BPS: Sumsel megalami deflasi pada Agustus 2022

id deflasi,inflasi,harga cabai,bps,bps sumsel

BPS: Sumsel megalami deflasi pada Agustus 2022

Pedagang cabai di pasar tradisional Palembang. (ANTARA/Dolly Rosana)

Palembang (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Provinsi Sumatera Selatan mengalami deflasi sebesar 0,82 persen pada Agustus 2022 karena turunnya harga sejumlah komoditas yang selama ini menjadi pemicu inflasi.

Kepala BPS Sumatera Selatan Zulkipli di Palembang, Kamis, mengatakan, Sumsel mengalami deflasi setelah empat bulan terakhir mengalami inflasi yang melaju relatif kencang.

Harga cabai merah di Palembang turun 17,72 persen begitu pula di Lubuk Linggau turun sebesar 13,38 persen.

Tak hanya harga cabai merah, deflasi juga dipengaruhi turunnya harga bawang merah, daging ayam ras, dan tarif angkutan udara.

Dengan terjadinya deflasi sebesar 0,82 persen itu maka inflasi Sumsel pada tahun kalender atau sepanjang Januari – Agustus 2022 mencapai 4,29 persen.

Jika dilihat dari kelompok pengeluaran, terdapat dua kelompok yang mengalami deflasi, yakni makanan, minuman dan tembakau serta kelompok transportasi.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan memperkirakan laju inflasi di daerah setempat pada 2022 bakal lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Kepala Perwakilan BI Sumsel Erwin Soeriadimadja mengatakan pihaknya bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumsel terus berupaya untuk mengendalikan laju inflasi yang terjadi dalam empat bulan terakhir.

BI sebagai koordinator TPID memperkuat strategi untuk menjaga ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif dalam upaya mengendalikan inflasi.

Sejauh ini, TPID sudah menggandeng Satuan Tugas (Satgas) pangan untuk menjaga inflasi tetap stabil.

Hal ini mengingat penyebab inflasi tinggi di Sumsel tak lain masih didominasi kenaikan harga komoditas kelompok makanan, seperti cabai merah, bawang merah, daging ayam ras dan tomat.

Banyak faktor yang mempengaruhi kenaikan harga pada komoditas tersebut, mulai dari kondisi cuaca hingga peningkatan biaya input produksi, seperti pupuk, kata dia.

Oleh karena itu, kata dia, bank sentral mendukung perluasan lahan komoditas hortikultura itu di sentra produksi, seperti Kabupaten Musi Rawas Utara, Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir secara bertahap sampai dengan bulan November.

TPID juga memantau distribusi saprodi, termasuk pupuk serta perluasan kerja sama antardaerah (KAD) dengan melibatkan BUMD dan pihak terkait lainnya.