PLTU Sumsel 8 tekan emisi karbon 50 Persen

id ptba,bukit asam,batu bara,pltu,pltu sumsel 8

PLTU Sumsel 8 tekan emisi karbon 50 Persen

Foto udara progres pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8 di Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan, Selasa (16/11/2021). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.)

Palembang (ANTARA) - Pembangkit Listrik Tenaga Uap mulut tambang Sumsel 8 kapasitas 2 X 660 Megawatt di Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, diklaim mampu menekan emisi karbon hingga 50 persen.

Deputy General Manager PT Huadian Bukit Asam Power Gusti Prasetyo Rendy Anggara di Muaraenim, Jumat, mengatakan, PLTU yang ditargetkan tuntas pembangunannya pada Maret 2022 ini menggunakan teknologi penangkap karbon dan desulfurisasi gas buang.

Penggunaan teknologi ini sebagai upaya untuk membantu pemerintah dalam menerapkan komitmen nett nol emisi pada 2060 mendatang.

Teknologi ini merupakan reaksi kimia pengolahan limbah sehingga dalam prosesnya gas emisi yang dikeluarkan bisa sangat rendah.

Hasil dari penangkapan karbon dan desulfurisasi ini bahkan bisa akan menghasilkan zat kimia yang bisa menjadi gypsum.

“Adanya zat ini tentu bisa menghasilkan beragam produk turunan seperti gypsum dan juga formula yang terkandung dalam pembuatan semen,” kata Gusti.

Tindakan lain adalah menciptakan ruang terbuka hijau di sekitar PLTU sehingga jumlah emisi juga bisa terus ditekan. Proses tekanan emisi tentu sudah menjadi prioritas PLTU bisa lebih ramah lingkungan.

“Setidaknya PLTU ini memenuhi standar baku mutu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” jelas Gusti.

Baca juga: PLTU Sumsel 8 terapkan teknologi andal yang bisa mengurangi emisi gas buang

Hingga kini, pembangunan PLTU mulut tambang terbesar di kawasan Asia Tenggara ini sudah mencapai 92,84 persen. Ini juga termasuk pembangunan 99 unit tower transmisi ke gardu PLN sejauh 45 kilometer (km).

“Dengan progres ini, pembangunan PLTU ini akan selesai pada 7 Maret 2022,” ucapnya.

Namun, saat ini masih menunggu keputusan dari PT PLN dan pemangku kepentingan yang lain untuk memastikan waktu pengoperasiannya.

Baca juga: PTBA sebut progres PLTU mulut tambang terbesar di Indonesia capai 89 persen
Jika PLTU ini beroperasi rencananya akan berkontribusi terhadap proyek tol listrik yang akan mengaliri listrik hingga ke Sumatera Utara yang saat ini masih mengalami krisis listrik. Tidak hanya itu, lanjut Gusti, dari sisi tarif, PLTU ini tentu akan menekan ongkos produksi karena jarak antara tambang batubara dengan PLTU dapat dipangkas.

Nantinya, batu bara yang menjadi bahan bakar PLTU hanya akan dikirim menggunakan conveyor belt dari kawasan pertambangan PT Bukit Asam di Izin Usaha Pertambangan Bangko Tengah yang berjarak sekitar 2 kilometer dari PLTU Sumsel 8.

Gusti menambahkan, harga jual listrik yang sudah disepakati sekitar 4,9 sen per kWh (kilowatt/jam). Ini jauh lebih murah dibanding PLTU non mulut tambang yang bisa lebih mahal hingga 2 sen per kWh.

Senior Manager Penambangan PT Bukit Asam Eko Pujiantoro menambahkan, PTBA memiliki lima IUP seluas sekitar 43.000 Hektare. Dari kelima IUP itu produksi batubara bisa mencapai 30 juta ton hingga akhir tahun 2021.

Jika dibandingkan produksi batu bara di Kalimantan memang masih jauh tertinggal. Hal ini itu disebabkan jarak antara tambang dengan pasar sangat lah jauh.

“Selama ini PTBA menyalurkan batu baranya melalui pelabuhan di Tarahan Lampung dan dermaga di Kertapati Palembang,” kata dia.
Baca juga: PT Bukit Asam optimistis PLTU Sumsel 8 operasional 2022