Palembang (ANTARA) - Harga karet untuk kadar kering (KKK) 100 persen diperkirakan bakal bertahan di kisaran Rp18.000—Rp19.000 per kilogram karena dipengaruhi sejumlah faktor terkini dalam perekonomian global sejak awal tahun 2021.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Aprian di Palembang, Rabu, mengatakan, harga karet pada awal tahun 2021 sempat terkoreksi melemah karena efek Libur Natal dan Tahun Baru, kemudian mulai terkoreksi kembali setelah perdagangan kembali berjalan normal.
“Kami (Disbun) memperkirakan harga hanya bermain direntang Rp18.000-Rp19.000 per kg pada periode awal tahun ini,” kata Rudi.
Berdasarkan analisa Dinas Perdagangan dan Gapkindo Sumsel diketahui terjadi harga keseimbangan baru di masa pendemi COVID-19 pada November 2020. Jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan, khususnya supply dan demand di pasar Singapore Commodity Exchange (SICOM).
Dilihat dari grafik harga rata rata mingguan pada periode itu, harga keseimbangan baru berkisaran antara Rp18.146—Rp18.711 per Kg untuk KKK 100 persen. Namun pada saat tertentu, harga berfluktuasi akibat pengaruh perubahan pertumbuhan ekonomi dunia, kondisi pasar otomotif, harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah.
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi fluktuasi harga karet adalah faktor iklim dan gangguan kondisi alam yang mempengaruhi suplai karet alam di pasar global hingga permainan spekulan pasar karet alam di bursa Singapore dan bursa Shanghai.
Baca juga: Pemkab Muba dorong petani gunakan aplikasi daring pasarkan bokar
Pada awal tahun ini, pergerakan harga karet yang cukup signifikan belum dapat diprediksi karena belum adanya keyakinan investor terhadap keberhasilan vaksinasi anti COVID-19.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi global terkini disadari belum memicu peningkatkan permintaan karet di pasar internasional. Apalagi, negara-negara besar produsen karet juga belum pulih pasca cuaca ekstrem La Nina dan penyakit gugur daun pohon karet.
Walau dalam situasi dan kondisi tersebut, Indonesia bersama dua negara produsen lainnya yakni Thailand dan Malaysia tetap berkomitmen menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan karet alam di pasar global.
Bagi petani karet Sumatera Selatan, jika harga karet untuk KKK 100 persen berkisar Rp18.000—Rp19.000/Kg itu maka sama saja memperoleh Rp10.000—Rp12.000/Kg untuk karet dengan tingkat pengeringan 50 persen.
Harga tersebut sudah jauh lebih baik jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya saat anjlok yakni hanya senilai Rp6.000—Rp7.000/Kg.
Namun, kenaikan harga saat ini yang menikmati hanya 25 persen dari petani karet di Sumsel, selebihnya masih tergantung dengan harga pengepul. Saat ini Sumsel memproduksi 1.164.042 ton karet kering dari lahan seluas 1.311.422 Hektare dan 590.502 Kepala Keluarga.
Untuk itu Pemprov Sumatera Selatan terus mendorong petani karet segera bergabung di Unit Pengolahan dan Pemesaran Bokar (UPPB).
Berbagai manfaat yang didapat petani karet antara lain, selain harga jual bokar yang jauh lebih tinggi dengan selisih Rp.3000---Rp4.000/Kg, UPPB juga memperpendek rantai tataniaga dengan Lelang 4S (Satu Desa, Satu mutu, Satu harga dan Satu hari lelang).
Per Desember 2020, jumlah UPPB yang sudah terbentuk di Provinsi Sumatera Selatan mencapai 284 UPPB, yang mana 67 UPPB itu terbentuk pada 2020. Sementara pada 2021, ditargetkan adanya penambahan UPPB sebanyak 75 unit.
Baca juga: Sumatera Selatan dorong hilirisasi karet, siapkan dua produk unggulan
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Aprian di Palembang, Rabu, mengatakan, harga karet pada awal tahun 2021 sempat terkoreksi melemah karena efek Libur Natal dan Tahun Baru, kemudian mulai terkoreksi kembali setelah perdagangan kembali berjalan normal.
“Kami (Disbun) memperkirakan harga hanya bermain direntang Rp18.000-Rp19.000 per kg pada periode awal tahun ini,” kata Rudi.
Berdasarkan analisa Dinas Perdagangan dan Gapkindo Sumsel diketahui terjadi harga keseimbangan baru di masa pendemi COVID-19 pada November 2020. Jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan, khususnya supply dan demand di pasar Singapore Commodity Exchange (SICOM).
Dilihat dari grafik harga rata rata mingguan pada periode itu, harga keseimbangan baru berkisaran antara Rp18.146—Rp18.711 per Kg untuk KKK 100 persen. Namun pada saat tertentu, harga berfluktuasi akibat pengaruh perubahan pertumbuhan ekonomi dunia, kondisi pasar otomotif, harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah.
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi fluktuasi harga karet adalah faktor iklim dan gangguan kondisi alam yang mempengaruhi suplai karet alam di pasar global hingga permainan spekulan pasar karet alam di bursa Singapore dan bursa Shanghai.
Baca juga: Pemkab Muba dorong petani gunakan aplikasi daring pasarkan bokar
Pada awal tahun ini, pergerakan harga karet yang cukup signifikan belum dapat diprediksi karena belum adanya keyakinan investor terhadap keberhasilan vaksinasi anti COVID-19.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi global terkini disadari belum memicu peningkatkan permintaan karet di pasar internasional. Apalagi, negara-negara besar produsen karet juga belum pulih pasca cuaca ekstrem La Nina dan penyakit gugur daun pohon karet.
Walau dalam situasi dan kondisi tersebut, Indonesia bersama dua negara produsen lainnya yakni Thailand dan Malaysia tetap berkomitmen menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan karet alam di pasar global.
Bagi petani karet Sumatera Selatan, jika harga karet untuk KKK 100 persen berkisar Rp18.000—Rp19.000/Kg itu maka sama saja memperoleh Rp10.000—Rp12.000/Kg untuk karet dengan tingkat pengeringan 50 persen.
Harga tersebut sudah jauh lebih baik jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya saat anjlok yakni hanya senilai Rp6.000—Rp7.000/Kg.
Namun, kenaikan harga saat ini yang menikmati hanya 25 persen dari petani karet di Sumsel, selebihnya masih tergantung dengan harga pengepul. Saat ini Sumsel memproduksi 1.164.042 ton karet kering dari lahan seluas 1.311.422 Hektare dan 590.502 Kepala Keluarga.
Untuk itu Pemprov Sumatera Selatan terus mendorong petani karet segera bergabung di Unit Pengolahan dan Pemesaran Bokar (UPPB).
Berbagai manfaat yang didapat petani karet antara lain, selain harga jual bokar yang jauh lebih tinggi dengan selisih Rp.3000---Rp4.000/Kg, UPPB juga memperpendek rantai tataniaga dengan Lelang 4S (Satu Desa, Satu mutu, Satu harga dan Satu hari lelang).
Per Desember 2020, jumlah UPPB yang sudah terbentuk di Provinsi Sumatera Selatan mencapai 284 UPPB, yang mana 67 UPPB itu terbentuk pada 2020. Sementara pada 2021, ditargetkan adanya penambahan UPPB sebanyak 75 unit.
Baca juga: Sumatera Selatan dorong hilirisasi karet, siapkan dua produk unggulan