Palembang (ANTARA) - Kasus suap 16 paket proyek jalan dan jembatan senilai Rp130 miliar di Kabupaten Muara Enim berpeluang memunculkan dua tersangka baru berdasarkan keterangan sprindik yang terlampir dalam tuntutan terhadap terdakwa Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
JPU KPK RI, Muhammad Riduan dan Roy Riadi saat membacakan tuntutan terhadap terdakwa Ahmad Yani dalam persidangan telekonfrensi di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa, sebelumnya meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta kepada Ahmad Yani.
Selain itu berdasarkan fakta persidangan, barang bukti dan keterangan para saksi, JPU KPK juga meminta pertimbangan majelis hakim yang dipimpin Erma Suharti untuk menghadirkan dan menetapkan tersangka baru berdasarkan Sprin.Dik/22/DIK.00/01/03/2020 dan Sprin.Dik/23/DIK.00/01/03/2020.
Namun JPU Roy Riadi enggan menyebutkan nama jelas yang tercantum dalam sprindik tersebut.
"Untuk nama-namanya itu wewenang jubir KPK, nanti jubir yang mengumumkan," ujar Roy Riadi saat dihubungi usai persidangan.
Baca juga: Bupati Muara Enim nonaktif dituntut tujuh tahun penjara dan bayar uang pengganti Rp3,1 miliar
Sementara proses persidangan perkara suap 16 paket proyek jalan senilai Rp130 Miliar tersebut sudah hampir memasuki babak akhir untuk tiga orang yang diamankan KPK dalam OTT 3 September 2019, yakni Bupati Muara Enim nonaktif (Ahmad Yani), Kabid Jalan Dinas PUPR Muara Enim (Elfyn MZ Muchtar) dan kontraktor (Robi Okta Pahlevi).
Pengadilan Tipikor Palembang sebelumnya sudah memvonis Roby Okta Pahlevi dengan pidana tiga tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan pada 28 Januari 2019.
Robi terbukti melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1) huruf A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena terbukti menyuap Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
Lalu terdakwa Elfyn MZ Muchtar selaku Kabid Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Muara Enim dijadwalkan menghadapi vonis pada Selasa (28/4), sebelumnya ia dituntut dengan pidana 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Elfyn dituntut dengan pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan pertama, ia didakwa menjadi pengatur jalanya suap.
Sementara terdakwa Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani baru saja dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta.
Ia dituntut dengan pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat ke 1 KUHP junto pasal 64 ayat 1 KUHP sesuai dakwaan pertama dengan peran sebagai penerima suap.
JPU KPK bahkan menuntut hak politik Ahmad Yani untuk dipilih agar dicabut selama lima tahun terhitung sejak bebas dari penjara.
JPU KPK RI, Muhammad Riduan dan Roy Riadi saat membacakan tuntutan terhadap terdakwa Ahmad Yani dalam persidangan telekonfrensi di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa, sebelumnya meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta kepada Ahmad Yani.
Selain itu berdasarkan fakta persidangan, barang bukti dan keterangan para saksi, JPU KPK juga meminta pertimbangan majelis hakim yang dipimpin Erma Suharti untuk menghadirkan dan menetapkan tersangka baru berdasarkan Sprin.Dik/22/DIK.00/01/03/2020 dan Sprin.Dik/23/DIK.00/01/03/2020.
Namun JPU Roy Riadi enggan menyebutkan nama jelas yang tercantum dalam sprindik tersebut.
"Untuk nama-namanya itu wewenang jubir KPK, nanti jubir yang mengumumkan," ujar Roy Riadi saat dihubungi usai persidangan.
Baca juga: Bupati Muara Enim nonaktif dituntut tujuh tahun penjara dan bayar uang pengganti Rp3,1 miliar
Sementara proses persidangan perkara suap 16 paket proyek jalan senilai Rp130 Miliar tersebut sudah hampir memasuki babak akhir untuk tiga orang yang diamankan KPK dalam OTT 3 September 2019, yakni Bupati Muara Enim nonaktif (Ahmad Yani), Kabid Jalan Dinas PUPR Muara Enim (Elfyn MZ Muchtar) dan kontraktor (Robi Okta Pahlevi).
Pengadilan Tipikor Palembang sebelumnya sudah memvonis Roby Okta Pahlevi dengan pidana tiga tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan pada 28 Januari 2019.
Robi terbukti melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1) huruf A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena terbukti menyuap Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
Lalu terdakwa Elfyn MZ Muchtar selaku Kabid Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Muara Enim dijadwalkan menghadapi vonis pada Selasa (28/4), sebelumnya ia dituntut dengan pidana 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Elfyn dituntut dengan pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan pertama, ia didakwa menjadi pengatur jalanya suap.
Sementara terdakwa Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani baru saja dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta.
Ia dituntut dengan pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat ke 1 KUHP junto pasal 64 ayat 1 KUHP sesuai dakwaan pertama dengan peran sebagai penerima suap.
JPU KPK bahkan menuntut hak politik Ahmad Yani untuk dipilih agar dicabut selama lima tahun terhitung sejak bebas dari penjara.