Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menerapkan aturan wajib lapor terhadap pemuda berinisial HL alias Ucok yang menjadi tersangka kasus menghina Palestina melalui konten video yang diunggah ke media sosial TikTok.
Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana di Mataram, Jumat, mengatakan, pihaknya menerapkan aturan wajib lapor setelah kasusnya diselesaikan dengan mengedepankan keadilan restoratif (restorative justice).
"Jadi penahanannya sudah ditangguhkan, sekarang kepada yang bersangkutan kita terapkan wajib lapor," kata Ekawana.
Terkait dengan penanganan kasusnya yang sudah naik ke penyidikan dan menetapkan HL sebagai tersangka yang diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Ekawana mengungkapkan bahwa unsur pidana terkait ujaran kebenciannya itu ditujukan terhadap negara lain.
"Niatnya (ujaran kebencian) memang ada, tapi secara hukum, perbuatannya tidak memenuhi unsur pidana, karena itu ditujukan untuk negara lain, bukan negara kita," ujarnya.
Adanya permintaan maaf secara langsung maupun yang disampaikan melalui akun media sosial TikTok pribadinya juga menjadi pertimbangan penyidik menerapkan "Restorative Justice".
Dalam permintaan maafnya, HL mengakui kesalahannya. Dia mengaku tidak mengetahui secara jelas masalah yang terjadi antara Palestina dan Israel. Melainkan video unggahannya itu diharapkan hanya sebagai bahan lelucon di media sosial.
"Jadi ada kemungkinan nanti kasusnya dihentikan. Tentu kita tunggu setelah ada SP3 (surat penetapan penghentian penyidikan)," kata Ekawana.
Dalam kasus ini, HL melalui unggahan videonya di media sosial TikTok yang berdurasi 13 detik dilaporkan telah memuat nada penghinaan terhadap Palestina.
Untuk itu pada Sabtu (15/5) kepolisian mengambil tindakan dengan menangkap HL di rumahnya di wilayah Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, konten video yang diunggahnya melalui akun TikTok @ucokbangcok terindikasi telah memenuhi unsur pidana yang bermuatan SARA. Sehingga, HL ditetapkan sebagai tersangka dan langsung menjalani penahanan di Rutan Polda NTB.
Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana di Mataram, Jumat, mengatakan, pihaknya menerapkan aturan wajib lapor setelah kasusnya diselesaikan dengan mengedepankan keadilan restoratif (restorative justice).
"Jadi penahanannya sudah ditangguhkan, sekarang kepada yang bersangkutan kita terapkan wajib lapor," kata Ekawana.
Terkait dengan penanganan kasusnya yang sudah naik ke penyidikan dan menetapkan HL sebagai tersangka yang diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Ekawana mengungkapkan bahwa unsur pidana terkait ujaran kebenciannya itu ditujukan terhadap negara lain.
"Niatnya (ujaran kebencian) memang ada, tapi secara hukum, perbuatannya tidak memenuhi unsur pidana, karena itu ditujukan untuk negara lain, bukan negara kita," ujarnya.
Adanya permintaan maaf secara langsung maupun yang disampaikan melalui akun media sosial TikTok pribadinya juga menjadi pertimbangan penyidik menerapkan "Restorative Justice".
Dalam permintaan maafnya, HL mengakui kesalahannya. Dia mengaku tidak mengetahui secara jelas masalah yang terjadi antara Palestina dan Israel. Melainkan video unggahannya itu diharapkan hanya sebagai bahan lelucon di media sosial.
"Jadi ada kemungkinan nanti kasusnya dihentikan. Tentu kita tunggu setelah ada SP3 (surat penetapan penghentian penyidikan)," kata Ekawana.
Dalam kasus ini, HL melalui unggahan videonya di media sosial TikTok yang berdurasi 13 detik dilaporkan telah memuat nada penghinaan terhadap Palestina.
Untuk itu pada Sabtu (15/5) kepolisian mengambil tindakan dengan menangkap HL di rumahnya di wilayah Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, konten video yang diunggahnya melalui akun TikTok @ucokbangcok terindikasi telah memenuhi unsur pidana yang bermuatan SARA. Sehingga, HL ditetapkan sebagai tersangka dan langsung menjalani penahanan di Rutan Polda NTB.