Jakarta (ANTARA) - Kabar baik datang dari Mabes Polri ketika sejumlah reformasi internal termasuk pada struktur organisasi kepolisian mengalami perubahan.
Bagi masyarakat, kabar baik itu berarti besar lantaran upaya penegakan hukum semakin menemui titik cerah sehingga harapan akan jaminan perlindungan keamanan semakin besar.
Salah satu langkah yang patut mendapatkan apresiasi di antaranya ketika Polri berencana membentuk satuan kerja baru, yaitu Kortas Tipikor (Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi) yang akan digawangi oleh mantan Penyidik Senior KPK, Novel Bawesdan dan 44 personil lainnya.
Sebelumnya Novel bersama 44 mantan Penyidik KPK yang telah berstatus ASN sudah bergabung dengan Polri sebagai penyidik.
Novel dan kawan-kawan akan mendapat penugasan khusus pada wilayah kerja masalah tindak pidana korupsi, sesuai keahlian yang selama ini ditekuninya.
Koordinator LSM Negeriku Indonesia Jaya C Suhadi SH MH menilai langkah berani Mabes Polri patut diapresiasi, karena dengan begitu pemberantasan korupsi tidak tersentralistik pada KPK.
Menurut dia, Kortas Tipikor Polri akan menjadi satuan kerja yang menjadi penyeimbang KPK dalam penanganan kasus korupsi.
Meskipun selama ini tidak jarang Polri dapat saja menjalankan tugas penyidikan pada tindak pidana korupsi, namun tidak pada pidana khusus, seperti rencana satuan kerja yang akan dibentuk Mabes Polri tersebut.
Sejatinya karena memang masalah korupsi harus dibuat secara khusus baik di tingkat pimpinan maupun di level kerja (penyidikan), agar pekerjaan memberantas korupsi bisa berjalan sesuai harapan masyarakat.
Muruah KPK
Upaya penegakan hukum khususnya penanganan korupsi disadari kemudian harus dilakukan secara bersama sehingga keberadaan bagian baru terkait penanganan korupsi dalam tubuh Polri sejatinya bukan untuk menyaingi KPK.
Marwah KPK tetap harus dijaga agar jangan sampai menurun dan tidak terkontaminasi kepentingan politik sehingga penanganan korupsi tidak tebang pilih.
Seperti diketahui, KPK menurut UU merupakan lembaga ad hoc atau lembaga yang keberadaannya menunjang keadaan penanganan korupsi.
Meski begitu kinerja kedua institusi tersebut diharapkan ke depan saling menopang satu sama lain.
Seiring dengan itu, kabar baik dari internal Polri berlanjut manakala Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berencana menaikkan status Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) menjadi Direktorat PPA tingkat Mabes dan polda.
Dinaikkannya status Unit PPA menjadi Direktorat PPA ini merupakan bagian dari program transformasi organisasi Polri yang dijanjikan oleh Kapolri dalam “fit and proper test” tahun lalu.
Kapolri Sigit menjelaskan, pengembangan Direktorat PPA tersebut, nantinya penanganan perkara terkait perempuan dan anak dilayani oleh petugas yang mayoristas polisi wanita (Polwan).
Selain itu, Direktorat PPA Polri nantinya juga disediakan layanan pendampingan psikologis guna mengembalikan suasana psikologi dari korban yang terdampak kekerasan.
Ini semua tentu untuk memberikan rasa aman bagi korban yang akan melapor dan mendapatkan pendampingan secara psikologis dari petugas wanita, sehingga betul-betul memberikan perlindungan dan memberikan pendampingan yang baik.
Sepanjang 2021 Polri mencatat kejahatan yang melibatkan perempuan dan anak yang dilaporkan sebanyak 2.524 perkara dengan penyelesaian perkara sebanyak 1.094 perkara.
Kejahatan lainnya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sebanyak 173 perkara, sedangkan yang diselesaikan sebanyak 82 perkara.
Sigit menekankan, Polri melakukan penegakan hukum berorientasi kepada korban, penyidik harus memberikan perlindungan dan pemenuhan hak korban khususnya perempuan dan anak.
