerian Kesehatan juga telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh tenaga kesehatan untuk mewaspadai gejala yang muncul pada pasien gangguan ginjal akut di seluruh fasyankes.
"Gejala spesifik yang kami deteksi dari satu pasien suspek di Jakarta adalah sulit berkemih sebelum akhirnya demam," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi.
Nadia juga mengimbau masyarakat untuk menghindari pembelian obat sirop secara mandiri. Jika mendapati gejala, maka pasien diminta untuk dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk memperoleh penanganan dini.
Sebelumnya diberitakan, dua warga DKI Jakarta masing-masing berusia 1 dan 7 tahun dilaporkan menderita gangguan ginjal akut. Satu di antaranya dilaporkan meninggal pada sepekan lalu, sementara satu pasien suspek masih menjalani perawatan intensif di RSCM Jakarta.