"Love language itu kalau terjemahannya ya bahasa cinta. Jadi kalau kita ingin lebih mencintai pasangan kita, sebaiknya menggunakan bahasa yang dia pahami. Ada 5 bahasa cinta. Mulai dari waktu, kata-kata, pelayanan, quality time, sama satu lagi hadiah. Kalau kita berbicara dengan bahasa yang disukai sama pasangan kita, pasangan akan lebih menghargai kita," kata Lex saat dijumpai di OCBC Tower, Jakarta Selatan, Sabtu.
"Misalnya bahasa cintanya pasangan kita adalah hadiah. Dia suka sekali menerima hadiah. Kita mesti cari tahu dulu nih. Karena nggak sembarang hadiah dia suka. Jadi harus dicari tahu dulu. Kalau pun ada uang yang mau kita keluarkan, itu sesuai sama yang dia mau," tambahnya.
Di sisi lain, Nyala Coach Ario Pratomo juga menjelaskan bahwa bahasa cinta juga dapat mempengaruhi finansial. Sebagai contoh, seorang yang memiliki bahasa cinta receiving gifts umumnya akan senang membelikan hadiah untuk pasangan. Jika hal tersebut tidak diatur dengan baik, maka bahasa cinta pun juga dapat mengganggu keuangan.
"Kalau bahasa cintanya gift, kita juga sering kasih orang. Berusaha kasih orang. Nah ini yang biasanya suka over budget. Itu yang harus dijaga sebisa mungkin," jelas Ario.
"Jadi love language ini juga bisa mengganggu keuangan. Bisa nggak sehat banget kalau pasangannya yang satu love language-nya quality time, yang satu receiving gifts, tapi nggak ada budget-nya. Kalau nggak dijaga ya pasti akan ganggu," imbuhnya.
Oleh sebab itu, keterbukaan sangat diperlukan dalam sebuah hubungan. Pasangan pun perlu untuk saling membicarakan keuangan bersama agar dapat mengatur pengeluaran bersama-sama. Dengan demikian, bahasa cinta pun tetap dapat tersalurkan tanpa mengganggu keuangan.
Selain mengatur keuangan, mengetahui bahasa cinta seseorang juga dapat digunakan untuk menabung dan berinvestasi bersama pasangan. Dengan mengetahui love language pasangan, mereka pun dapat menentukan produk investasi yang lebih sesuai.
"Produk investasi bisa disesuaikan. Love language hanya membantu menuju ke produknya itu," tutup Ario.