Palembang (ANTARA) - Kepala Kantor Perwakilan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatera Selatan Lydia Kurniawati Christyana mengatakan pemerintah pada tahun 2023 kembali menerapkan disiplin fiskal terhadap APBN dengan cara menekan agar defisit tidak lebih tiga persen dari Produk Domestik Bruto (GDP).
“Penerapan disiplin fiskal ini bertujuan menjaga APBN agar tetap menjadi shock absorber (peredam kejut), sehat, dan kokoh dalam menghadapi semua ancaman dan risiko,” kata Lidya di Palembang, Sumsel, Sabtu.
Oleh karena itu, setiap pemerintahan daerah pada 2023 diharapkan menggenjot pendapatan untuk merespon ketentuan defisit tidak lebih dari tiga persen.
Lydia optimitis hal itu dapat tercapai jika mengamati kinerja pada 2022, yang mana pendapatan negara di Sumatera Selatan per 30 September 2022 terealisasi Rp14,37 triliun atau mencapai 86,69 persen dari target.
Pendapatan ini terdiri dari Penerimaan perpajakan sebesar Rp12,44 triliun, dan PNBP sebesar Rp1,89 triliun.
Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, pendapatan ini mengalami kenaikan sebesar Rp5,18 triliun atau tumbuh 56,68 persen. Adapun, kontributor terbesar disumbang oleh Pajak Penghasilan dengan realisasi sebesar Rp6,13 triliun.
Sementara itu, dari sisi belanja pemerintah maka penggunaan dana APBN di Sumsel bisa dipastikan dapat menjadi shock absorber (meredam) dapat optimal menjangkau dan melindungi seluruh masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi.
Sejauh ini realisasi belanja negara di Sumsel mencapai Rp27,92 triliun per 30 September 2022 atau 65,57 persen dari pagu yang ditetapkan.
Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Thohir mengingatkan pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah karena pada 2023 menjadi batas akhir defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melebihi 3 persen.
“Artinya bakal ada pengurangan dana transfer dari pusat ke daerah. Ini harus disikapi oleh daerah (pemda), mulai sekarang harus terbiasa menggenjot Pendapatan Asli Daerah,” kata Hafisz.
Ketentuan defisit maksimal 3 persen diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Lantaran adanya pandemi, pemerintah menerbitkan UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan untuk Penanganan COVID-19 pada Maret tahun lalu. Salah satu poin dalam aturan ini menetapkan defisit anggaran dapat melebihi 3 persen.
Menurut politisi PAN ini, pemda harus mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak untuk menekan defisit APBN itu.
Untuk itu, semua pihak harus getol dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional karena jika perekonomian membaik maka penerimaan pajak pun akan meningkat.
“Penerapan disiplin fiskal ini bertujuan menjaga APBN agar tetap menjadi shock absorber (peredam kejut), sehat, dan kokoh dalam menghadapi semua ancaman dan risiko,” kata Lidya di Palembang, Sumsel, Sabtu.
Oleh karena itu, setiap pemerintahan daerah pada 2023 diharapkan menggenjot pendapatan untuk merespon ketentuan defisit tidak lebih dari tiga persen.
Lydia optimitis hal itu dapat tercapai jika mengamati kinerja pada 2022, yang mana pendapatan negara di Sumatera Selatan per 30 September 2022 terealisasi Rp14,37 triliun atau mencapai 86,69 persen dari target.
Pendapatan ini terdiri dari Penerimaan perpajakan sebesar Rp12,44 triliun, dan PNBP sebesar Rp1,89 triliun.
Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, pendapatan ini mengalami kenaikan sebesar Rp5,18 triliun atau tumbuh 56,68 persen. Adapun, kontributor terbesar disumbang oleh Pajak Penghasilan dengan realisasi sebesar Rp6,13 triliun.
Sementara itu, dari sisi belanja pemerintah maka penggunaan dana APBN di Sumsel bisa dipastikan dapat menjadi shock absorber (meredam) dapat optimal menjangkau dan melindungi seluruh masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi.
Sejauh ini realisasi belanja negara di Sumsel mencapai Rp27,92 triliun per 30 September 2022 atau 65,57 persen dari pagu yang ditetapkan.
Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Thohir mengingatkan pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah karena pada 2023 menjadi batas akhir defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melebihi 3 persen.
“Artinya bakal ada pengurangan dana transfer dari pusat ke daerah. Ini harus disikapi oleh daerah (pemda), mulai sekarang harus terbiasa menggenjot Pendapatan Asli Daerah,” kata Hafisz.
Ketentuan defisit maksimal 3 persen diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Lantaran adanya pandemi, pemerintah menerbitkan UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan untuk Penanganan COVID-19 pada Maret tahun lalu. Salah satu poin dalam aturan ini menetapkan defisit anggaran dapat melebihi 3 persen.
Menurut politisi PAN ini, pemda harus mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak untuk menekan defisit APBN itu.
Untuk itu, semua pihak harus getol dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional karena jika perekonomian membaik maka penerimaan pajak pun akan meningkat.