Dinkes Sumsel mencatat 761 kasus DBD pada Januari 2024

id Sumsel,dinkes sumsel,Peningkatan kasus DBD,penyebab DBD

Dinkes Sumsel mencatat 761 kasus DBD pada Januari 2024

Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Sumsel Muyono di Palembang, Rabu (31/1/2023). (ANTARA/Ahmad Rafli Baiduri)

Palembang (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan (Dinkes Sumsel) mencatat sebanyak 761 kasus demam berdarah dengue (DBD) pada bulan Januari 2024.

“Pada bulan Januari 2024 jumlah kasus DBD di Sumsel sebanyak 761. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan bulan Desember 2023 sebanyak 499 kasus," kata Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Sumsel Muyono di Palembang, Rabu.

Ia menjelaskan temuan kasus DBD paling banyak di Kota Palembang yang mencapai 131 kasus, Musi Banyuasin sebanyak 105 kasus, Ogan Ilir sebanyak 99 kasus, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) sebanyak 86 kasus, Kota Prabumulih sebanyak 74 kasus, Kabupaten Muara Enim sebanyak 43 kasus, dan Kabupaten Lahat sebanyak 31 kasus.

Kemudian, Kabupaten OKU Selatan sebanyak 37 kasus, OKU Timur sebanyak 31 kasus, Musi Rawas sebanyak 13 kasus, Ogan Komering Ilir (OKI) sebanyak 11 kasus, Banyuasin sebanyak 25 kasus, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) sebanyak 17 kasus, Pagaralam sebanyak 16 kasus, Musi Rawa Utara (Muratara) sebanyak 15 kasus, Lubuklinggau sebanyak 11 kasus, dan Empat Lawang sebanyak 9 kasus.

"Untuk yang meninggal dunia akibat DBD ada di daerah Banyuasin dua orang meninggal dunia, OKU Selatan dua orang meninggal dunia dan Palembang 3 orang meninggal dunia," jelasnya.

Dinkes Sumsel juga telah memberikan bantuan ke seluruh kabupaten/kota di Sumsel berupa Zeta Sipermethrin sebanyak 1.800 liter, Temegard sebanyak 49.500 sachet dan Abate 5.400 kilogram juga RDT DBD Combo sebanyak 500 box.

Kemudian, ppada bulan Januari 2024 sudah memberikan surat edaran sebanyak dua kali ke Dinkes kabupaten/kota dalam mengantisipasi menghadapi peningkatan kasus DBD.

"Bukan hanya itu saja, kami juga sudah memberikan bantuan pengasapan (fogging), namun fogging ini tidak terlalu efektif dalam membasmi DBD, karena sifat fogging hanya membunuh nyamuk besar," katanya.

Ia menjelaskan peningkatan kasus DBD itu disebabkan perubahan iklim dari musim kemarau ke musim hujan menjadikan salah satu penyebab DBD, juga selain itu karena adanya tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti.

"Nyamuk Aedes Aegtypti ini berkembang di air yang tidak tersentuh dengan tanah artinya ada di tempat penampungan air, juga di dedaunan," jelasnya.

Muyono untuk pengendalian vektor DBD melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara menguras bak mandi, penampungan air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air juga memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk.

"Kami juga mengimbau masyarakat untuk bergotong royong menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal guna mencegah memutuskan virus penyebab DBD,” kata dia.