Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Indonesia merayakan Idulfitri 1441 Hijriah yang jatuh pada hari Minggu (24/5) dengan cara berbeda ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
Perbedaan perayaan itu karena pandemi COVID-19 menerpa Indonesia seperti juga terhadap negara-negara lainnya. Total terkonfirmasi positif COVID-19 hingga Minggu (24/5) sebanyak 22.271 orang di Indonesia. Untuk mencegah penularan lebih luas lagi, Pemerintah menghimbau umat muslim untuk menunaikan salat Idulfitri di rumah masing-masing.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah mengeluarkan panduan untuk melakukan salat Id di rumah bisa dilakukan secara berjemaah ataupun mandiri. Salat berjemaah ketentuannya harus berjumlah empat orang. Satu orang bertindak sebagi imam, sementara tiga orang lainnya sebagai makmum.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo juga taat dengan anjuran tersebut, yaitu dengan "hanya" salat Idulfitri di halaman depan Wisma Bayurini, kediaman resmi presiden, yang masih berada di dalam kompleks Istana Kepresidenan RI, Bogor.
Baik Presiden Jokowi, Ibu Negara Iriana Jokowi, maupun putra bungsu mereka Kaesang Pangarep juga mengenakan masker saat salat. Total ada 10 orang, termasuk imam dan khatib yang mengikuti salat tersebut.
Peserta salat tersebut mungkin yang paling sedikit dibanding peserta salat Idulfitri bersama Presiden Jokowi pada tahun-tahun sebelumya.
Pada tanggal 16 Juli 2015, Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriana Jokowi menunaikan salat Idulfitri di Masjid Baiturrahman Banda Aceh. Sehari sebelumnya, Presiden bahkan melepas pawai takbir di Banda Aceh.
Menurut Presiden Jokowi, memilih Aceh sebagai tempat berlebaran pertama setelah menjabat sebagai presiden karena Aceh Serambi Mekah dan Aceh merupakan provinsi ujung paling barat Indonesia. Ia juga mengaku mencintai masyarakat Aceh dan ingin mengenang kembali saat-saat tinggal di Aceh pada tahun 1985—1987, yakni di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia bukan hanya seputaran Jakarta, melainkan terbentang luas dari Aceh hingga Papua.
"Supaya semuanya kita ini merasa Indonesia dan Jokowi itu presidennya Indonesia bukan milik Jakarta saja," kata Presiden.
Setahun kemudian, giliran ribuan warga Padang, Sumatera Barat, berkesempatan untuk menunaikan salat Idulfitri bersama Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi di Masjid Raya pada tanggal 6 Juli 2016.
Presiden Jokowi mengaku sangat terkesan dengan keramahtamahan masyarakat Padang. Menurutnya, baru kali ini berlebaran di Kota Padang.
"Saya melihat keramahtamahan masyarakat, melihat antusias dari pemudik yang dari rantau. Semuanya di sini berjalan aman, berjalan dengan baik. Tadi salat Id bersama dengan seluruh masyarakat juga berjalan dengan baik. Alhamdulillah," ungkap Presiden saat itu.
Dalam khotbah Idulfitri dengan tema 'Silaturahmi', khatib Urwatul Wusqa mengatakan bahwa silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah karena bagaimanapun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak akan ada artinya bila di dalamnya tidak ada persatuan yang kukuh dan kerja sama untuk menyelesaikan permasalahan umat dan bersama-sama menaati Allah.
Barulah pada tanggal 25 Juni 2017, Presiden Jokowi merayakan Idulfitri di Jakarta. Presiden Jokowi, Ibu Negara Iriana Joko Widodo beserta putrinya, Kahiyang Ayu, dan putranya, Kaesang Pangarep, melaksanakan salat Idul Fitri di Masjid Istiqlal.
Khatib salat saat itu adalah Quraish Shihab yang mengingatkan bahwa nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air adalah fitrah (naluri) manusia. Persatuan dan kesatuan, menurut Quraish, anugerah Tuhan yang tidak ternilai karena sebaliknya, perpecahan dan tercabik-cabiknya masyarkat adalah bentuk siksa Allah.
Quraish mengingatkan agar manusia tidak terperdaya dengan tipu daya iblis dan mengalami kepahitan akibat menurutinya.
