Jakarta (ANTARA) - Indonesia meminta Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT) agar terus ditegakkan di tengah harapan dunia untuk terbebas dari ancaman senjata nuklir.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan hal itu dalam pertemuan High-level Plenary Meeting on the International Day for the Total Elimination of Nuclear Weapons yang diselenggarakan setiap tahun sesuai mandat Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Perlombaan senjata nuklir dan power projection (unjuk kekuatan -red) harus dihentikan agar tidak merusak integritas dan kredibilitas dari traktat nonproliferasi,” kata Retno ketika menyampaikan keterangan pers secara virtual pada Rabu.
Menurut Retno, hingga saat ini masih terdapat 13.000 senjata nuklir yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia.
Adanya kemungkinan senjata itu jatuh ke tangan aktor nonnegara (non-state actors), kata dia, harus menjadi landasan atau alasan kuat bagi semua negara untuk mempercepat perlucutan senjata nuklir.
“Dunia tidak akan pernah merasa aman sampai seluruh senjata tersebut dimusnahkan,” kata Menlu Retno.
Sebagai koordinator Gerakan Non Blok dan pendukung utama penghapusan total senjata nuklir, Indonesia juga menyoroti pentingnya penguatan arsitektur perlucutan senjata nuklir.
Pemberlakuan Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir tahun ini merupakan tonggak sejarah yang sangat penting, yang memberikan kerangka hukum untuk mendelegitimasi senjata nuklir.
“Pemusnahan senjata nuklir adalah satu-satunya cara untuk melindungi penghuni dan masa depan bumi ini. Dan saya tegaskan kalau dunia tidak akan mendapatkan manfaat dari keberadaan senjata nuklir,” tutur Retno.
Upaya untuk mendorong isu perlucutan senjata nuklir telah lama dilakukan bahkan sebelum pandemi COVID-19.
“Indonesia berpandangan bahwa COVID-19 tidak boleh membiarkan masyarakat internasional kehilangan fokus pada isu yang amat penting ini,” kata Menlu Retno.