Samarinda (Antarasumsel.com) - Hamparan rawa di sisi kanan dan kiri Sungai Karang Mumus Samarinda, Kalimantan Timur, yang masih tersisa beberapa titik bisa dimanfaatkan untuk memproduksi pangan, sehingga daerah ini tidak harus membeli pangan dari daerah lain.

"Selama ini kita sering dengar kalimat 'kita harus bisa mewujudkan swasembada pangan', tapi anehnya kita justru membunuh alam yang bisa menghasilkan aneka pangan," ujar salah seorang tim ahli Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Kifyatul Akhyar di Samarinda, Minggu.

Menurut ia, rawa yang masih tersisa di sisi kanan dan kiri SKM Samarinda bisa menjadi sarana produksi pangan yang berkelanjutan, karena rawa sempadan sungai di samping berfungsi sebagai zona tangkapan air juga menjadi wadah pengendapan partikel tanah dan humus yang terbawa 'run-off' dan limpahan air sungai.

Ia menuturkan dalam proses eluviasi (pemindahan bahan larutan dari lapisan tanah paling atas ke lapisan di bawahnya dengan cara peresapan) substrat organik dan partikel tanah pada rawa-rawa sempadan, maka akan membentuk hamparan lahan basah (wet land) yang subur.

Komunitas agraris di kawasan Kalimantan memanfaatkan lahan seperti ini sebagai wadah melakukan budidaya tanaman pangan baik padi, palawija maupun hortikultura, sehingga lahan seperti ini tidak boleh dirusak.

"Kondisi kesuburan tanah pada lahan ini selalu terbarukan akibat pengendapan humus yang terbawa oleh limpahan air sungai. Oleh karenanya, zona lahan basah rawa sempadan bersifat vital sebagai sarana produksi pangan berkelanjutan," ujarnya.

Badan air rawa sempadan merupakan tempat hidup dan berkembang biak berbagai jenis ikan lokal. Bahkan bisa pula dijadikan sarana budidaya ikan, sehingga fungsi vital lainnya dari rawa-rawa sempadan sungai sebagai sarana penyedia protein hewani.

"Untuk itu, hentikan program pemerintah dalam aktivitas dan rencana melakukan penurapan sungai, karena dari penurapan ini menjadi awal bencana dalam jangka panjang, termasuk awal dari menghilangkan lahan subur baik untuk pertanian, perikanan, maupun sumber pakan ternak," ujarnya.

Apabila rawa dibangun gedung dan sungai diturap, maka yang hilang antara lain pengendapan partikel tanah dan humus, rumput bibir sungai tempat berkembangbiak ikan musnah, dan rentan terjadi pengurukan lanjutan sehingga memicu banjir.

Menurut Kifyatul, tanah sempadan sungai yang kaya substrat organik merupakan habitat hidup berbagai jenis Nematoda. Jika ada gulma air yang terdampar di tanah sempadan, maka cacing mikro memakan bulu akar gulma air, termasuk material pencemar sungai yang terserap di bulu akar.

"Rangkaian immobilisasi material pencemar air merupakan bentuk layanan ekosistem agar kualitas air sungai tetap terjaga bagi kelangsungan kehidupan. Jadi, sungai jangan diturap," katanya.

Pewarta : M Ghofar
Editor : Ujang
Copyright © ANTARA 2024