"Saudara, kata iblis diambil dari bahasa Yunani Kuno, yakni diabolos yang berarti sosok yang memfitnah, yang memecah belah dan menanamkan prasangka buruk. Dengan beridulfitri hendaknya kita sadar tentang peranan iblis dan pengikut-pengikutnya dalam menyebar fitnah dan hoaks serta menanamkan buruk serta memecah belah kesatuan," kata Quraish menegaskan.
Tema kesatuan itu juga yang tampak dari suasana open house (gelar griya) yang diadakan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta.
Saat itu, Presiden Jokowi bersilaturahmi dengan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan dan Sandiaga Uno beserta masing-masing keluarga.
Pilkada DKI Jakarta pada medio 2017 memang sempat menimbulkan runcingnya politik identitas yang mengerucut kepada dua kutub yang berjauhan. Ada kubu yang mengangkat identitas agama tertentu, sementara satu kubu lagi mengangkat kebinekaan.
Anies datang bersama dengan istrinya, Fery Farhati Ganis dan anak-anaknya (Mutiara Annisa Baswedan, Mikail Azizi Baswedan, Kaisar Hakam Baswedan, dan Ismail Hakim Baswedan). Tepat di belakang Anies dan keluarga, Sandiaga Uno datang beserta dengan istrinya, Nur Asia, dan anaknya, Amyra Atheefa Uno.
Presiden Jokowi bersilaturahmi dengan Sandiaga Uno datang beserta istrinya, Nur Asia, dan anaknya, Amyra Atheefa Uno, di Istana Negara pada Idulfitri 2017. ANTARA/Desca Lidya Natalia
Suasana persatuan juga makin muncul setelah Pengurus Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) ikut bersilaturahmi dengan Presiden Jokowi di Istana Negara.
Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir M. Kapitra Ampera Yusuf Muhammad Martak, Muhammad Lutfi Hakim Habib Muchsin, Zaitun Rasmin, dan Deni bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka setelah Presiden mengadakan open house bagi masyarakat.
Seperti diketahui, GNPF MUI menggerakkan massa untuk ikut dalam "Aksi Bela Islam" yang pertama digelar pada tanggal 14 Oktober 2016. Selanjutnya, muncul rangkaian Aksi Bela Islam pada tanggal 4 November 2016 yang lebih dikenal dengan aksi 411, pada tanggal 2 Desember 2016 atau 212, lalu aksi 313, dan aksi 28 Maret 2017.
Aksi tersebut dilatarbelakangi tuntutan mereka dalam sidang penodaan agama yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pun bukan hanya para petinggi atau kubu yang berseteru yang mendapat jatah salaman dan senyuman dari Presiden, masyarakat biasa juga dapat bersalaman dengan Presiden setelah mengantre di Sekretariat Negara.
Masyarakat umum ada bersilaturahmi dengan mengenakan sarung dan sandal meski tidak sedikit yang mengenakan gamis. Mereka yang sudah selesai bersalaman dapat menikmati sajian istana, seperti somay, bakso, bakwan malang, hingga kue-kue kering di depan Wisma Negara.
Tidak hanya itu, Presiden juga menyediakan "bingkisan" berupa beras, gula, teh, dan minyak goreng ditambah roti dalam bungkusan merah putih yang dibagikan di depan Gedung II Setneg. Bagi mereka yang bersabar, Biro Pers Kepresidenan juga mencetak foto saat warga bersalaman dan warga dapat mendapatkan foto itu secara cuma-cuma.
Hal yang menarik, tidak hanya Presiden yang memberikan bingkisan, tetapi ada juga masyarakat yang memberikan "bingkisan" kepada Presiden, seperti amplop berisi surat dan CD lagu.
Setahun kemudian pada Idulfitri 1439 Hijriah yang jatuh pada tanggal 15 Juni 2018, Presiden Joko Widodo dan keluarga melangsungkan salat Idulfitri di lapangan Astrid, Kebun Raya Bogor. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Didin Saefuddin Buchori yang bertindak sebagai imam dan khatib dalam salat tersebut.
Dalam ceramah agama dengan tema "Meraih Kemuliaan Hidup Setelah Ramadan" Didin menyatakan bahwa mengusahakan kesejahteraan adalah kewajiban bagi kaum muslimin.
"Kita bisa berbagi dengan sesama saudara yang kebetulan tidak seberuntung kita. Kita santuni mereka, kita angkat mereka ke taraf yang lebih baik dan kita jadikan mereka bagian dari diri kita. Itulah inti puasa Ramadan yang kita lakukan dengan jalan demikian maka terbukalah pintu-pintu takwa yang menjadi tujuan puasa Ramadan," kata Didin.
