Palembang (ANTARA) - Tradisi senjata Keris Palembang kekurangan informasi terkait eksistensi empu atau ahli yang memahami pembuatan serta ragam filosofi bentuk dan sejarah senjata tersebut, kata budayawan Kota Palembang RM Ali Hanafiyah.
"Ini menjadi tugas Dinas Kebudayaan (Disbud) Palembang untuk meneliti apakah ada empu atau tidak dari Keris Palembang," ujarnya saat menjadi pembicara seminar kajian koleksi museum senjata tradisional Palembang, Sabtu.
Menurut dia, penggalian tentang eksistensi empu keris Palembang sudah memiliki beberapa petunjuk, seperti adanya Jalan Kepandean di Kecamatan Ilir Timur I yang dahulu menjadi kampung tempat para pandai besi memproduksi ragam senjata tajam.
Kampung itu tidak berjauhan dari Kampung Sayangan yang memproduksi ragam cetakan dari bahan kuningan, jika informasi tentang empu telah ditemukan maka khazanah kebudayaan Keris Palembang dapat dikatakan lengkap.
"Kalau di Pulau Jawa, empu-empu keris masih banyak sampai sekarang, sedangkan di Kota Palembang kami masih mencari-cari," katanya.
Ia menjelaskan tradisi Keris Palembang diduga dimulai sejak masa setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh yang mulanya dibawa oleh para priyayi dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Namun, saat berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam abad ke 17, Keris Jawa dari priyayi Demak mengalami perubahan seperti jumlah lekukan yang terhitung ganjil agar lebih dekat ke kebudayaan Melayu yang berbasis Islam.
Dalam perjalanannya fungsi keris yang digunakan untuk perang bergeser menjadi tanda kekuasaan sultan, lalu bergeser lagi menjadi pelengkap upacara-upacara adat dan benda bernilai magis sehingga banyak yang menyimpannya di rumah.
RM Ali Hanafiyah menyatakan ekistensi Keris Palembang saat ini sudah surut terutama sejak 1980-an ketika masyarakat Kota Palembang tidak lagi melaksanakan upacara mengantar keris yang menjadi bagian acara pernikahan.
"Sekarang di pakaian pengantin, kerisnya pun sudah dimodifikasi," ujarnya.
Seminar kajian koleksi museum senjata tradisional Palembang yang diselenggarakan Disbud Palembang, Sabtu (05/12) (ANTARA/Aziz Munajar/20)
Oleh karena itu ia menilai perlunya Disbud Palembang memperkaya informasi tentang Keris Palembang dan senjata-senjata tradisional Palembang lainnya seperti tombak lado, rambe ayam dan piso tuo agar identitas kesejarahan kota pempek itu semakin bernilai.
Sementara Kepala Disbud Palembang Zanariah menambahkan pihaknya berkomitmen mengeksistensikan senjata-senjata tradisional Palembang, salah satunya dengan menjadikannya koleksi museum SMB II Palembang.
"Masyarakat bisa dengan mudah melihat senjata-senjata khas Palembang di Museum SMB II tentu dengan informasi latar belakang sejarahnya, selain itu kami juga menerima jika ada masyarakat yang ingin menghibahkan senjata tradisionalnya," kata Zanariah.*
"Ini menjadi tugas Dinas Kebudayaan (Disbud) Palembang untuk meneliti apakah ada empu atau tidak dari Keris Palembang," ujarnya saat menjadi pembicara seminar kajian koleksi museum senjata tradisional Palembang, Sabtu.
Menurut dia, penggalian tentang eksistensi empu keris Palembang sudah memiliki beberapa petunjuk, seperti adanya Jalan Kepandean di Kecamatan Ilir Timur I yang dahulu menjadi kampung tempat para pandai besi memproduksi ragam senjata tajam.
Kampung itu tidak berjauhan dari Kampung Sayangan yang memproduksi ragam cetakan dari bahan kuningan, jika informasi tentang empu telah ditemukan maka khazanah kebudayaan Keris Palembang dapat dikatakan lengkap.
"Kalau di Pulau Jawa, empu-empu keris masih banyak sampai sekarang, sedangkan di Kota Palembang kami masih mencari-cari," katanya.
Ia menjelaskan tradisi Keris Palembang diduga dimulai sejak masa setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh yang mulanya dibawa oleh para priyayi dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Namun, saat berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam abad ke 17, Keris Jawa dari priyayi Demak mengalami perubahan seperti jumlah lekukan yang terhitung ganjil agar lebih dekat ke kebudayaan Melayu yang berbasis Islam.
Dalam perjalanannya fungsi keris yang digunakan untuk perang bergeser menjadi tanda kekuasaan sultan, lalu bergeser lagi menjadi pelengkap upacara-upacara adat dan benda bernilai magis sehingga banyak yang menyimpannya di rumah.
RM Ali Hanafiyah menyatakan ekistensi Keris Palembang saat ini sudah surut terutama sejak 1980-an ketika masyarakat Kota Palembang tidak lagi melaksanakan upacara mengantar keris yang menjadi bagian acara pernikahan.
"Sekarang di pakaian pengantin, kerisnya pun sudah dimodifikasi," ujarnya.
Oleh karena itu ia menilai perlunya Disbud Palembang memperkaya informasi tentang Keris Palembang dan senjata-senjata tradisional Palembang lainnya seperti tombak lado, rambe ayam dan piso tuo agar identitas kesejarahan kota pempek itu semakin bernilai.
Sementara Kepala Disbud Palembang Zanariah menambahkan pihaknya berkomitmen mengeksistensikan senjata-senjata tradisional Palembang, salah satunya dengan menjadikannya koleksi museum SMB II Palembang.
"Masyarakat bisa dengan mudah melihat senjata-senjata khas Palembang di Museum SMB II tentu dengan informasi latar belakang sejarahnya, selain itu kami juga menerima jika ada masyarakat yang ingin menghibahkan senjata tradisionalnya," kata Zanariah.*