Kemudian, penyidik PPA juga mempertimbangkan dampak dan kerugian kepada korban sebagai pemberatan kepada tersangka.
Jaminan Perlindungan
Kabar baik tersebut mendapatkan respons positif yang tinggi dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga yang secara khusus telah menyampaikan apresiasi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo atas rencana peningkatan status Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) menjadi direktorat tersendiri di Bareskrim Polri dan Polda.
Pembentukan direktorat pelayanan perempuan dan anak dinilai akan memberikan kemudahan dan percepatan terhadap kasus-kasus kejahatan yang dialami anak dan perempuan.
Menteri Bintang mengapresiasi kerja keras Kapolri dan jajarannya selama ini dalam menangani berbagai kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak termasuk juga dalam penanganannya agar jangan sampai korban jatuh menjadi korban untuk kedua kalinya.
Upaya tersebut diharapkan Bintang mampu memberikan rasa aman bagi korban yang akan melapor dan mendapatkan pendampingan secara psikologis dari petugas wanita sehingga betul-betul memberikan perlindungan dan memberikan pendampingan yang baik.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat telah terjadi belasan ribu kasus kekerasan pada anak dan perempuan selama periode 1 Januari hingga 31 Desember 2021.
Rinciannya, sebanyak 7.639 kasus kekerasan menimpa perempuan dan 10.832 kasus kekerasan pada anak.
Sebanyak 73,7 persen kasus kekerasan perempuan merupakan kasus kekerasan di dalam rumah tangga. Sementara itu, kasus kekerasan pada anak didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7 persen.
Menteri Bintang mengatakan sudah mulai tumbuh keberanian di kalangan masyarakat untuk mengungkap kasus kekerasan seksual dibandingkan beberapa waktu sebelumnya sehingga saat ini lebih banyak kasus yang terungkap.
Hal ini tentu perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak khususnya Polri untuk mengawal keberanian masyarakat untuk mengungkap.
Maka reformasi dalam internal Polri kemudian mendatangkan ekspektasi dan harapan yang tinggi dari berbagai kalangan. Sebagai sebuah institusi yang mengemban amanah demikian besar, Polri menjadi ujung tombak penegakan hukum yang paling diandalkan masyarakat.
Bagi masyarakat, kabar baik itu berarti besar lantaran upaya penegakan hukum semakin menemui titik cerah sehingga harapan akan jaminan perlindungan keamanan semakin besar.
Salah satu langkah yang patut mendapatkan apresiasi di antaranya ketika Polri berencana membentuk satuan kerja baru, yaitu Kortas Tipikor (Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi) yang akan digawangi oleh mantan Penyidik Senior KPK, Novel Bawesdan dan 44 personil lainnya.
Sebelumnya Novel bersama 44 mantan Penyidik KPK yang telah berstatus ASN sudah bergabung dengan Polri sebagai penyidik.
Novel dan kawan-kawan akan mendapat penugasan khusus pada wilayah kerja masalah tindak pidana korupsi, sesuai keahlian yang selama ini ditekuninya.
Koordinator LSM Negeriku Indonesia Jaya C Suhadi SH MH menilai langkah berani Mabes Polri patut diapresiasi, karena dengan begitu pemberantasan korupsi tidak tersentralistik pada KPK.
Menurut dia, Kortas Tipikor Polri akan menjadi satuan kerja yang menjadi penyeimbang KPK dalam penanganan kasus korupsi.
Meskipun selama ini tidak jarang Polri dapat saja menjalankan tugas penyidikan pada tindak pidana korupsi, namun tidak pada pidana khusus, seperti rencana satuan kerja yang akan dibentuk Mabes Polri tersebut.
Sejatinya karena memang masalah korupsi harus dibuat secara khusus baik di tingkat pimpinan maupun di level kerja (penyidikan), agar pekerjaan memberantas korupsi bisa berjalan sesuai harapan masyarakat.
Muruah KPK
Upaya penegakan hukum khususnya penanganan korupsi disadari kemudian harus dilakukan secara bersama sehingga keberadaan bagian baru terkait penanganan korupsi dalam tubuh Polri sejatinya bukan untuk menyaingi KPK.