"Berbagi" antara yang kaya dan miskin untuk bersalaman dengan Presiden Joko Widodo juga tampak pada Gelar Griya 2018 di Istana Kepresidenan RI, Bogor. Tampak masyarakat di sekitar Bogor yang cukup mengenakan kaus, celana panjang, dan sandal jepit untuk bersilaturahmi.
Salah seorang masyarakat yang tampil dengan "sandalan" adalah Ajum Jumhadi, penarik becak yang biasa mangkal di depan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Paledang, Bogor.
"Ini pertama bertemu Presiden, pertama masuk Istana Presiden, saya hanya ingin mengucapkan selamat Idulfitri saja," kata Ajum Jumhadi yang datang bersama dengan rekan-rekannya yang juga menarik becak.
Ujang, petani asal Sukabumi juga mengaku datang karena ingin bersilaturahmi dengan Presiden. Ia mengaku datang berjalan kaki, 2 hari dua malam.
"Datang sendiri, tadi salaman langsung, Ya, minal aidin saja. Berangkat pada hari Rabu, jalan kaki menuju Bogor karena untuk mengirit ongkoslah. Setelah ini, ya, pulang ke Sukabumi lagi, jalan kaki lagi, enggak ada ongkos saya," kata Ujang.
Seusai bertemu, bersalaman, dan berfoto dengan Presiden Joko Widodo, Ajum, Ujang, dan rekan-rekannya mendapat santapan makan siang berupa lontong sayur dan opor di bawah tenda hijau yang sengaja dipasang di halaman belakang Istana Bogor. Mereka pun mendapat "oleh-oleh" paket sembako saat melangkah keluar gerbang Istana.
Ajum dan Ujang bersalaman tidak jauh dari posisi "antre" para pejabat negara maupun tokoh-tokoh politik seperti para menteri Kabinet Kerja, para kepala lembaga negara seperti Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Ketua DPD Oesman Sapta Odang, Ketua BPK Moermahadi S. Djanegara, dan lainnya.
Selanjutnya, pada Idulfitri 1440 Hijriah, Presiden Jokowi dan keluarga melakukan kembali salat Idulfitri di Masjid Istiqlal, Jakarta, 5 Juni 2019.
Imam salat sekaligus khatib yakni Guru Besar Ilmu Hadis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Said Agil Husin Al Munawar.
Dalam khotbah Idulfitri dengan tema "Menebar Maaf Membangun Kebersamaan", Said menyampaikan Ramadan merupakan bulan penempaan bagi umat muslim untuk menahan diri dan mengendalikan diri dari tipu daya setan yang dapat merusak tata harmoni masyarakat dan takwa kepada Allah Swt.
Mungkin karena Idulfitri 2019 dekat dengan waktu pengumuman hasil rekapitulasi pemilihan umum yang dimenangi Presiden Joko Widodo, open house kali ini diselenggarakan lebih meriah daripada biasanya, masyarakat membeludak untuk hadir.
Kegiatan silaturahmi dengan masyarakat sendiri dijadwalkan mulai pukul 09.30 hingga pukul 11.00 WIB. Sebelumnya, Presiden dan Ibu Negara bersilaturahmi dengan para pejabat negara serta duta besar dimulai pukul 09.00 WIB hingga 09.30 WIB yang juga didatangi Wakil Presiden terpilih (saat itu) Kiai Haji Ma'ruf Amin datang bersama istrinya, Wury Estu Handayani.
Masyarakat yang datang awalnya berkempul di Jalan Silang Monas Barat Laut, tepat di depan Istana Merdeka. Sudah ada tenda dan panggung serta makanan ringan yang disiapkan oleh Sekretariat Kepresidenan untuk warga. Dari sana mereka memasuki halaman Gedung Sekretariat Negara, kemudian mengantre di tenda di halaman Istana Negara untuk masuk ke Istana Negara.
Namun, pada pukul 10.55 WIB baru sekitar 100 warga yang bersalaman dengan Presiden dan Ibu Negara, padahal di tiga tenda tempat menunggu lainnya ratusan warga yang menanti masuk, sementara Presiden Jokowi dan keluarga sudah dijadwalkan berangkat ke Solo, Jawa Tengah.
Akhirnya Presiden Jokowi memutuskan untuk mendatangi setiap tenda yang masih dipenuhi warga di tiga tenda tersebut. Ibu Negara Iriana yang tadinya ikut bersalaman di Istana Negara akhirnya memilih untuk kembali ke Istana karena warga terus mengerumun. Padahal, matahari saat itu sedang terik-teriknya.
