Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Fakhri Hamzah mengatakan, Presiden Ke-3 Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie, yang wafat pada Rabu (11/9) di Jakarta, pantas mendapatkan hadiah Nobel untuk jasa-jasanya.
"Menurut saya, 'fair' kalau orang seperti Pak Habibie mendapatkan hadiah Nobel karena beliau mampu menjaga demokrasi Indonesia, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, di masa transisi pemerintahan," ujar Fahri di kediaman Habibie, Patra Kuningan, Jakarta, Kamis dini hari.
Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie menduduki kursi presiden di salah satu masa terpenting bangsa Indonesia, yaitu mulai tahun 1998 sampai 1999.
Saat itu, Habibie yang menjabat Wakil Presiden menggantikan Presiden Soeharto yang mengundurkan diri setelah berkuasa selama 32 tahun. Era peralihan ini dikenal sebagai masa reformasi.
BJ Habibie menduduki kursi Presiden sejak tanggal 22 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999.
"Hanya dalam waktu sekitar satu tahun tujuh bulan beliau dapat menyiapkan dengan baik kepemimpinan baru di Indonesia, baik legislatif maupun eksekutif. Beliau juga mampu menyelenggarakan pemilu yang diakui seluruh dunia. Pak Habibie sendiri dipaksa untuk maju menjadi calon presiden saat itu, tetapi dia menolak," kata Fahri.
Kemudian, dia melanjutkan, Habibie juga dengan piawai menjaga stabilitas ekonomi di masa kepemimpinannya yang singkat sebagai Presiden.
"Beliau membereskan ekonomi Indonesia sehingga masyarakat tak terlalu banyak yang mengantre sembako waktu itu," tutur Fahri.
Apa yang dilakukan Habibie, lanjut Fahri, tidak lepas dari kebesaran jiwa, kecerdasan otak, kebaikan hati dan kerjenihan pikirannya.
Oleh karena itulah, penting bagi semua elemen bangsa untuk mempelajari dan meniru sikap suami dari Hasri Ainun Besari yang juga warga negara kehormatan Jerman tersebut.
"Selain menyisakan duka, kepergian beliau pun mendatangkan semangat untuk mempelajari betapa besarnya bangsa kita dan betapa hebatnya peran seorang Habibie dalam transisi Indonesia," kata Fahri.
BJ Habibie meninggal dunia dalam usia 83 tahun pada pukul 18.05 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (11/9). Jasadnya disemayamkan di rumah duka di Patra Kuningan, Jakarta Selatan.
Wakil Presiden Ketujuh Republik Indonesia itu akan dikebumikan di samping pusara istrinya, Hasri Ainun Besari, di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan pada Kamis (12/9).
"Menurut saya, 'fair' kalau orang seperti Pak Habibie mendapatkan hadiah Nobel karena beliau mampu menjaga demokrasi Indonesia, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, di masa transisi pemerintahan," ujar Fahri di kediaman Habibie, Patra Kuningan, Jakarta, Kamis dini hari.
Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie menduduki kursi presiden di salah satu masa terpenting bangsa Indonesia, yaitu mulai tahun 1998 sampai 1999.
Saat itu, Habibie yang menjabat Wakil Presiden menggantikan Presiden Soeharto yang mengundurkan diri setelah berkuasa selama 32 tahun. Era peralihan ini dikenal sebagai masa reformasi.
BJ Habibie menduduki kursi Presiden sejak tanggal 22 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999.
"Hanya dalam waktu sekitar satu tahun tujuh bulan beliau dapat menyiapkan dengan baik kepemimpinan baru di Indonesia, baik legislatif maupun eksekutif. Beliau juga mampu menyelenggarakan pemilu yang diakui seluruh dunia. Pak Habibie sendiri dipaksa untuk maju menjadi calon presiden saat itu, tetapi dia menolak," kata Fahri.
Kemudian, dia melanjutkan, Habibie juga dengan piawai menjaga stabilitas ekonomi di masa kepemimpinannya yang singkat sebagai Presiden.
"Beliau membereskan ekonomi Indonesia sehingga masyarakat tak terlalu banyak yang mengantre sembako waktu itu," tutur Fahri.
Apa yang dilakukan Habibie, lanjut Fahri, tidak lepas dari kebesaran jiwa, kecerdasan otak, kebaikan hati dan kerjenihan pikirannya.
Oleh karena itulah, penting bagi semua elemen bangsa untuk mempelajari dan meniru sikap suami dari Hasri Ainun Besari yang juga warga negara kehormatan Jerman tersebut.
"Selain menyisakan duka, kepergian beliau pun mendatangkan semangat untuk mempelajari betapa besarnya bangsa kita dan betapa hebatnya peran seorang Habibie dalam transisi Indonesia," kata Fahri.
BJ Habibie meninggal dunia dalam usia 83 tahun pada pukul 18.05 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (11/9). Jasadnya disemayamkan di rumah duka di Patra Kuningan, Jakarta Selatan.
Wakil Presiden Ketujuh Republik Indonesia itu akan dikebumikan di samping pusara istrinya, Hasri Ainun Besari, di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan pada Kamis (12/9).