Palembang (ANTARA) - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) kelola air asam tambang untuk mencegah pencemaran lingkungan dengan menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Corporate Secretary PTBA Apollonius Andwie di Palembang, Senin, mengatakan, upaya ini merupakan bagian dari penerapan kaidah pertambangan yang baik (Good Mining Practice) untuk meminimalkan dampak negatif.
PTBA menerapkan metode pengelolaan air asam tambang secara pasif (wetland) di Unit Pertambangan Tanjung Enim pada Izin Usaha Pertambangan (IUP) Banko Barat, IUP Air Laya dan IUP Muara Tiga Besar.
Khusus untuk penerapan wetland di Banko Barat dan Air Laya, PTBA menjalin kerja sama strategis dalam pengembangan metode constructed wetland bersama IPB dan KLHK.
Kerja sama ini merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengolahan Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan dengan Menggunakan Metode Lahan Basah Buatan.
Baca juga: Bukit Asam tanam 1,3 juta pohon di areal reklamasi tambang
PTBA menjadi pilot project dari pengembangan metode lahan basah buatan ini.
Ia menerangkan Satuan Kerja Pengelolaan Lingkungan PTBA menjalankan cara unik untuk memurnikan air limbah tambang, yakni dengan memanfaatkan tanaman akar wangi yang memiliki kemampuan dan biomassa tinggi untuk menyerap kandungan logam berat berupa Fe (Besi) dan Mn (Mangan).
"Metode ini sudah terbukti berhasil dengan adanya uji laboratorium dari internal dan eksternal setiap bulan,” kata dia.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan air limbah yang dialirkan ke badan air sudah memenuhi baku mutu lingkungan.
Akar wangi merupakan tanaman darat yang toleran terhadap kondisi berair. Dalam pemanfaatan akar wangi ini, PTBA melakukan inovasi dengan constructed floating wetland, yang mana akar wangi tersebut tetap dapat optimal dalam menyerap logam berat walaupun ditanam pada kondisi berair.
Baca juga: Bukit Asam dampingi warga Lampung produksi tusuk sate
Constructed floating wetland berperan sebagai media tanam agar akar wangi dapat tumbuh di tanah namun akarnya dapat berada di air asam tambang.
Tanaman akar wangi mengumpulkan logam berat melalui akar, lalu diakumulasi di dalam tubuhnya. Karena itu, akar wangi dipanen secara berkala untuk kemudian dimusnahkan.
Selain akar wangi, Apollonius menambahkan, PTBA juga memanfaatkan eceng gondok, kiambang, ekor tikus, lonkida dan melati air untuk menurunkan kadar logam berat pada air tambang.
Kualitas air tambang terus dipantau PTBA secara harian menggunakan alat sparing yang terpasang di lokasi. Data parameter kualitas air dikirimkan ke sistem secara real time di aplikasi Cisea milik PTBA, kata dia.
Menurutnya, pengelolaan operasional PTBA yang berkaitan dengan lingkungan hidup telah sesuai dengan standar internasional. Hal ini ditandai dengan sertifikasi ISO 14001:2015 Manajemen Lingkungan yang disandang perusahaan.
Baca juga: Dukung dekarbonisasi, PTBA pakai kendaraan listrik untuk operasional tambang
Corporate Secretary PTBA Apollonius Andwie di Palembang, Senin, mengatakan, upaya ini merupakan bagian dari penerapan kaidah pertambangan yang baik (Good Mining Practice) untuk meminimalkan dampak negatif.
PTBA menerapkan metode pengelolaan air asam tambang secara pasif (wetland) di Unit Pertambangan Tanjung Enim pada Izin Usaha Pertambangan (IUP) Banko Barat, IUP Air Laya dan IUP Muara Tiga Besar.
Khusus untuk penerapan wetland di Banko Barat dan Air Laya, PTBA menjalin kerja sama strategis dalam pengembangan metode constructed wetland bersama IPB dan KLHK.
Kerja sama ini merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengolahan Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan dengan Menggunakan Metode Lahan Basah Buatan.
Baca juga: Bukit Asam tanam 1,3 juta pohon di areal reklamasi tambang
PTBA menjadi pilot project dari pengembangan metode lahan basah buatan ini.
Ia menerangkan Satuan Kerja Pengelolaan Lingkungan PTBA menjalankan cara unik untuk memurnikan air limbah tambang, yakni dengan memanfaatkan tanaman akar wangi yang memiliki kemampuan dan biomassa tinggi untuk menyerap kandungan logam berat berupa Fe (Besi) dan Mn (Mangan).
"Metode ini sudah terbukti berhasil dengan adanya uji laboratorium dari internal dan eksternal setiap bulan,” kata dia.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan air limbah yang dialirkan ke badan air sudah memenuhi baku mutu lingkungan.
Akar wangi merupakan tanaman darat yang toleran terhadap kondisi berair. Dalam pemanfaatan akar wangi ini, PTBA melakukan inovasi dengan constructed floating wetland, yang mana akar wangi tersebut tetap dapat optimal dalam menyerap logam berat walaupun ditanam pada kondisi berair.
Baca juga: Bukit Asam dampingi warga Lampung produksi tusuk sate
Constructed floating wetland berperan sebagai media tanam agar akar wangi dapat tumbuh di tanah namun akarnya dapat berada di air asam tambang.
Tanaman akar wangi mengumpulkan logam berat melalui akar, lalu diakumulasi di dalam tubuhnya. Karena itu, akar wangi dipanen secara berkala untuk kemudian dimusnahkan.
Selain akar wangi, Apollonius menambahkan, PTBA juga memanfaatkan eceng gondok, kiambang, ekor tikus, lonkida dan melati air untuk menurunkan kadar logam berat pada air tambang.
Kualitas air tambang terus dipantau PTBA secara harian menggunakan alat sparing yang terpasang di lokasi. Data parameter kualitas air dikirimkan ke sistem secara real time di aplikasi Cisea milik PTBA, kata dia.
Menurutnya, pengelolaan operasional PTBA yang berkaitan dengan lingkungan hidup telah sesuai dengan standar internasional. Hal ini ditandai dengan sertifikasi ISO 14001:2015 Manajemen Lingkungan yang disandang perusahaan.
Baca juga: Dukung dekarbonisasi, PTBA pakai kendaraan listrik untuk operasional tambang