Sekitar 20 menit bersalaman dengan warga di tenda kedua, Presiden yang terus dijaga oleh Paspampres mendatangi tenda di sisi barat laut Monas menggunakan mobil golf.
Di lokasi itu sekitar 2.000 warga juga sudah menantikan Presiden sehingga Presiden pun naik ke atas panggung untuk menyapa warga.
"Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat Idulfitri 1 Syawal 1440 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin. Minal aidzin walfaidzin saya mohon maaf karena yang di Istana yang ngantre juga masih banyak, yang di sni jauh lebih banyak sehingga saya lebih baik datang ke sini, benar?" kata Presiden dari atas panggung.
Massa pun makin merengsek ke atas panggung.
"Karena sebentar lagi saya juga harus pulang kampung. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ibu yang sudah rela datang ke sini dan sekali lagi mohon maaf saya tidak bisa datang satu per satu," kata Presiden lagi.
Warga pun menyambut pernyataan Presiden dengan tepuk tangan dan teriakan.
"Ya, begini saja, fotonya bareng-bareng saja saya ke situ. Itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih," ungkap Presiden.
Presiden pun berfoto bersama dengan warga dari atas panggung.
Periode Kedua
Namun, pada Idulfitri 1441 Hijriah, 24 Mei 2020, hanya salawat syahdu dilantuntukan pegawai Istana Kepresidenan RI, Bogor, Herawan selaku bilal yang menyambut kedatangan Presiden Jokowi, Ibu Negara Iriana Joko Widodo, dan Kaesang Pangarep untuk menunaikan salat Idulfitri di halaman depan Wisma Bayurini, kompleks Istana Kepresidenan RI, Bogor.
Presiden Jokowi mengenakan kemeja putih lengan panjang, sarung biru, dan kopiah hitam, sedangkan Ibu Negara Iriana Joko Widodo mengenakan mukena putih. Keduanya pun mengenakan masker. Sementara itu, Kaesang mengenakan kemeja putih lengan panjang, sarung batik dan kopiah hitam, serta tak lupa menggunakan masker hitam
Beberapa perangkat melekat juga ikut menunaikan salat Id, antara lain Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) Kolonel Inf. Achiruddin, Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden Erlin Suastini, Asisten Ajudan Presiden Lettu Inf. Mat Sony Masturi, dan Pengawal Pribadi Presiden Lettu Inf. Windra Sanur yang seluruhnya mengenakan masker.
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Baitussalam Istana Kepresidenan RI, Bogor, Muhammadun memimpin salat tersebut.
Dalam khotbahnya yang bertema "Idulfitri Momentum Hijrah", Muhammadun menyampaikan Idulfitri adalah momentum untuk menghapus segala dosa dan kesalahan, serta momentum untuk hijrah menuju kebaikan.
"Jika sebelum Ramadan, kita saling bermusuhan, saling menghina satu sama lain, banyak melakukan kesalahan, setelah Idulfitri ini, mari kita komitmen untuk memperbaiki diri, saling rukun, saling bermaafan, saling bersatu, dan saling mempererat persaudaraan,” kata Muhammadun.
Presiden Jokowi juga sempat menyampaikan pesan Idulfitri kepada masyarakat lewat video sehari sebelum Lebaran.
"Bapak, ibu, saudara-saudara sekalian, hari raya Idulfitri kali ini kita rayakan dengan cara yang berbeda karena menuntut pengorbanan kita semua tidak dapat mudik dan silaturahmi seperti biasanya. Saya merasakan hal ini sangatlah berat, tapi keselamatan handai tolan dan sanak saudara tentu lebih penting dan harus menjadi prioritas kita semua. Saya yakin, bersama-sama kita bangsa Indonesia akan mampu melewati ujian berat ini," kata Presiden dalam video tersebut.
Memang perayaan Idulfitri kali ini dirayakan dengan kesabaran dan ketenangan guna memenangi virus corona yang tak kasatmata. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama dari semua pihak.
Akhirnya seperti pernyataan ulama terkenal sekaligus pakar di bidang kedokteran pada abad ke-10 Ibnu Sina atau juga dikenal Avicenna yang juga dikutip Presiden bahwa delusi (dapat juga diartikan kepanikan) adalah setengah dari penyakit, ketenangan adalah setengah dari obat, kesabaran adalah awal dari penyembuhan.