Marwah KPK tetap harus dijaga agar jangan sampai menurun dan tidak terkontaminasi kepentingan politik sehingga penanganan korupsi tidak tebang pilih.
Seperti diketahui, KPK menurut UU merupakan lembaga ad hoc atau lembaga yang keberadaannya menunjang keadaan penanganan korupsi.
Meski begitu kinerja kedua institusi tersebut diharapkan ke depan saling menopang satu sama lain.
Seiring dengan itu, kabar baik dari internal Polri berlanjut manakala Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berencana menaikkan status Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) menjadi Direktorat PPA tingkat Mabes dan polda.
Dinaikkannya status Unit PPA menjadi Direktorat PPA ini merupakan bagian dari program transformasi organisasi Polri yang dijanjikan oleh Kapolri dalam “fit and proper test” tahun lalu.
Kapolri Sigit menjelaskan, pengembangan Direktorat PPA tersebut, nantinya penanganan perkara terkait perempuan dan anak dilayani oleh petugas yang mayoristas polisi wanita (Polwan).
Selain itu, Direktorat PPA Polri nantinya juga disediakan layanan pendampingan psikologis guna mengembalikan suasana psikologi dari korban yang terdampak kekerasan.
Ini semua tentu untuk memberikan rasa aman bagi korban yang akan melapor dan mendapatkan pendampingan secara psikologis dari petugas wanita, sehingga betul-betul memberikan perlindungan dan memberikan pendampingan yang baik.
Sepanjang 2021 Polri mencatat kejahatan yang melibatkan perempuan dan anak yang dilaporkan sebanyak 2.524 perkara dengan penyelesaian perkara sebanyak 1.094 perkara.
Kejahatan lainnya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sebanyak 173 perkara, sedangkan yang diselesaikan sebanyak 82 perkara.
Sigit menekankan, Polri melakukan penegakan hukum berorientasi kepada korban, penyidik harus memberikan perlindungan dan pemenuhan hak korban khususnya perempuan dan anak.
Kemudian, penyidik PPA juga mempertimbangkan dampak dan kerugian kepada korban sebagai pemberatan kepada tersangka.
Jaminan Perlindungan
Kabar baik tersebut mendapatkan respons positif yang tinggi dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga yang secara khusus telah menyampaikan apresiasi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo atas rencana peningkatan status Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) menjadi direktorat tersendiri di Bareskrim Polri dan Polda.
Pembentukan direktorat pelayanan perempuan dan anak dinilai akan memberikan kemudahan dan percepatan terhadap kasus-kasus kejahatan yang dialami anak dan perempuan.
Menteri Bintang mengapresiasi kerja keras Kapolri dan jajarannya selama ini dalam menangani berbagai kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak termasuk juga dalam penanganannya agar jangan sampai korban jatuh menjadi korban untuk kedua kalinya.
Upaya tersebut diharapkan Bintang mampu memberikan rasa aman bagi korban yang akan melapor dan mendapatkan pendampingan secara psikologis dari petugas wanita sehingga betul-betul memberikan perlindungan dan memberikan pendampingan yang baik.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat telah terjadi belasan ribu kasus kekerasan pada anak dan perempuan selama periode 1 Januari hingga 31 Desember 2021.
Rinciannya, sebanyak 7.639 kasus kekerasan menimpa perempuan dan 10.832 kasus kekerasan pada anak.
Sebanyak 73,7 persen kasus kekerasan perempuan merupakan kasus kekerasan di dalam rumah tangga. Sementara itu, kasus kekerasan pada anak didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7 persen.
Menteri Bintang mengatakan sudah mulai tumbuh keberanian di kalangan masyarakat untuk mengungkap kasus kekerasan seksual dibandingkan beberapa waktu sebelumnya sehingga saat ini lebih banyak kasus yang terungkap.
Hal ini tentu perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak khususnya Polri untuk mengawal keberanian masyarakat untuk mengungkap.
Maka reformasi dalam internal Polri kemudian mendatangkan ekspektasi dan harapan yang tinggi dari berbagai kalangan. Sebagai sebuah institusi yang mengemban amanah demikian besar, Polri menjadi ujung tombak penegakan hukum yang paling diandalkan masyarakat.