Oslo (ANTARASumsel) - Gelombang panas dari pemanasan global akan
bisa meruntuhkan kemampuan alami karang di Great Barrier Reef Australia
untuk mempertahankan diri dari perubahan suhu musiman.
Studi yang dipublikasikan Kamis (14/4) meneliti data suhu 27 tahun di sepanjang kawasan terumbu karang terbesar dunia itu dan mendapati bahwa karang bisa mengatasi peningkatan suhu air kalau panas meningkat secara bertahap, bukan tiba-tiba.
Dalam tiga perempat dari 372 kasus yang dipelajari di sepanjang terumbu karang itu, suhu air meningkat dan kemudian turun selama sekitar 10 hari sebelum memuncak hingga bisa membunuh karang.
Waktu rihat 10 hari itu tampaknya memungkinkan karang membangun ketahanan dan selamat dari kejutan panas.
Namun karang mengalami lebih banyak kerusakan pada seperempat kasus, ketika temperatur naik tajam melampaui ambang temperatur lokal penyebab kerusakan di sepanjang 2.575 kilometer terumbu karang menurut para peneliti dalam hasil studi yang terbit di jurnal Science.
Pola yang lebih aman adalah seperti manusia pemuja matahari yang berjemur dalam jangka pendek dan menghindari terbakar sinar matahari, kata Scott Heron dari Badan Kelautan dan Atmosferik Nasional Amerika Serikat, salah satu penulis hasil studi itu.
Menurut hasil studi itu, pemanasan global akan menghilangkan ketahanan alami karang terhadap kejutan panas karena peningkatan langsung ke temperatur yang berbahaya menjadi makin sering.
"Dalam waktu dekat, peningkatan temperatur lokal sekecil 0,5 derajat Celcius mengakibatkan hilangnya mekanisme perlindungan ini, yang bisa meningkatkan laju degradasi Great Barrier Reef," tulis para peneliti.
Karang, binatang sangat kecil dengan kerangka berbatu, mengalami pemutihan ketika temperatur naik karena alga warna warni yang hidup bersama mereka dan menyediakan makanan bagi mereka mati.
Terumbu karang kadang bisa pulih dari pemutihan jangka pendek tapi mati jika itu terus berlangsung.
Tahun lalu adalah tahun terhangat di seluruh dunia sejak pencatatan mulai dilakukan pada Abad ke-19, antara lain didorong oleh kegiatan manusia dan kejadian El Nino di Pasifik.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2014 menunjukkan sudah adanya tanda-tanda peringatan awal bahwa karang-karang perairan hangat dan Arktik, tempat es meleleh, sudah mengalami perubahan takterbalikkan.
Penulis utama hasil studi, Tracy Ainsworth dari di James Cook University, mengatakan, tidak jelas apakah ketahanan panas semacam itu ada pada terumbu-terumbu karang lain dari Indonesia sampai Belize.
Studi itu merekomendasikan lebih banyak upaya untuk mengurangi ancaman lain terhadap terumbu karang, seperti polusi industri, demikian seperti dilansir kantor berita Reuters.
Studi yang dipublikasikan Kamis (14/4) meneliti data suhu 27 tahun di sepanjang kawasan terumbu karang terbesar dunia itu dan mendapati bahwa karang bisa mengatasi peningkatan suhu air kalau panas meningkat secara bertahap, bukan tiba-tiba.
Dalam tiga perempat dari 372 kasus yang dipelajari di sepanjang terumbu karang itu, suhu air meningkat dan kemudian turun selama sekitar 10 hari sebelum memuncak hingga bisa membunuh karang.
Waktu rihat 10 hari itu tampaknya memungkinkan karang membangun ketahanan dan selamat dari kejutan panas.
Namun karang mengalami lebih banyak kerusakan pada seperempat kasus, ketika temperatur naik tajam melampaui ambang temperatur lokal penyebab kerusakan di sepanjang 2.575 kilometer terumbu karang menurut para peneliti dalam hasil studi yang terbit di jurnal Science.
Pola yang lebih aman adalah seperti manusia pemuja matahari yang berjemur dalam jangka pendek dan menghindari terbakar sinar matahari, kata Scott Heron dari Badan Kelautan dan Atmosferik Nasional Amerika Serikat, salah satu penulis hasil studi itu.
Menurut hasil studi itu, pemanasan global akan menghilangkan ketahanan alami karang terhadap kejutan panas karena peningkatan langsung ke temperatur yang berbahaya menjadi makin sering.
"Dalam waktu dekat, peningkatan temperatur lokal sekecil 0,5 derajat Celcius mengakibatkan hilangnya mekanisme perlindungan ini, yang bisa meningkatkan laju degradasi Great Barrier Reef," tulis para peneliti.
Karang, binatang sangat kecil dengan kerangka berbatu, mengalami pemutihan ketika temperatur naik karena alga warna warni yang hidup bersama mereka dan menyediakan makanan bagi mereka mati.
Terumbu karang kadang bisa pulih dari pemutihan jangka pendek tapi mati jika itu terus berlangsung.
Tahun lalu adalah tahun terhangat di seluruh dunia sejak pencatatan mulai dilakukan pada Abad ke-19, antara lain didorong oleh kegiatan manusia dan kejadian El Nino di Pasifik.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2014 menunjukkan sudah adanya tanda-tanda peringatan awal bahwa karang-karang perairan hangat dan Arktik, tempat es meleleh, sudah mengalami perubahan takterbalikkan.
Penulis utama hasil studi, Tracy Ainsworth dari di James Cook University, mengatakan, tidak jelas apakah ketahanan panas semacam itu ada pada terumbu-terumbu karang lain dari Indonesia sampai Belize.
Studi itu merekomendasikan lebih banyak upaya untuk mengurangi ancaman lain terhadap terumbu karang, seperti polusi industri, demikian seperti dilansir kantor berita Reuters.