Kesimpulannya, jangan panik, jangan mudik, tetap cerdik untuk di rumah saja demi kesehatan publik, demi kesembuhan republik.
Perbedaan perayaan itu karena pandemi COVID-19 menerpa Indonesia seperti juga terhadap negara-negara lainnya. Total terkonfirmasi positif COVID-19 hingga Minggu (24/5) sebanyak 22.271 orang di Indonesia. Untuk mencegah penularan lebih luas lagi, Pemerintah menghimbau umat muslim untuk menunaikan salat Idulfitri di rumah masing-masing.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah mengeluarkan panduan untuk melakukan salat Id di rumah bisa dilakukan secara berjemaah ataupun mandiri. Salat berjemaah ketentuannya harus berjumlah empat orang. Satu orang bertindak sebagi imam, sementara tiga orang lainnya sebagai makmum.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo juga taat dengan anjuran tersebut, yaitu dengan "hanya" salat Idulfitri di halaman depan Wisma Bayurini, kediaman resmi presiden, yang masih berada di dalam kompleks Istana Kepresidenan RI, Bogor.
Baik Presiden Jokowi, Ibu Negara Iriana Jokowi, maupun putra bungsu mereka Kaesang Pangarep juga mengenakan masker saat salat. Total ada 10 orang, termasuk imam dan khatib yang mengikuti salat tersebut.
Peserta salat tersebut mungkin yang paling sedikit dibanding peserta salat Idulfitri bersama Presiden Jokowi pada tahun-tahun sebelumya.
Pada tanggal 16 Juli 2015, Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriana Jokowi menunaikan salat Idulfitri di Masjid Baiturrahman Banda Aceh. Sehari sebelumnya, Presiden bahkan melepas pawai takbir di Banda Aceh.
Menurut Presiden Jokowi, memilih Aceh sebagai tempat berlebaran pertama setelah menjabat sebagai presiden karena Aceh Serambi Mekah dan Aceh merupakan provinsi ujung paling barat Indonesia. Ia juga mengaku mencintai masyarakat Aceh dan ingin mengenang kembali saat-saat tinggal di Aceh pada tahun 1985—1987, yakni di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia bukan hanya seputaran Jakarta, melainkan terbentang luas dari Aceh hingga Papua.
"Supaya semuanya kita ini merasa Indonesia dan Jokowi itu presidennya Indonesia bukan milik Jakarta saja," kata Presiden.
Setahun kemudian, giliran ribuan warga Padang, Sumatera Barat, berkesempatan untuk menunaikan salat Idulfitri bersama Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi di Masjid Raya pada tanggal 6 Juli 2016.
Presiden Jokowi mengaku sangat terkesan dengan keramahtamahan masyarakat Padang. Menurutnya, baru kali ini berlebaran di Kota Padang.
"Saya melihat keramahtamahan masyarakat, melihat antusias dari pemudik yang dari rantau. Semuanya di sini berjalan aman, berjalan dengan baik. Tadi salat Id bersama dengan seluruh masyarakat juga berjalan dengan baik. Alhamdulillah," ungkap Presiden saat itu.
Dalam khotbah Idulfitri dengan tema 'Silaturahmi', khatib Urwatul Wusqa mengatakan bahwa silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah karena bagaimanapun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak akan ada artinya bila di dalamnya tidak ada persatuan yang kukuh dan kerja sama untuk menyelesaikan permasalahan umat dan bersama-sama menaati Allah.
Barulah pada tanggal 25 Juni 2017, Presiden Jokowi merayakan Idulfitri di Jakarta. Presiden Jokowi, Ibu Negara Iriana Joko Widodo beserta putrinya, Kahiyang Ayu, dan putranya, Kaesang Pangarep, melaksanakan salat Idul Fitri di Masjid Istiqlal.
Khatib salat saat itu adalah Quraish Shihab yang mengingatkan bahwa nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air adalah fitrah (naluri) manusia. Persatuan dan kesatuan, menurut Quraish, anugerah Tuhan yang tidak ternilai karena sebaliknya, perpecahan dan tercabik-cabiknya masyarkat adalah bentuk siksa Allah.
Quraish mengingatkan agar manusia tidak terperdaya dengan tipu daya iblis dan mengalami kepahitan akibat menurutinya.
