Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua tersangka dalam pengembangan kasus suap terkait proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, yang sebelumnya menjerat Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
"Penangkapan dua tersangka hasil pengembangan penyidikan kasus korupsi Kabupaten Muara Enim atas nama tersangka RS dan AHB tadi Minggu pagi tanggal 26 April pukul 07.00 dan 08.30 WIB di rumah tersangka di Palembang," kata Ketua KPK Firli Bahuri melalui keterangannya di Jakarta, Minggu (26/4) malam.
Firli mengatakan penangkapan dua tersangka berdasarkan hasil penyidikan dan setelah menemukan bukti yang cukup.
"Hasil penyidikan diperoleh bukti yang cukup sehingga KPK dapat menemukan kedua tersangka tersebut," ungkapnya.
Namun, Filri tidak menjelaskan lebih rinci dari unsur apa dua tersangka yang telah ditangkap tersebut.
Berdasarkan informasi, dua tersangka yang ditangkap itu adalah pejabat pejabat penting di daerah itu yakni Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB (AHB) dan mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi (RS).
Baca juga: Bupati Muara Enim nonaktif dituntut tujuh tahun penjara dan bayar uang pengganti Rp3,1 miliar
Baca juga: Kasus suap 16 paket proyek jalan di Muara Enim berpeluang munculkan tersangka baru
Diketahui sebelumnya, KPK total telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus tersebut, yakni sebagai pemberi Robi Okta Fahlefi dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari.
Sedangkan sebagai penerima, yakni Ahmad Yani dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar.
Untuk tersangka Robi telah dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang selama 3 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Diduga suap itu terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim.
Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa pada awal 2019, Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019.
Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut, diduga terdapat syarat pemberian "commitment fee" sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.
Diduga terdapat permintaan dari Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim dengan para calon pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim. Diduga Ahmad Yani meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar.
Robi merupakan pemilik PT Enra Sari perusahaan kontraktor yang bersedia memberikan "commitment fee" 10 persen dan pada akhirnya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp130 miliar.
Pada 31 Agustus 2019, Elfin meminta kepada Robi agar menyiapkan uang pada 2 September 2019 dalam pecahan dolar sejumlah "Lima Kosong Kosong".
Pada 1 September 2019, Elfin berkomunikasi dengan Robi membicarakan mengenai kesiapan uang sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dolar AS. Uang Rp500 juta tersebut ditukar menjadi 35 ribu dolar AS.
Selain penyerahan uang 35 ribu dolar AS ini, tim KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebulumnya dengan total Rp13,4 miliar sebagai "fee" yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muara Enim.
"Penangkapan dua tersangka hasil pengembangan penyidikan kasus korupsi Kabupaten Muara Enim atas nama tersangka RS dan AHB tadi Minggu pagi tanggal 26 April pukul 07.00 dan 08.30 WIB di rumah tersangka di Palembang," kata Ketua KPK Firli Bahuri melalui keterangannya di Jakarta, Minggu (26/4) malam.
Firli mengatakan penangkapan dua tersangka berdasarkan hasil penyidikan dan setelah menemukan bukti yang cukup.
"Hasil penyidikan diperoleh bukti yang cukup sehingga KPK dapat menemukan kedua tersangka tersebut," ungkapnya.
Namun, Filri tidak menjelaskan lebih rinci dari unsur apa dua tersangka yang telah ditangkap tersebut.
Berdasarkan informasi, dua tersangka yang ditangkap itu adalah pejabat pejabat penting di daerah itu yakni Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB (AHB) dan mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi (RS).
Baca juga: Bupati Muara Enim nonaktif dituntut tujuh tahun penjara dan bayar uang pengganti Rp3,1 miliar
Baca juga: Kasus suap 16 paket proyek jalan di Muara Enim berpeluang munculkan tersangka baru
Diketahui sebelumnya, KPK total telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus tersebut, yakni sebagai pemberi Robi Okta Fahlefi dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari.
Sedangkan sebagai penerima, yakni Ahmad Yani dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar.
Untuk tersangka Robi telah dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang selama 3 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Diduga suap itu terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim.
Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa pada awal 2019, Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019.
Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut, diduga terdapat syarat pemberian "commitment fee" sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.
Diduga terdapat permintaan dari Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim dengan para calon pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim. Diduga Ahmad Yani meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar.
Robi merupakan pemilik PT Enra Sari perusahaan kontraktor yang bersedia memberikan "commitment fee" 10 persen dan pada akhirnya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp130 miliar.
Pada 31 Agustus 2019, Elfin meminta kepada Robi agar menyiapkan uang pada 2 September 2019 dalam pecahan dolar sejumlah "Lima Kosong Kosong".
Pada 1 September 2019, Elfin berkomunikasi dengan Robi membicarakan mengenai kesiapan uang sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dolar AS. Uang Rp500 juta tersebut ditukar menjadi 35 ribu dolar AS.
Selain penyerahan uang 35 ribu dolar AS ini, tim KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebulumnya dengan total Rp13,4 miliar sebagai "fee" yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muara Enim.