Pengaturan harga CPO sebaiknya tidak dilepas ke mekanisme pasar

id harga cpo,komoditas sawit,dmo,dpo,petani sawit

Pengaturan harga CPO sebaiknya tidak dilepas ke mekanisme pasar

Sejumlah truk pengangkut tanda buah segar (TBS) kelapa sawit mengantre pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/aww.

Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto meminta pengaturan harga minyak sawit mentah (CPO) sebaiknya tidak dilepas ke mekanisme pasar, karena kehadiran negara tetap penting untuk mengatur ketersediaan komoditas tersebut di dalam negeri.

"Campur tangan negara dibenarkan dalam mengatur, karena sudah menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Sugeng dalam rilis di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, antara kebutuhan dalam negeri dan ekspor harus diseimbangkan, karena produk turunan dari sawit ini adalah minyak goreng yang sudah menjadi hajat hidup orang banyak di dalam negeri.

Sugeng berpendapat komoditas minyak goreng kini sudah menjadi industri strategis nasional, karena penyebab inflasi ekonomi di dalam negeri salah satunya dipicu oleh ketersediaan dan harga minyak goreng.

Di sinilah, lanjutnya, negara perlu mengatur kewajiban pasok ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) dan patokan harga domestik atau domestic price obligation (DPO) menyangkut CPO.

"Misalnya, produksi CPO per tahun 57 juta ton, lantas diterapkan DMO berapa. Misalnya 20 persen. Artinya, seperlima dari CPO untuk kepentingan dalam negeri dengan harga dipatok berdasarkan DPO. Ini untuk menghindari fluktuasi ketersediaan dalam negeri," kata politisi Partai Nasdem ini.

Sugeng mengingatkan bahwa perekonomian nasional di Indonesia tidak menganut paham liberal sehingga tidak boleh menyerahkan kepada mekanisme pasar bebas.

Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengungkapkan harga tandan buah segar (TBS) sawit di beberapa wilayah di Indonesia belum meningkat selepas pemerintah mencabut larangan ekspor CPO dan minyak goreng per 23 Mei 2022.

Baca juga: Disbun Sumsel: Eksportir CPO bergairah kembali usai larangan dicabut

"Di beberapa desa di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara terjadi kenaikan Rp50 per kg, dan ada juga yang harganya tetap. Harga di tingkat petani bervariasi di kisaran Rp1.700 sampai Rp2.000 per kg. Sementara harga di loading ramp di kisaran Rp2.000-Rp2.200 per kg," katanya.

Henry menyebutkan harga TBS di peron Rp1.750 per kg di Pasaman Barat Sumatera Barat, sementara untuk langsung ke pabrik kelapa sawit di kisaran Rp1.950. Sementara di Kabupaten Rokan Hulu Riau, harga TBS sudah ada yang Rp2.300 per kg jika diantarkan langsung ke pabrik kelapa sawit.

"Kalau di Jambi, harga TBS juga tidak lagi mengalami penurunan. Di Tanjung Jabung Timur harga TBS tetap Rp1.625 per kg, di Muara Bungo Rp2.200 per kg, dengan kenaikan Rp100 per kg. Begitu juga di Kabupaten Muaro Jambi, Tebo, dan Tanjung Barat, kenaikan mulai dari Rp75 per kg sampai Rp250," paparnya.

Baca juga: Pemerintah cabut larangan ekspor migor karena pasokan dan harga stabil
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan bahwa pihaknya bakal menyiapkan tiga contoh pabrik minyak sawit merah atau minyak makan merah di Kalimantan Tengah, Riau, dan Jambi.

Dalam hal ini, pihaknya akan membentuk gugus tugas bersama Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Forstabi) dan Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM).

"Salah satu pesan Presiden Joko Widodo adalah membangun pabrik minyak sawit merah untuk suplai kebutuhan dalam negeri," ucap dia usai bertemu Forstabi di Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Saat ini, 42 persen dari dari 16 juta hektar total luas lahan kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh petani swadaya. Kemudian, petani swadaya juga memproduksi 35 persen dari total volume CPO.
Baca juga: Petani sawit di OKU apresiasi pencabutan larangan ekspor CPO
Baca juga: Harga CPO Jambi naik Rp824/Kg