"Saudara, kata iblis diambil dari bahasa Yunani Kuno, yakni diabolos yang berarti sosok yang memfitnah, yang memecah belah dan menanamkan prasangka buruk. Dengan beridulfitri hendaknya kita sadar tentang peranan iblis dan pengikut-pengikutnya dalam menyebar fitnah dan hoaks serta menanamkan buruk serta memecah belah kesatuan," kata Quraish menegaskan.
Tema kesatuan itu juga yang tampak dari suasana open house (gelar griya) yang diadakan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta.
Saat itu, Presiden Jokowi bersilaturahmi dengan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan dan Sandiaga Uno beserta masing-masing keluarga.
Pilkada DKI Jakarta pada medio 2017 memang sempat menimbulkan runcingnya politik identitas yang mengerucut kepada dua kutub yang berjauhan. Ada kubu yang mengangkat identitas agama tertentu, sementara satu kubu lagi mengangkat kebinekaan.
Anies datang bersama dengan istrinya, Fery Farhati Ganis dan anak-anaknya (Mutiara Annisa Baswedan, Mikail Azizi Baswedan, Kaisar Hakam Baswedan, dan Ismail Hakim Baswedan). Tepat di belakang Anies dan keluarga, Sandiaga Uno datang beserta dengan istrinya, Nur Asia, dan anaknya, Amyra Atheefa Uno.
Suasana persatuan juga makin muncul setelah Pengurus Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) ikut bersilaturahmi dengan Presiden Jokowi di Istana Negara.
Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir M. Kapitra Ampera Yusuf Muhammad Martak, Muhammad Lutfi Hakim Habib Muchsin, Zaitun Rasmin, dan Deni bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka setelah Presiden mengadakan open house bagi masyarakat.
Seperti diketahui, GNPF MUI menggerakkan massa untuk ikut dalam "Aksi Bela Islam" yang pertama digelar pada tanggal 14 Oktober 2016. Selanjutnya, muncul rangkaian Aksi Bela Islam pada tanggal 4 November 2016 yang lebih dikenal dengan aksi 411, pada tanggal 2 Desember 2016 atau 212, lalu aksi 313, dan aksi 28 Maret 2017.
Aksi tersebut dilatarbelakangi tuntutan mereka dalam sidang penodaan agama yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pun bukan hanya para petinggi atau kubu yang berseteru yang mendapat jatah salaman dan senyuman dari Presiden, masyarakat biasa juga dapat bersalaman dengan Presiden setelah mengantre di Sekretariat Negara.
Masyarakat umum ada bersilaturahmi dengan mengenakan sarung dan sandal meski tidak sedikit yang mengenakan gamis. Mereka yang sudah selesai bersalaman dapat menikmati sajian istana, seperti somay, bakso, bakwan malang, hingga kue-kue kering di depan Wisma Negara.
Tidak hanya itu, Presiden juga menyediakan "bingkisan" berupa beras, gula, teh, dan minyak goreng ditambah roti dalam bungkusan merah putih yang dibagikan di depan Gedung II Setneg. Bagi mereka yang bersabar, Biro Pers Kepresidenan juga mencetak foto saat warga bersalaman dan warga dapat mendapatkan foto itu secara cuma-cuma.
Hal yang menarik, tidak hanya Presiden yang memberikan bingkisan, tetapi ada juga masyarakat yang memberikan "bingkisan" kepada Presiden, seperti amplop berisi surat dan CD lagu.
Setahun kemudian pada Idulfitri 1439 Hijriah yang jatuh pada tanggal 15 Juni 2018, Presiden Joko Widodo dan keluarga melangsungkan salat Idulfitri di lapangan Astrid, Kebun Raya Bogor. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Didin Saefuddin Buchori yang bertindak sebagai imam dan khatib dalam salat tersebut.
Dalam ceramah agama dengan tema "Meraih Kemuliaan Hidup Setelah Ramadan" Didin menyatakan bahwa mengusahakan kesejahteraan adalah kewajiban bagi kaum muslimin.
"Kita bisa berbagi dengan sesama saudara yang kebetulan tidak seberuntung kita. Kita santuni mereka, kita angkat mereka ke taraf yang lebih baik dan kita jadikan mereka bagian dari diri kita. Itulah inti puasa Ramadan yang kita lakukan dengan jalan demikian maka terbukalah pintu-pintu takwa yang menjadi tujuan puasa Ramadan," kata Didin.
