Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum mantan sekretaris MA Nurhadi dan Rezky Herbiyono, Maqdir Ismail, menyatakan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa KPK dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (20/11), tidak dapat membuktikan keterlibatan kliennya.

Maqdir mengatakan bahwa saksi-saksi yang dihadirkan jaksa KPK, yakni Onggang J.N., Azhar Umar, dan Genta Arief Gunadi dalam kesaksiannya mengaku sama sekali tidak mengenal Nurhadi dan Rezky Herbiyono.

"Lebih lagi, para saksi tersebut ternyata tidak mengetahui hubungan antara Pak Nurhadi dan Rezky Herbiyono dengan Hiendra Soenjoto yang didakwa sebagai penyuap," ucap Maqdir dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu pagi.

Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap sejumlah Rp45,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014—2016 Hiendra Soenjoto dan gratifikasi senilai Rp37,287 miliar dari sejumlah pihak pada periode 2014—2017.

Maqdir menuturkan bahwa para saksi bahkan menyatakan tidak pernah mendengar adanya pengurusan perkara yang dilakukan Nurhadi dan Rezky untuk kepentingan Hiendra Soenjoto sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa KPK.

"Menurut hemat kami, para saksi yang dihadirkan jaksa KPK pada persidangan hari ini tidak dapat membuktikan ada peran Pak Nurhadi maupun Rezky Herbiyono dalam pengurusan perkara dari tingkat PN Jakarta Utara sampai dengan MA sebagaimana yang didakwakan jaksa KPK," kata Maqdir.

Saksi Onggang, lanjut dia, yang menjabat sebagai Legal Adviser di PT MIT, di dalam persidangan menerangkan bahwa penunjukan Rahmat Santoso sebagai kuasa hukum perkara PT MIT di tingkat peninjauan kembali (PK) didasarkan oleh kualitas dan profesionalitas yang bersangkutan, bukan karena ada hubungan sebagai adik ipar dari Nurhadi.

Bahkan, saksi Onggan mengaku baru mengetahui Rahmat Santoso dan Nurhadi memiliki hubungan keluarga saat kasus ini diperiksa oleh KPK.

"Seluruh perkara baik gugatan pertama (perbuatan melawan hukum) yang berkaitan dengan Hiendra Soenjoto, yakni dalam perkara PK pada tahun 2014—2015 yang diduga ada keterlibatan Pak Nurhadi itu nyatanya kalah. Demikian juga mengenai gugatan kedua (wanprestasi), juga kalah dari mulai tingkat pertama hingga kasasi yang diputus pada tahun 2017," kata Maqdir.

Selain itu, kata Maqdir, mengenai permintaan Hiendra agar eksekusi PN Jakarta Utara yang didasarkan adanya upaya hukum PK dan gugatan baru mengenai wanprestasi terhadap PT KBN (persero) ditangguhkan, ternyata juga tidak bisa.

"Eksekusi terhadap objek sengketa yang dimohon PT MIT agar ditangguhkan, nyata-nyata telah dieksekusi pada tanggal 20 Desember 2016, padahal putusan kasasi yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan kedua tersebut baru diputus pada tanggal 14 Desember 2017," kata Maqdir.

Maqdir juga menyebut bahwa keterangan saksi Genta menyatakan PT KBN yang menjadi lawan PT MIT dalam perkara itu, justru sudah mendapatkan pembayaran sebesar lebih kurang Rp6 miliar atas kewajiban PT MIT ketika dinyatakan pailit pada tahun 2017.

Pewarta : Fathur Rochman
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024