Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut selama persidangan terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi tidak kooperatif mengakui fakta adanya penerimaan sejumlah uang dalam perkara suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
"Berdasarkan info dari tim Jaksa Penuntut Umum yang menyidangkan perkaranya, terdakwa Imam Nahrawi tidak kooperatif mengakui fakta adanya penerimaan sejumlah uang maupun pengetahuannya mengenai dugaan pihak-pihak lain juga menerima sejumlah uang sebagaimana yang disampaikan penasihat hukumnya tersebut," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut sebagai respons atas pernyataan penasihat hukum Imam yang menyebut JPU KPK tidak mendalami lebih lanjut soal sadapan pembicaraan aliran uang kepada Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasih dan mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Adi Toegarisman.
Baca juga: Hakim tolak permohonan "justice collaborator" mantan Menpora Imam Nahrawi
Baca juga: Kasus suap Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar, eks Menpora Imam Nahrawi berharap bebas
Lebih lanjut, Ali mengatakan perkara tersebut sudah diputus Majelis Hakim dan terdakwa Imam sudah dinyatakan bersalah karena sejak awal penyidikan KPK juga mempunyai alat bukti yang cukup soal keterlibatan Imam.
"Di antaranya soal sadapan tersebut justru merupakan petunjuk benar adanya penerimaan uang oleh terdakwa selaku Menpora saat itu," ungkap Ali.
Menurut dia, apabila tim penasihat hukum Imam tidak menerima putusan, masih ada langkah upaya hukum lain yang dapat ditempuhnya.
"Dan jika saat ini tim penasihat hukum maupun terdakwa Imam Nahrawi mempunyai bukti-bukti yang sekarang akan diakuinya, silakan lapor ke KPK," ujar Ali.
Sebelumnya, dalam persidangan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Imam mengaku pernah menerima sejumlah uang dari Dwi Satya untuk diberikan kepada pihak Kejaksaan Agung dan BPK.
Baca juga: Imam Nahrawi ajukan "justice collaborator"
Baca juga: Jaksa KPK: Pebulu tangkis Taufik Hidayat perantara gratifikasi untuk Imam Nahrawi
Dwi Satya adalah teman kuliah Ulum dan merupakan pengusaha alat perang.
Ulum sempat menyatakan bahwa Achsanul menerima Rp3 miliar dan Adi Toegarisman menerima Rp7 miliar terkait dengan kasus penyaluran dana hibah dari Kemenpora ke KONI.
Dwi Satya, menurut Ulum, mengumpulkan uang sekitar Rp3 miliar sampai Rp5 miliar karena kebutuhan ke Kejagung waktu itu sebesar Rp7 miliar.
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/6) telah menjatuhkan vonis terhadap Imam selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan, karena terbukti menerima suap senilai Rp11,5 miliar dan gratifikasi sebesar Rp18,348 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI.
Baca juga: Taufik Hidayat akui jadi kurir penerima uang mantan Menpora Imam Nahrawi
Baca juga: KPK telusuri kebenaran Imam Nahrawi gunakan telepon genggam di rutan
"Berdasarkan info dari tim Jaksa Penuntut Umum yang menyidangkan perkaranya, terdakwa Imam Nahrawi tidak kooperatif mengakui fakta adanya penerimaan sejumlah uang maupun pengetahuannya mengenai dugaan pihak-pihak lain juga menerima sejumlah uang sebagaimana yang disampaikan penasihat hukumnya tersebut," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut sebagai respons atas pernyataan penasihat hukum Imam yang menyebut JPU KPK tidak mendalami lebih lanjut soal sadapan pembicaraan aliran uang kepada Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasih dan mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Adi Toegarisman.
Baca juga: Hakim tolak permohonan "justice collaborator" mantan Menpora Imam Nahrawi
Baca juga: Kasus suap Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar, eks Menpora Imam Nahrawi berharap bebas
Lebih lanjut, Ali mengatakan perkara tersebut sudah diputus Majelis Hakim dan terdakwa Imam sudah dinyatakan bersalah karena sejak awal penyidikan KPK juga mempunyai alat bukti yang cukup soal keterlibatan Imam.
"Di antaranya soal sadapan tersebut justru merupakan petunjuk benar adanya penerimaan uang oleh terdakwa selaku Menpora saat itu," ungkap Ali.
Menurut dia, apabila tim penasihat hukum Imam tidak menerima putusan, masih ada langkah upaya hukum lain yang dapat ditempuhnya.
"Dan jika saat ini tim penasihat hukum maupun terdakwa Imam Nahrawi mempunyai bukti-bukti yang sekarang akan diakuinya, silakan lapor ke KPK," ujar Ali.
Sebelumnya, dalam persidangan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Imam mengaku pernah menerima sejumlah uang dari Dwi Satya untuk diberikan kepada pihak Kejaksaan Agung dan BPK.
Baca juga: Imam Nahrawi ajukan "justice collaborator"
Baca juga: Jaksa KPK: Pebulu tangkis Taufik Hidayat perantara gratifikasi untuk Imam Nahrawi
Dwi Satya adalah teman kuliah Ulum dan merupakan pengusaha alat perang.
Ulum sempat menyatakan bahwa Achsanul menerima Rp3 miliar dan Adi Toegarisman menerima Rp7 miliar terkait dengan kasus penyaluran dana hibah dari Kemenpora ke KONI.
Dwi Satya, menurut Ulum, mengumpulkan uang sekitar Rp3 miliar sampai Rp5 miliar karena kebutuhan ke Kejagung waktu itu sebesar Rp7 miliar.
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/6) telah menjatuhkan vonis terhadap Imam selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan, karena terbukti menerima suap senilai Rp11,5 miliar dan gratifikasi sebesar Rp18,348 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI.
Baca juga: Taufik Hidayat akui jadi kurir penerima uang mantan Menpora Imam Nahrawi
Baca juga: KPK telusuri kebenaran Imam Nahrawi gunakan telepon genggam di rutan