"Berbagi" antara yang kaya dan miskin untuk bersalaman dengan Presiden Joko Widodo juga tampak pada Gelar Griya 2018 di Istana Kepresidenan RI, Bogor. Tampak masyarakat di sekitar Bogor yang cukup mengenakan kaus, celana panjang, dan sandal jepit untuk bersilaturahmi.
Salah seorang masyarakat yang tampil dengan "sandalan" adalah Ajum Jumhadi, penarik becak yang biasa mangkal di depan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Paledang, Bogor.
"Ini pertama bertemu Presiden, pertama masuk Istana Presiden, saya hanya ingin mengucapkan selamat Idulfitri saja," kata Ajum Jumhadi yang datang bersama dengan rekan-rekannya yang juga menarik becak.
Ujang, petani asal Sukabumi juga mengaku datang karena ingin bersilaturahmi dengan Presiden. Ia mengaku datang berjalan kaki, 2 hari dua malam.
"Datang sendiri, tadi salaman langsung, Ya, minal aidin saja. Berangkat pada hari Rabu, jalan kaki menuju Bogor karena untuk mengirit ongkoslah. Setelah ini, ya, pulang ke Sukabumi lagi, jalan kaki lagi, enggak ada ongkos saya," kata Ujang.
Seusai bertemu, bersalaman, dan berfoto dengan Presiden Joko Widodo, Ajum, Ujang, dan rekan-rekannya mendapat santapan makan siang berupa lontong sayur dan opor di bawah tenda hijau yang sengaja dipasang di halaman belakang Istana Bogor. Mereka pun mendapat "oleh-oleh" paket sembako saat melangkah keluar gerbang Istana.
Ajum dan Ujang bersalaman tidak jauh dari posisi "antre" para pejabat negara maupun tokoh-tokoh politik seperti para menteri Kabinet Kerja, para kepala lembaga negara seperti Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Ketua DPD Oesman Sapta Odang, Ketua BPK Moermahadi S. Djanegara, dan lainnya.
Selanjutnya, pada Idulfitri 1440 Hijriah, Presiden Jokowi dan keluarga melakukan kembali salat Idulfitri di Masjid Istiqlal, Jakarta, 5 Juni 2019.
Imam salat sekaligus khatib yakni Guru Besar Ilmu Hadis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Said Agil Husin Al Munawar.
Dalam khotbah Idulfitri dengan tema "Menebar Maaf Membangun Kebersamaan", Said menyampaikan Ramadan merupakan bulan penempaan bagi umat muslim untuk menahan diri dan mengendalikan diri dari tipu daya setan yang dapat merusak tata harmoni masyarakat dan takwa kepada Allah Swt.
Mungkin karena Idulfitri 2019 dekat dengan waktu pengumuman hasil rekapitulasi pemilihan umum yang dimenangi Presiden Joko Widodo, open house kali ini diselenggarakan lebih meriah daripada biasanya, masyarakat membeludak untuk hadir.
Kegiatan silaturahmi dengan masyarakat sendiri dijadwalkan mulai pukul 09.30 hingga pukul 11.00 WIB. Sebelumnya, Presiden dan Ibu Negara bersilaturahmi dengan para pejabat negara serta duta besar dimulai pukul 09.00 WIB hingga 09.30 WIB yang juga didatangi Wakil Presiden terpilih (saat itu) Kiai Haji Ma'ruf Amin datang bersama istrinya, Wury Estu Handayani.
Masyarakat yang datang awalnya berkempul di Jalan Silang Monas Barat Laut, tepat di depan Istana Merdeka. Sudah ada tenda dan panggung serta makanan ringan yang disiapkan oleh Sekretariat Kepresidenan untuk warga. Dari sana mereka memasuki halaman Gedung Sekretariat Negara, kemudian mengantre di tenda di halaman Istana Negara untuk masuk ke Istana Negara.
Namun, pada pukul 10.55 WIB baru sekitar 100 warga yang bersalaman dengan Presiden dan Ibu Negara, padahal di tiga tenda tempat menunggu lainnya ratusan warga yang menanti masuk, sementara Presiden Jokowi dan keluarga sudah dijadwalkan berangkat ke Solo, Jawa Tengah.
Akhirnya Presiden Jokowi memutuskan untuk mendatangi setiap tenda yang masih dipenuhi warga di tiga tenda tersebut. Ibu Negara Iriana yang tadinya ikut bersalaman di Istana Negara akhirnya memilih untuk kembali ke Istana karena warga terus mengerumun. Padahal, matahari saat itu sedang terik-teriknya.
