Kopi khas Kalteng sajikan cita rasa masa lalu

id Kopi, kopi kalteng, kopi khas dayak, cita rasa masa lalu, kopi erikano, palangka raya, umkm, pandemi, covid 19, pahit, b

Kopi khas Kalteng sajikan  cita rasa masa lalu

Dokumentasi - Tahapan penggilingan kopi milik Erika di Palangka Raya, Senin, (11/4/2022). (ANTARA/Muhammad Arif Hidayat)

Palangka Raya (ANTARA) - Harum biji kopi menebar aroma khas di salah satu sudut ruang rumah milik seorang pendeta bernama Erika di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Tampak Erika sedang menyangrai biji kopi pilihan yang ia dapatkan dari para warga di sejumlah desa di Kabupaten Pulang Pisau dan sekitarnya.

Erika adalah seorang pendeta yang juga memiliki usaha skala mikro dengan produk olahan berupa kopi khas daerah.

Kopi merupakan salah satu komoditi potensial di Kalteng dan kini mulai dilirik untuk diolah, serta dipasarkan sebagai produk usaha.

Kopi khas Kalimantan Tengah, atau yang biasa disebut khas Dayak, dinilai memiliki cita rasa tersendiri saat disajikan.

Sajian kopi yang diolah dan dipadukan dengan ragam rempah, memberi kenikmatan berbeda dari kopi yang berasal dari daerah lain.

"Saat menyeruput kopi ini, memberikan cita rasa berbeda yang seakan membawa kita ke masa lalu," ucap Erika.

Komoditi kopi asal Kalteng memang belum begitu dikenal jika dibandingkan kopi daerah lain di Indonesia, seperti halnya kopi Gayo dari Aceh, kopi Toraja, maupun kopi Sidikalang.

Namun nyatanya, kopi khas Kalteng ini selain memiliki aroma harum yang memikat, juga memberi kenangan manis dari nikmatnya rasa pahit yang disajikan.

Awal Mula Usaha

Erika mengaku usaha kopi yang ia geluti saat ini berawal dari ketidaksengajaan, yakni kerinduan menikmati kopi olahan sang nenek di masa kecilnya.

Bermodalkan rindu yang mendalam, ia memutuskan mencoba mengolah kopi sendiri seperti yang pernah disajikan sang nenek.

Erika pun mulai melangkah, mengumpulkan berbagai bahan yang diperlukan, utamanya kopi pilihan dengan mencari ke berbagai kenalannya hingga beberapa pasar di wilayah setempat.

Saat terkumpul, ia pun mencoba mengolah sendiri biji kopi jenis liberika yang didapat secara tradisional, di antaranya mulai dari menyortir, mencuci, menyangrai, menggiling, dan kemudian menjadi bubuk kopi hitam yang siap diseduh dengan air panas.

Hingga pada akhirnya cita rasa di masa lalu pun berhasil ia dapati dan mengobati hasrat kerinduan yang dimiliki.

"Setelah puas menikmati kopi dan bernostalgia, saya pun berinisiatif juga memberikannya kepada para kerabat," tuturnya.

Nyatanya, inisiatif darinya ini mendapat respon positif dari para kerabat. Setelah selesai menikmati kopi, mereka kemudian mendorong dirinya untuk memulai usaha membuat kopi.

Apalagi tren usaha kopi dalam beberapa waktu terakhir terus mengalami peningkatan, sehingga usaha ini dinilai menjadi salah satu peluang yang sayang untuk dilewatkan.

"Saya juga tertarik, dan akhirnya memantapkan diri untuk memulai usaha kopi ini," tegasnya.

Di luar Kalteng
Erika menunjukkan biji kopi pilihan yang siap digiling, Palangka Raya, Senin, (11/4/2022). (ANTARA/Muhammad Arif Hidayat)


Bak gayung bersambut, masyarakat atau konsumen juga memberi respon positif dari penjualan kopi milik Erika yang memiliki merk dagang Kopi Khas Dayak Palangka Raya Erikano.

Namun yang cukup mengagetkan, kopi olahan milik Erika ini lebih dahulu dikenal oleh masyarakat di beberapa daerah di luar Kalteng, seperti Jakarta, Bandung hingga Semarang.

