Peradaban besar
Para peneliti memang selalu menganggap Sangiran sebagai pusat peradaban besar, penting, dan lengkap manusia purba di dunia karena memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia sejak 150.000 tahun lalu.
Situs ini menyimpan kekayaan fosil-fosil purbakala, mulai dari fosil manusia purba, binatang-binatang purba, hingga hasil kebudayaan manusia pra-aksara.
Situs Sangiran terletak di dua wilayah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Sragen dan Karanganyar, dengan luas mencapai 59,21 kilometer persegi.
Secara topografi, wilayah Sangiran memiliki karakteristik berbentuk menyerupai kubah raksasa dengan cekungan besar di pusat kubah akibat peristiwa erosi.
Lembah Sangiran itu diwarnai dengan perbukitan bergelombang. Kondisi deformasi geologis inilah yang menyebabkan tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil purbakala.
Situs ini dikelola Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, salah satu unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Saat ini Situs Sangiran tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di dunia internasional sebagai situs yang mampu menyumbangkan pengetahuan penting mengenai bukti-bukti evolusi (perubahan fisik) manusia, evolusi fauna, kebudayaan, dan lingkungan, yang terjadi sejak dua juta tahun yang lalu.
Karena nilai-nilainya, Situs Sangiran telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. UNESCO menetapkan Situs Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia Nomor 593 pada tahun 1996 dengan nama The Sangiran Early Man Site.
Nama Situs Sangiran mulai dikenal sejak seorang peneliti Belanda bernama Von Koenigswald melakukan penelitian pada tahun 1934. Pada waktu itu Von Koenigswald menemukan alat-alat batu hasil budaya manusia purba dalam penelitiannya di Situs Sangiran.
Selanjutnya pada 1936 silam ditemukan fosil manusia purba pertama di Situs Sangiran. Setelah itu, tahun demi tahun penelitian semakin banyak dilakukan di Sangiran yang menghasilkan berbagai temuan, baik berupa fosil manusia, fosil hewan, alat tulang, dan alat batu.
Atraksi wisata
Mendengar nama Situs Sangiran, memang sebagian besar yang terbayang dalam pikiran adalah fosil manusia purba dan benda-benda peninggalan kuno yang sudah sangat tua.
Namun ternyata, kekayaan arkeologis yang ada di Situs Sangiran tidak hanya fosil, tetapi juga alat-alat batu hasil budaya manusia purba serta lapisan tanah purba yang dapat menunjukkan perubahan lingkungan alam sejak dua juta tahun lalu sampai sekarang tanpa terputus.
Penemuan-penemuan menarik itu sudah selayaknya dinarasikan dan dipromosikan sehingga menjadi atraksi wisata yang mendatangkan wisatawan.
Semua daya tarik itu sejauh ini dikemas dan disajikan di Museum Sangiran yang terletak di kawasan Situs Sangiran dan dibagi menjadi lima klaster yaitu Klaster Krikilan, Klaster Dayu, Klaster Bukuran, Klaster Ngebung, dan Museum Manyarejo.
Selain museum, atraksi wisata yang bersifat aktif dan melibatkan wisatawan misalnya kegiatan atau event berupa festival, karnaval, hingga wisata olahraga.
Kegiatan bertajuk Sangirun2023 yang akan digelar pada 4-5 November 2023 bisa menjadi contoh konkret perwujudan atraksi wisata yang dimaksud.
Sangirun2023 merupakan event lomba lari malam di atas tanah yang menyimpan sejarah evolusi manusia di Sangiran berlatar keindahan alam, diterangi cahaya bulan dan obor seadanya yang dihiasi teknologi instalasi cahaya dan diramaikan dengan pertunjukan budaya.
Acara dirangkai dengan karnaval unik, fair, dan pesta kuliner serta diramaikan dengan pentas musik artis yang diharapkan akan semakin membuat situs manusia purba Sangiran semakin dikenal wisatawan.
Upaya ini menjadi salah satu cara realistis untuk melestarikan, memberdayakan, dan menggali manfaat ekonomi Sangiran dengan tanpa merusak peninggalan yang bernilai di dalamnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Melestarikan tanpa merusak jejak peradaban di Sangiran