Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan konsumen berhak atas tarif listrik yang wajar sebagaimana dijamin Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

"Dalam sudut pandang konsumen, tarif listrik yang wajar minimal bertumpu pada dua aspek, yaitu kemampuan membayar dan kemauan membayar," kata Tulus melalui pesan tertulisnya diterima di Jakarta, Kamis.

Meskipun terdapat sudut pandang konsumen, Tulus mengatakan kewajaran tarif listrik juga harus memperhatikan kepentingan penyedia listrik.

Kewajaran tarif listrik yang sesuai dengan biaya pokok penyediaan (BPP) Tulus nilai masih akan menjaga keberlanjutan perusahaan penyedia listrik, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Wacana reformulasi tarif listrik dengan memasukkan harga batu bara acuan adalah sesuatu yang sangat membahayakan, bila masih mengacu pada harga internasional," tuturnya.

Menurut Tulus, memasukkan harga batu bara acuan ke dalam elemen tarif listrik masih bisa dipahami bila pemerintah bisa mengendalikan harga di tingkat nasional, bukan berdasarkan harga acuan internasional.

"Memasukkan harga batu bara acuan sangat berisiko bagi konsumen maupun PLN sebagai penyedia listrik bila pemerintah tidak mampu mengendalikan harga batu bara penjualan dalam negeri," katanya.

Karena itu, YLKI mendesak pemerintah untuk melakukan campur tangan terhadap harga batu bara demi kepentingan ketenagalistrikan, bahkan kepentingan nasional.

Pemerintah seharusnya bisa menetapkan batas atas dan batas bawah untuk harga batu bara penjualan dalam negeri sehingga ada patokan yang jelas.

"Sangat tidak mungkin di sisi hilir yaitu tarif listrik sangat diatur, tetapi di sisi hulu sangat dinamis dan liberal," tuturnya.

Tulus mengatakan pemerintah Indonesia bisa mencontoh pemerintah Afrika Selatan yang memberikan harga khusus untuk batu bara penjualan dalam negeri dan mengikuti harga internasional untuk penjualan ke luar negeri.
(TZ.D018/A.F. Firman)

Pewarta : Dewanto Samodro
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024