Jakarta (ANTARA) - Sunat atau khitan bagi laki-laki memiliki berbagai manfaat, tapi prosedur ini tidak boleh dilakukan bila anak mengalami hipospadia, kata dr. Arry Rodjani, Sp.U (K) dari Divisi Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

"Penting disadari oleh orangtua untuk tidak mengkhitan anak dengan hipospadia karena kulit kulup yang ada akan digunakan untuk jaringan pembuatan saluran kemih," jelas Dokter Spesialis Urologi Siloam Hospitals ASRI dalam webinar kesehatan, Jumat.

Arry menjelaskan, hipospadia merupakan kelainan bawaan lahir pada genitalia pria yang ditandai dengan letak lubang saluran kemih yang tidak terletak pada ujung penis, tetapi bagian bawah batang penis. Kulit kulup tidak terbentuk sempurna dan tampak berkumpul di bagian atas penis sedangkan bagian bawahnya tidak tertutup (seperti hoodie) dan penis akan tampak bengkok saat ereksi.

Idealnya, pasien hipospadia dioperasi antara usia 6-24 bulan. Pada rentang usia itu, proses pemulihan berlangsung lebih cepat.

"Kalau orang dewasa, operasi lebih sulit, ada faktor ereksi, dan penyembuhan luka lebih baik pada anak."

Operasi rekonstruksi pada penderita hipospadia bertujuan untuk fungsional dan kosmetik. Fungsional, artinya pasien diharapkan bisa memiliki penis lurus ketika ereksi.

"Agar ketika dewasa aktivitas seksualnya tidak terganggu, jika bengkok aktivitas seksual akan terganggu."

Selain itu lubang saluran kemih dibuatkan sampai mendekati ujung penis. Dengan demikian, pasien bisa buang air kecil dengan aliran urine lurus ke depan saat posisi berdiri.

"Kalau anak berdiri, dia bisa pipis ke arah depan, tidak membasahi celananya."

Perbaikan itu tak cuma mempengaruhi masalah buang air kecil, tetapi juga aktivitas seksual. Jika saluran kencing ada di bagian depan, pasien takkan bermasalah dalam hal ejakulasi dan bisa membuahi sel telur.

"Kalau saluran kencing tidak di depan, kalau ejakulasi tidak bisa sampai ke dalam vagina," jelas dia.

Sementara itu, operasi rekonstruksi dengan tujuan kosmetik dilakukan agar tampilan penis tampak seperti penis normal yang sudah disunat.

Operasi dalam kasus hipospadia bisa selesai dalam satu tahap, tapi bisa juga baru rampung setelah beberapa tahap tergantung dari tingkat kesulitan yang dihadapi. Ketika ditangani sejak dini, pasien diharapkan sudah selesai menjalani prosedur operasi saat berusia dua tahun.

Di sisi lain, dia juga menjelaskan komplikasi yang bisa terjadi dari operasi untuk kasus hipospadia. Di antaranya adalah meatal stenosis, yakni penyempitan pada saluran yang dibuat. Ada juga risiko kebocoran saluran kencing atau fistula uretrokutan.

"Tapi dengan teknik operasi yang baik, bisa kita perbaiki enam bulan setelah operasi sambil menunggu jaringan sembuh, baru ditutup."

Risiko komplikasi lainnya kurvatur, atau penis yang bengkok. Namun bila kelengkungannya tidak mengganggu fungsi, termasuk aktivitas seksual, dia mengatakan revisi tidak diperlukan.


Faktor risiko

Hipospadia merupakan cacat lahir pada anak laki-laki di mana lokasi uretra tidak terletak di ujung penis. Pada anak laki-laki dengan hipospadia, uretra terbentuk secara abnormal pada minggu ke 8-14 kehamilan. Letak lubang uretra berada di bagian bawah dengan variasinya, mulai dari tepat di bawah ujung penis hingga skrotum. Ada beberapa tingkatan dalam hipospadia, ada kasus hipospadia yang ringan yang baru diketahui saat anak akan menjalani sirkumsisi dan ada kasus dengan tingkatan yang lebih parah dan dapat terlihat pada saat pemeriksaan fisik.

Hipospadia merupakan kasus kelainan genital yang sering ditemukan. Dia menuturkan, angka kejadian hipospadia berkisar 1 dari 200-300 kelahiran bayi laki-laki. Hipospadia terjadi akibat terganggunya pembentukan kelamin saat pertumbuhan janin. Kelainan ini tidak menimbulkan rasa sakit, namun menyebabkan gangguan saat berkemih.

Dia mengatakan,faktor risiko yang berhubungan dengan hipospadia biasanya disebabkan karena genetik, kondisi plasenta (ari-ari ibu), dan lingkungan. Selain itu, kelainan pada endokrin serta bayi yang berat badan lahirnya rendah juga merupakan salah satu faktor terjadinya kasus hipospadia.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengatakan lingkungan, makanan dan minuman atau obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama kehamilan juga berkontribusi sebagai faktor risiko. Risiko hipospadia juga lebih tinggi pada perempuan yang hamil lewat bantuan teknologi reproduksi, serta mengonsumsi hormon tertentu sebelum atau selama kehamilan.

Akhir-akhir ini, angka kejadian disinyalir lebih sering terjadi yang diduga disebabkan faktor polusi udara, penggunaan insektisida pada bahan-bahan makanan, penggunaan kosmetik saat kehamilan dan zat-zat lain yang dapat mengganggu sistem endokrin saat kehamilan sebagai penyebab terjadinya hipospadia.

“Gradasi hipospadia pada umumnya berdasarkan lokasi anatomis dari ujung lubang saluran kemih. Secara sederhana dapat dibagi ringan, sedang dan berat," katanya.

Meskipun demikian, lokasi anatomi dari ujung lubang saluran kemih mungkin tidak selalu cukup untuk menjelaskan tingkat keparahan dan sifat komplek dari penyakit ini. Perlu juga mempertimbangkan panjang penis, ukuran, bentuk, kualitas lempeng saluran kemih dan derajat kelengkungan penis.

Pada umumnya, kelainan ini mudah didiagnosis saat bayi lahir, kecuali varian tertentu.

“Diagnostik penderita Hipospadia dapat dengan mudah ditegakkan. Namun demikian, Hipospadia berat dengan testis yang tidak teraba baik satu sisi maupun keduanya, atau dengan kelamin ambigu, membutuhkan pemeriksaan genetik dan endokrin segera setelah lahir untuk menyingkirkan Disorder Sexual Development (DSD)".

Pewarta : Nanien Yuniar
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024