Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur PLN Sofyan Basir mengucapkan syukur atas kebebasannya dari segala tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Saya bersyukur Allah kasih yang terbaik hari ini bebas. Bebas di luar dan bisa membuat yang terbaik untuk masyarakat," kata Sofyan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Sofyan pada hari ini divonis bebas oleh majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta. Ia dinilai tidak terbukti melakukan pembantuan kesepakatan korupsi terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
"Saya bersyukur pada Allah dan pemerintah yang membantu proses ini selesai," tambah Sofyan.
Sedangkan pengacara Sofyan, Soesilo Aribowo mengatakan bahwa bebasnya kliennya tersebut sudah sesuai dengan fakta persidangan.
"Bisa dilihat memang fakta-fakta persidangan tidak mendukung pasal 56 pembantuan itu dan pasal penyuapan Kotjo dan Eni terbukti pasal 12 tapi khusus pasal pembantuan peran dari Sofyan Basir itu tidak terbukti. Itu yang perlu digarisbawahi, memang berdasarkan fakta sesuai dengan putusan itu," kata Sofyan.
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menerima ucapan selamat setelah divonis bebas di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/11). (Desca Lidya Natalia)
Majelis hakim menilai Sofyan tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama maupun kedua dari pasal 12 huruf a dan pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 56 ayat 2 KUHP.
"Pasal 56 itu pasal mengatur pembantuan. Ketika tindak pidana terjadi atau sebelum terjadi, nah ini kita lihat sama-sama ketika suap itu terjadi Sofyan Basir tidak tahu, terdakwa lain seperti Eni dan Kotjo juga tidak tahu soal penyuapan dari Kotjo ke Eni. Nah ini yang dimaksud putusan tadi bahwa pertemuan yang dibarengi oleh Iwan Supangkat itu tidak pernah berbicara tentang uang itu," jelas Soesilo.
Meski Sofyan dan pengacaranya langsung menerima putusan, JPU KPK masih mengatakan pikir-pikir selama 7 hari sebelum mengajukan upaya hukum lain.
"Memang upaya hukum kita karena ini bebas murni maka upaya hukum yang bisa dilakukan adalah kasasi. Karena KPK adalah satu lembaga mungkin teman-teman dari JPU melaporkan dulu kepada pimpinan untuk mengambil sikap seperti apa," tambah Soesilo.
Ia mengaku masih akan menunggu petikan dari majelis hakim sebelum membebaskan kliennya dari tahanan KPK.
"Iya ini menunggu petikan kemudian hari ini kita akan ke KPK dengan JPU," ungkap Soesilo.
Majelis hakim memerintahkan Sofyan untuk segera dibebaskan dari tahanan, membuka seluruh rekening miliknya, keluarga maupun pihak lain yang sebelumnya diblokir KPK serta memulihkan hak dan martabat Sofyan.
Terkait perkara ini sudah ada tiga orang yang divonis bersalah dan sedang menjalani hukuman.
Mereka adalah pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp250 juta berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Mantan Menteri Sosial Idrus Marham divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sedangkan Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
"Saya bersyukur Allah kasih yang terbaik hari ini bebas. Bebas di luar dan bisa membuat yang terbaik untuk masyarakat," kata Sofyan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Sofyan pada hari ini divonis bebas oleh majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta. Ia dinilai tidak terbukti melakukan pembantuan kesepakatan korupsi terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
"Saya bersyukur pada Allah dan pemerintah yang membantu proses ini selesai," tambah Sofyan.
Sedangkan pengacara Sofyan, Soesilo Aribowo mengatakan bahwa bebasnya kliennya tersebut sudah sesuai dengan fakta persidangan.
"Bisa dilihat memang fakta-fakta persidangan tidak mendukung pasal 56 pembantuan itu dan pasal penyuapan Kotjo dan Eni terbukti pasal 12 tapi khusus pasal pembantuan peran dari Sofyan Basir itu tidak terbukti. Itu yang perlu digarisbawahi, memang berdasarkan fakta sesuai dengan putusan itu," kata Sofyan.
Majelis hakim menilai Sofyan tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama maupun kedua dari pasal 12 huruf a dan pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 56 ayat 2 KUHP.
"Pasal 56 itu pasal mengatur pembantuan. Ketika tindak pidana terjadi atau sebelum terjadi, nah ini kita lihat sama-sama ketika suap itu terjadi Sofyan Basir tidak tahu, terdakwa lain seperti Eni dan Kotjo juga tidak tahu soal penyuapan dari Kotjo ke Eni. Nah ini yang dimaksud putusan tadi bahwa pertemuan yang dibarengi oleh Iwan Supangkat itu tidak pernah berbicara tentang uang itu," jelas Soesilo.
Meski Sofyan dan pengacaranya langsung menerima putusan, JPU KPK masih mengatakan pikir-pikir selama 7 hari sebelum mengajukan upaya hukum lain.
"Memang upaya hukum kita karena ini bebas murni maka upaya hukum yang bisa dilakukan adalah kasasi. Karena KPK adalah satu lembaga mungkin teman-teman dari JPU melaporkan dulu kepada pimpinan untuk mengambil sikap seperti apa," tambah Soesilo.
Ia mengaku masih akan menunggu petikan dari majelis hakim sebelum membebaskan kliennya dari tahanan KPK.
"Iya ini menunggu petikan kemudian hari ini kita akan ke KPK dengan JPU," ungkap Soesilo.
Majelis hakim memerintahkan Sofyan untuk segera dibebaskan dari tahanan, membuka seluruh rekening miliknya, keluarga maupun pihak lain yang sebelumnya diblokir KPK serta memulihkan hak dan martabat Sofyan.
Terkait perkara ini sudah ada tiga orang yang divonis bersalah dan sedang menjalani hukuman.
Mereka adalah pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp250 juta berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Mantan Menteri Sosial Idrus Marham divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sedangkan Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.