Tugas pers mendewasakan pemilih

id tugas pers, PWI Jatim, LKBN ANTARA,Tugas kenabian

Tugas pers mendewasakan pemilih

Suasana saat pelatihan mengenai Kode ETik Jurnalistik yang digelar LKBN ANTARA di Surabaya, Selasa (24/10/2023). (Masuki M. Astro)


Untuk menjalankan fungsinya secara lurus, maka syarat pekerja pers atau wartawan harus netral, demikian juga dengan pemimpin dan pemilik lembaga pers (media). Jika wartawan, pemimpin media maupun pemilik media memihak salah satu kontestan dalam pemilu, maka dikhawatirkan tidak akan bisa memberikan porsi yang sama kepada calon-calon lainnya.

Media dan wartawan yang independen yang potensial menjalankan fungsi pendidikan, yakni mendidik para pemilih menjadi dewasa dalam menyikapi informasi yang berseliweran di masyarakat.

Hal yang perlu selalu diingatkan oleh media terkait pemilihan umum adalah agar masyarakat waspada terhadap informasi-informasi yang berpotensi mengandung kebohongan atau hoaks.

Pers harus selalu mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terpancing dengan informasi sepihak, terutama yang isinya menjelek-jelekkan calon tertentu. Dengan tidak mudah langsung percaya, maka masyarakat juga tidak akan mudah menyebar kembali informasi hoaks tersebut kepada orang lain.

Masyarakat harus selalu diingatkan bahwa satu informasi salah yang disebarkan oleh satu orang berpotensi merusak keutuhan bangsa yang sudah diperjuangkan dengan penuh pengorbanan oleh para pendahulu bangsa.

Apalagi, penetrasi media sosial yang kini marak dan mudah menyeruak ke ruang-ruang pribadi warga, berita hoaks juga sangat mudah mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat.

Pers bertugas untuk mengajak masyarakat selalu melakukan cek ulang terhadap setiap informasi yang diterima.

Sikap dasar wartawan terhadap segala isu adalah mendahulukan pikiran ragu dan sanksi mengenai kebenaran informasi, agaknya juga perlu diterapkan oleh masyarakat. Sebagaimana tugas wartawan untuk mengonfirmasi fakta yang diterima, sehingga teryakini betul kebenarannya, maka tugas warga juga kurang lebih sama.

Kalau warga kini mengambil peran sebagai "wartawan" saat menyebar informasi lewat media sosial, maka cara dan pola kerja wartawan juga selayaknya menjadi pegangan warga media sosial yang dikenal sebagai nitizen.

Setiap menemukan informasi yang berpotensi menimbulkan polemik dan permusuhan satu pihak dengan yang lain, maka pilihan di pikiran warga adalah mencerna betul informasi tersebut, kemudian mencari informasi lain, termasuk informasi mengenai berita hoaks yang sudah disediakan oleh pemerintah (Kominfo) dan bisa secara terbuka diakses oleh masyarakat.

Sementara itu, pers bisa memberikan rambu-rambu mengenai informasi yang patut diwaspadai sebagai hoaks, seperti menjelek-jelekkan calon tertentu dengan informasi tertentu.

Hal lain yang perlu disampaikan media kepada masyarakat adalah agar berhati-hati dengan narasi tertentu yang mendompleng ajaran agama untuk menyudutkan pihak lain.

Masyarakat perlu terus dijaga kedewasaan berpikirnya oleh pers, sehingga tidak terjebak pada sikap terlalu percaya pada informasi di media sosial yang berbeda dengan informasi dari media pers.

Isu yang disajikan oleh media sosial baru berstatus sebagai informasi dan belum bisa dikategorikan sebagai berita. Karena itu menjadi tugas wartawan untuk mengklarifikasi informasi yang akan disiarkan di medianya sebagai berita.

Pers harus menjadikan diri (media) sebagai rujukan akurat bagi masyarakat yang mungkin bingung dengan informasi yang muncul silih berganti di media sosial. Pers bukan hanya tidak boleh membiarkan masyarakat bingung dalam ombang-ambing informasi di media sosial yang hanya sesuai dengan kehendak pembuat serta penyebar informasi, tanpa fakta pengimbang, tapi juga harus tegas memilih informasi untuk bahan berita, dengan mengedepankan konfirmasi.

Sebelum menjadi pemandu bagi pembaca, media, dalam hal ini wartawan dan manajemen media, harus selesai dengan dirinya untuk tidak memihak atau partisan.

Jika insan pers tidak mampu untuk berdiri di tengah alias tidak partisan, sebaiknya tidak membiarkan dirinya bertahan di ranah media. Sebaiknya wartawan seperti itu memilih keluar dari profesi mulia ini dan masuk ke partai politik atau menjadi bagian dari pendukung dari calon tertentu.

Pilihan tegas pada diri insan pers ini adalah sikap yang fair dan kesatria, sehingga tidak melukai hati dan muruah jurnalistik yang memang harus berdiri untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan kelompok yang bersifat hanya sesaat.

Profesi jurnalistik mengemban tugas mulia, yang oleh wartawan senior Parni Hadi, disebut sebagai tugas kenabian untuk selalu menyampaikan pesan kebenaran dan kebajikan bagi umat, dalam hal ini adalah pembaca. Semuanya berujung pada kepentingan bersama bangsa ini untuk selalu rukun, damai, dan sejahtera.