Palembang (ANTARA News Sumsel) - Kenaikan mata uang dollar amerika terhadap rupiah mau tidak mau ikut menekan komoditas kedelai di provinsi Sumatera Selatan, khususnya untuk pengusaha tahu dan tempe.

"Dua komoditas yang full import di Sumsel yakni kedelai dan gandum, kedelai di datangkan dari Amerika, sangat wajar kalau kemudian mempengaruhi harga beli ketika dollar sedang naik," kata PLT Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Yustianus, Jumat.

Menurutnya tahu dan tempe termasuk kebutuhan pokok yang konsumsinya tinggi, sehingga kenaikan harga kedelai yang memicu kenaikan harga tahu-tempe kerap menjadi permasalahan di masyarakat.

Dalam pantauan pihaknya, saat ini harga komoditas kedelai di Sumsel mulai bergerak naik Rp10.000 perkilogram dari harga normal Rp8.000 perkilogram, jika rupiah terus melemah pelaku industri rumah tangga terancam penurunan produksi atau bahkan tutup.

Dia menjelaskan berbagai upaya untuk menekan angka import kedelai sudah dilakukan sejak lama, termasuk ujicoba penanaman kedelai di Sumsel, namun hasil panen ternyata tidak bisa mencukupi kebutuhan yang ada.

"Sekarang ini mungkin masyarakat harus bisa lebih mengertikan keadaan kalau harga tahu-tempe mahal, meskipun harga tahu-tempe naik tapi durasinya tidak akan lama, memang dulu pernah tahun 2013 pernah terjadi kelangkaan tahu-tempe di pasar, tapi tidak lama lalu normal kembali," ujar Yustianus.

Ia menambahkan naiknya dollar juga punya sisi positif yakni terangkatnya harga komoditas ekspor kopi, seperti yang pernah terjadi saat krisis 1998 dimana harga kopi justru terangkat ketika rupiah terjun bebas.

Keuntungan tersebut dirasakan petani kopi yang tersebar di kawasan Muara Enim, Lahat, Pagaralam, dan sekitarnya karena kawasan tersebut merupakan sentra penghasil kopi di Sumsel.

 

Pewarta : Aziz Munajar
Editor : Erwin Matondang
Copyright © ANTARA 2024