Banjarmasin (ANTARA) - Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D1 mengatakan varian Delta masih mengancam di tengah penurunan level PPKM saat ini.
"September ini varian Delta masih menjadi varian dominan di Indonesia yaitu 59 persen dari total kasus penularan berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan," kata Hidayatullah di Banjarmasin, Rabu.
Menurut Muttaqin, Indonesia perlu bercermin pada situasi negara-negara ASEAN, Amerika Serikat dan Inggris yang sedang mengalami lonjakan kasus akibat varian Delta. Di sisi lain, terjadi peningkatan mobilitas penduduk dan diterapkannya sekolah tatap muka.
Ledakan kasus di Filipina, Malaysia, Thailand dan Vietnam pada 1-27 September mencapai 2,5 hingga 4 kali lipat kasus COVID-19 di Indonesia pada periode yang sama.
Situasi serupa juga dialami Singapura, padahal capaian vaksinasi, disiplin prokes dan upaya 3T negara ini sudah sangat tinggi dibandingkan Indonesia.
Sementara kasus Amerika Serikat dan Inggris pada periode yang sama bertambah sebanyak 3,8 juta dan 0,9 juta kasus baru. Bahkan kasus pada anak usia sekolah meningkat hampir satu juta dalam 4 minggu di AS seiring dengan sudah dibukanya sekolah tatap muka.
Untuk itulah, Muttaqin mengingatkan penurunan tingkat penularan dan kasus COVID-19 pada September ini tidak memicu pelonggaran kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat yang tidak terkontrol.
Ada beberapa hal yang menurut dia perlu diwaspadai sebagai sumber pendorong ledakan COVID-19 dan harus ada strategi mitigasinya.
Pertama, berdasarkan data Google dalam laporan mobilitas masyarakat di masa pandemi terjadi peningkatan mobilitas masyarakat.
Kedua, menurut data Monitoring Kepatuhan Protokol Kesehatan yang dirilis Satgas COVID-19 Pusat, terjadi penurunan prokes di masyarakat.
Ketiga dengan dilaksanakannya pembelajaran tatap muka maka risiko penularan di sekolah, keluarga dan masyarakat yang didorong oleh mobilitas guru dan murid dapat terjadi.
"September ini varian Delta masih menjadi varian dominan di Indonesia yaitu 59 persen dari total kasus penularan berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan," kata Hidayatullah di Banjarmasin, Rabu.
Menurut Muttaqin, Indonesia perlu bercermin pada situasi negara-negara ASEAN, Amerika Serikat dan Inggris yang sedang mengalami lonjakan kasus akibat varian Delta. Di sisi lain, terjadi peningkatan mobilitas penduduk dan diterapkannya sekolah tatap muka.
Ledakan kasus di Filipina, Malaysia, Thailand dan Vietnam pada 1-27 September mencapai 2,5 hingga 4 kali lipat kasus COVID-19 di Indonesia pada periode yang sama.
Situasi serupa juga dialami Singapura, padahal capaian vaksinasi, disiplin prokes dan upaya 3T negara ini sudah sangat tinggi dibandingkan Indonesia.
Sementara kasus Amerika Serikat dan Inggris pada periode yang sama bertambah sebanyak 3,8 juta dan 0,9 juta kasus baru. Bahkan kasus pada anak usia sekolah meningkat hampir satu juta dalam 4 minggu di AS seiring dengan sudah dibukanya sekolah tatap muka.
Untuk itulah, Muttaqin mengingatkan penurunan tingkat penularan dan kasus COVID-19 pada September ini tidak memicu pelonggaran kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat yang tidak terkontrol.
Ada beberapa hal yang menurut dia perlu diwaspadai sebagai sumber pendorong ledakan COVID-19 dan harus ada strategi mitigasinya.
Pertama, berdasarkan data Google dalam laporan mobilitas masyarakat di masa pandemi terjadi peningkatan mobilitas masyarakat.
Kedua, menurut data Monitoring Kepatuhan Protokol Kesehatan yang dirilis Satgas COVID-19 Pusat, terjadi penurunan prokes di masyarakat.
Ketiga dengan dilaksanakannya pembelajaran tatap muka maka risiko penularan di sekolah, keluarga dan masyarakat yang didorong oleh mobilitas guru dan murid dapat terjadi.