Lantaran dia lebih gencar memasarkan produknya ke luar daerah memanfaatkan para kerabat dan sahabat yang bermukim di sejumlah daerah tersebut.

Peluang ini pun ia manfaatkan dan terus jaga, hingga kopi miliknya semakin dikenal oleh masyarakat dari berbagai kalangan dan daerah. Sembari promosi dagang terus ia optimalkan.

Perlahan namun pasti, berkat upaya yang Erika lakukan, kopi olahannya mulai dikenal di Palangka Raya maupun berbagai daerah di Kalteng, serta semakin memiliki banyak pelanggan.

Kini Erika mengaku lebih banyak pelanggan yang menghubungi atau pun mendatanginya langsung, jika ingin membeli kopi tersebut.

Rata-rata dalam satu bulan, pihaknya menggiling antara 10-15 kilogram biji kopi yang menghasilkan sampai 100 bungkus. Dan biasanya semua produk yang dihasilkan terjual habis.

Saat ini kopi milik Erika tersedia dalam dua kemasan, yakni 50 gram dengan harga Rp10 ribu serta kemasan 150 gram dengan harga Rp25 ribu.

Hebatnya, dari usahanya ini sudah mampu turut menyediakan lapangan kerja. Setidaknya dalam setiap kegiatan produksi, Erika melibatkan sekitar tiga orang selain dirinya untuk mengolah biji kopi menjadi sebuah produk yang siap dipasarkan.

Terkendala Pandemi Covid-19

Sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) selama masa pandemi Covid-19 merupakan salah satu yang paling terdampak, akibat menurunnya daya beli masyarakat atau pun lesunya perekonomian.

Bahkan ada sebagian UMKM terpaksa beristirahat sementara, sehingga tidak melakukan produksi maupun menjual produk yang dimiliki. Ada pula UMKM yang memilih alih produksi menyesuaikan kebutuhan pasar.

Dan dalam kondisi ini, ternyata Erika juga harus merasakan dampak dari pandemi. Ia mengaku usaha yang dijalankannya sempat terdampak di awal pandemi.

Hal itu diakibatkan pembatasan aktivitas maupun arus transportasi, sehingga dirinya mengalami kesulitan memasarkan produk kopinya.

"Awal masa pandemi saya sempat berhenti berproduksi, hampir dua bulan lamanya," jelasnya.

Hanya saja Erika tak patah semangat dan tetap bersabar menghadapi kondisi tersebut. Ia tetap bertahan meski memutuskan tidak melakukan produksi sementara waktu, sembari memantau perkembangan yang terjadi.

Kondisi yang sulit mampu dihadapi dengan penuh kesabaran. Hingga akhirnya selepas hampir dua bulan, Erika memutuskan kembali berproduksi dan membuat kopi olahan miliknya untuk dipasarkan kembali.

"Saat kondisinya sudah lebih memungkinkan waktu itu, akhirnya saya memutuskan kembali melakukan produksi," terangnya.

Nyatanya, Erika mengaku, produk kopi olahan miliknya tampak memiliki ruang yang cukup baik di kalangan masyarakat pecinta kopi khususnya para pelanggan.

Jika dalam satu bulan sebelum masa pandemi rata-rata ia mampu menjual hingga 100 bungkus lebih, saat pandemi ia pernah menjual hingga 120 bungkus.

Capaian itu membuktikan kopi olahan Erika mampu bertahan, bisa terus dipasarkan dan berkembang meski di tengah pandemi sekalipun.

Namun semua itu tak bisa ia capai hanya dengan berdiam diri saja. Erika mengaku giat memasarkan produknya menggunakan media sosial, serta berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang memberi peluang memasarkan kopi olahannya.

"Saya aktif dalam berbagai kegiatan untuk memasarkan Kopi Erikano. Semakin maksimal upaya pemasarannya, maka peluang semakin dikenalnya produk saya juga semakin besar," paparnya.

Erika pun optimis ke depan produk kopi olahannya akan semakin maju dan berkembang, serta lebih dikenal luas oleh masyarakat. Ia menilai komoditi kopi dari Kalteng jika dikembangkan secara optimal, tak akan kalah bersaing dengan kopi-kopi dari daerah lainnya.