KPK periksa Rudy Tanoe soal peran PT DRL dalam kasus korupsi bansos
Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Komisaris PT Dosni Roha Logistik (DRL) Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo alias Rudy Tanoe soal peran DRL dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan di Kementerian Sosial tahun 2020-2021.
"Saksi Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain terkait dugaan adanya kerja sama antara perusahaan saksi dengan PT BGR (Bhanda Ghara Reksa) Persero untuk mendapatkan jatah distribusi bansos," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut soal apa saja temuan tim penyidik lembaga antirasuah dalam pemeriksaan terhadap Rudy Tanoe di Gedung Merah Putih KPK pada hari ini.
Sedangkan Rudy Tanoe memilih bungkam usai diperiksa tim penyidik KPK sebagai saksi.
Rudy yang selesai diperiksa sekitar pukul 14.00 WIB langsung bergegas meninggalkan lobi Gedung Merah Putih KPK dengan dikawal oleh pengawal pribadinya, tanpa memberikan komentar soal pemeriksaannya oleh penyidik KPK. Rudy Tanoe awalnya dijadwalkan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyaluran bansos tersebut pada Rabu (6/12), namun yang bersangkutan tidak hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Rudy Tanoe merupakan kakak dari Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.
Dalam kasus tersebut, KPK telah menahan enam orang tersangka, yakni Dirut PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Persero periode 2018-2021 M. Kuncoro Wibowo (MKW), mantan Direktur Komersial PT BGR Persero Budi Susanto (BS), dan mantan Vice President Operasional PT BGR Persero April Churniawan (AC).
Kemudian, Direktur Utama Mitra Energi Persada/Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020 Ivo Wongkaren (IW), Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdhani (RR), dan General Manager PT Trimalayan Teknologi Persada Richard Cahyanto (RR).
Penyidik KPK memperkirakan perbuatan para tersangka itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp127,5 miliar.
Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Saksi Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain terkait dugaan adanya kerja sama antara perusahaan saksi dengan PT BGR (Bhanda Ghara Reksa) Persero untuk mendapatkan jatah distribusi bansos," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut soal apa saja temuan tim penyidik lembaga antirasuah dalam pemeriksaan terhadap Rudy Tanoe di Gedung Merah Putih KPK pada hari ini.
Sedangkan Rudy Tanoe memilih bungkam usai diperiksa tim penyidik KPK sebagai saksi.
Rudy yang selesai diperiksa sekitar pukul 14.00 WIB langsung bergegas meninggalkan lobi Gedung Merah Putih KPK dengan dikawal oleh pengawal pribadinya, tanpa memberikan komentar soal pemeriksaannya oleh penyidik KPK. Rudy Tanoe awalnya dijadwalkan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyaluran bansos tersebut pada Rabu (6/12), namun yang bersangkutan tidak hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Rudy Tanoe merupakan kakak dari Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.
Dalam kasus tersebut, KPK telah menahan enam orang tersangka, yakni Dirut PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Persero periode 2018-2021 M. Kuncoro Wibowo (MKW), mantan Direktur Komersial PT BGR Persero Budi Susanto (BS), dan mantan Vice President Operasional PT BGR Persero April Churniawan (AC).
Kemudian, Direktur Utama Mitra Energi Persada/Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020 Ivo Wongkaren (IW), Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdhani (RR), dan General Manager PT Trimalayan Teknologi Persada Richard Cahyanto (RR).
Penyidik KPK memperkirakan perbuatan para tersangka itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp127,5 miliar.
Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.