Sekitar 20 menit bersalaman dengan warga di tenda kedua, Presiden yang terus dijaga oleh Paspampres mendatangi tenda di sisi barat laut Monas menggunakan mobil golf.
Di lokasi itu sekitar 2.000 warga juga sudah menantikan Presiden sehingga Presiden pun naik ke atas panggung untuk menyapa warga.
"Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat Idulfitri 1 Syawal 1440 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin. Minal aidzin walfaidzin saya mohon maaf karena yang di Istana yang ngantre juga masih banyak, yang di sni jauh lebih banyak sehingga saya lebih baik datang ke sini, benar?" kata Presiden dari atas panggung.
Massa pun makin merengsek ke atas panggung.
"Karena sebentar lagi saya juga harus pulang kampung. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ibu yang sudah rela datang ke sini dan sekali lagi mohon maaf saya tidak bisa datang satu per satu," kata Presiden lagi.
Warga pun menyambut pernyataan Presiden dengan tepuk tangan dan teriakan.
"Ya, begini saja, fotonya bareng-bareng saja saya ke situ. Itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih," ungkap Presiden.
Presiden pun berfoto bersama dengan warga dari atas panggung.
Periode Kedua
Namun, pada Idulfitri 1441 Hijriah, 24 Mei 2020, hanya salawat syahdu dilantuntukan pegawai Istana Kepresidenan RI, Bogor, Herawan selaku bilal yang menyambut kedatangan Presiden Jokowi, Ibu Negara Iriana Joko Widodo, dan Kaesang Pangarep untuk menunaikan salat Idulfitri di halaman depan Wisma Bayurini, kompleks Istana Kepresidenan RI, Bogor.
Presiden Jokowi mengenakan kemeja putih lengan panjang, sarung biru, dan kopiah hitam, sedangkan Ibu Negara Iriana Joko Widodo mengenakan mukena putih. Keduanya pun mengenakan masker. Sementara itu, Kaesang mengenakan kemeja putih lengan panjang, sarung batik dan kopiah hitam, serta tak lupa menggunakan masker hitam
Beberapa perangkat melekat juga ikut menunaikan salat Id, antara lain Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) Kolonel Inf. Achiruddin, Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden Erlin Suastini, Asisten Ajudan Presiden Lettu Inf. Mat Sony Masturi, dan Pengawal Pribadi Presiden Lettu Inf. Windra Sanur yang seluruhnya mengenakan masker.
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Baitussalam Istana Kepresidenan RI, Bogor, Muhammadun memimpin salat tersebut.
Dalam khotbahnya yang bertema "Idulfitri Momentum Hijrah", Muhammadun menyampaikan Idulfitri adalah momentum untuk menghapus segala dosa dan kesalahan, serta momentum untuk hijrah menuju kebaikan.
"Jika sebelum Ramadan, kita saling bermusuhan, saling menghina satu sama lain, banyak melakukan kesalahan, setelah Idulfitri ini, mari kita komitmen untuk memperbaiki diri, saling rukun, saling bermaafan, saling bersatu, dan saling mempererat persaudaraan,” kata Muhammadun.
Presiden Jokowi juga sempat menyampaikan pesan Idulfitri kepada masyarakat lewat video sehari sebelum Lebaran.
"Bapak, ibu, saudara-saudara sekalian, hari raya Idulfitri kali ini kita rayakan dengan cara yang berbeda karena menuntut pengorbanan kita semua tidak dapat mudik dan silaturahmi seperti biasanya. Saya merasakan hal ini sangatlah berat, tapi keselamatan handai tolan dan sanak saudara tentu lebih penting dan harus menjadi prioritas kita semua. Saya yakin, bersama-sama kita bangsa Indonesia akan mampu melewati ujian berat ini," kata Presiden dalam video tersebut.
Memang perayaan Idulfitri kali ini dirayakan dengan kesabaran dan ketenangan guna memenangi virus corona yang tak kasatmata. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama dari semua pihak.
Akhirnya seperti pernyataan ulama terkenal sekaligus pakar di bidang kedokteran pada abad ke-10 Ibnu Sina atau juga dikenal Avicenna yang juga dikutip Presiden bahwa delusi (dapat juga diartikan kepanikan) adalah setengah dari penyakit, ketenangan adalah setengah dari obat, kesabaran adalah awal dari penyembuhan.
Kesimpulannya, jangan panik, jangan mudik, tetap cerdik untuk di rumah saja demi kesehatan publik, demi kesembuhan republik.