Serikat pekerja transportasi dukung Sumsel "zero truk ODOL" 2023

id ODOL Sumsel,Truk angkutan barang,odol,truk odol,zero odol,transportasi,fsptsi

Serikat pekerja transportasi dukung Sumsel "zero truk ODOL" 2023

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Transportasi Seluruh Indonesia (FSPTSI) Jusuf Rizal (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Pengurus Daerah FSPTSI Sumatera Selatan periode 2022-2027 AKBP (purn) Alex Noven (kanan) yang baru dilantik di Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (26/6/2022) (ANTARA/M Riezko Bima Elko P)

Aktivitas kendaraan truk ODOL harus dihentikan sebab pemerintah mengalami kerugian lebih dari Rp43 triliun per tahun
Sumatera Selatan (ANTARA) - Federasi Serikat Pekerja Transportasi Seluruh Indonesia (FSPTSI) mendukung Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) untuk merealisasikan daerah ini tidak ada lagi atau zero dari aktivitas kendaraan truk angkutan barang kelebihan dimensi dan muatan atau over dimension over loading (ODOL) pada 2023.

Ketua Umum FSPTSI Jusuf Rizal di Palembang, Minggu, mengatakan pihaknya menilai aktivitas kendaraan truk ODOL harus dihentikan sebab pemerintah mengalami kerugian lebih dari Rp43 triliun per tahun.

Besarnya nilai kerugian itu merupakan kalkulasi secara nasional atas anggaran yang dihabiskan pemerintah untuk memperbaiki jalan dan jembatan yang rusak karena dilintasi kendaraan truk ODOL, tanpa terkecuali di Sumsel.

Selanjutnya, aktivitas truk ODOL selain membebani anggaran perbaikan jalan dan jembatan juga mengancam keselamatan pengguna jalan lainnya.

Baca juga: FSPTSI: Sopir bus dan truk harus istirahat setiap 4 jam

Ia mencontohkan kecelakaan truk di Kalimantan Timur yang menewaskan seorang pengendara sepeda motor atau peristiwa di Tol Cipularang, Purwakarta yang menewaskan seorang pimpinan perusahaan swasta.

“Jadi atas alasan tersebut kami FPTSI pusat dan daerah selaras untuk mendukung pemerintah merealisasikan seluruh daerah zero ODOL, khususnya di daerah Sumsel. Pelaksanaannya dilakukan bertahap setidaknya target 2023 sudah bebas secara tuntas,” kata dia saat dibincangi seusai melantik Pengurus Daerah FSPTSI Sumsel periode 2022-2027 di Palembang.

Menurutnya, saat ini FPTSI terus mendorong adanya revisi Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena saksi yang diatur di dalamnya masih tergolong ringan.

Baca juga: Kemenhub terus tekan angka pengemudi langgar aturan muatan
Baca juga: Gapki: Perlu standardisasi kelas jalan sebelum berlakukan "zero ODOL"


Adapun sanksi dalam undang-undang tersebut menyebutkan bagi pelanggar ODOL dikenakan denda senilai Rp500 ribu untuk sopir dan denda  Rp25 juta bagi pemilik truk sehingga permasalahan ini terus berulang dan tak kunjung selesai.

“Harus dibuat jera para oknum ini di antaranya dengan penyetaraan dan menaikkan besaran nilai denda sebagai sanksinya, sehingga tidak berulang terus,” kata dia.

Ia menjelaskan sebagaimana saran ke pemerintah yakni menaikkan besaran nilai denda misalnya bisa lebih dari Rp100 juta yang berlaku untuk sopir sekaligus pemilik truk.

Mengapa demikian, lanjutnya, karena seringkali ditemukan sopir itu juga selaku pemilik truk. Tapi saat ditindak nilai denda yang dibayarkan hanya kelas sopir bukan pemilik atau mereka mengangkut kendaraan ODOL dari sebuah perusahaan yang masih sering mendapat proteksi asosiasi tertentu.

“Hal ini harus diluruskan untuk apa, ya, selain juga untuk pengamanan jalan raya juga untuk memperkecil celah permainan oknum. Kami menilai tidak sepenuhnya salah sopir dalam hal ini sebagai pekerja nonformal, mereka  hanya dijadikan alat untuk melegalisasi pelanggaran itu, sehingga mereka juga perlu dilindungi,” kata dia, didampingi Ketua Pengurus Daerah FSPTSI Sumsel AKBP (purn) Alex Noven.
Baca juga: Polda Sumsel perketat pengawasan kendaraan angkutan barang
Baca juga: Untung rugi penerapan "Zero ODOL" dalam industri logistik Tanah Air