Masyarakat Badui yang tinggal di kaki Gunung Kendeng pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten hingga kini belum pernah mengalami krisis kerawanan pangan maupun kelaparan.
Komunitas warga Badui tampak sederhana dan rumah-rumah mereka terbuat dari dinding bambu dan kayu juga atap rumbia.
Mereka sejak dulu hingga sekarang mengandalkan kehidupan dari pertanian ladang untuk mewujudkan keluarga sejahtera, sedangkan aneka kerajinan sebagai pendapatan ekonomi sampingan.
Pertanian ladang masyarakat Badui selalu berpindah-pindah lokasi dengan membuka lahan baru di perbukitan di kaki Gunung Kendeng.
Membuka ladang pertanian itu rata-rata seluas satu sampai dua hektare dan di antaranya milik sendiri juga ada yang menyewa lahan milik warga luar Badui.
Selain itu juga ada yang menggarap lahan milik Perum Perhutani dengan cara bagi hasil setelah panen.
Kebanyakan pertanian ladang itu dengan pola tanam tumpang sari, selain padi huma juga ditanami palawija, hortikultura dan tanaman keras.
"Dengan pola tanam tumpang sari itu bisa terpenuhi ketahanan pangan juga meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga ," kata Pulung (65) seorang petani Badui saat melaksanakan gerakan tanam di perbatasan kawasan Badui.
Petani Badui kini mulai memasuki musim tanam karena sesuai kalender adat.
Gerakan penanam tersebut di lahan-lahan perbukitan dan pegunungan karena memberikan kesuburan tanaman.
Pertanian ladang itu tanpa menggunakan pupuk kimia dan untuk kesuburan dari abu sisa-sisa pembakaran ilalang dan potongan kayu ketika membuka lahan.
Baca juga: Badui dan vaksin
Baca juga: Badui dan vaksin
Kemungkinan gerakan penanaman itu tumbuh subur menyusul tibanya musim hujan.
Mereka petani Badui kini ramai melakukan gerakan tani di ladang-ladang.
"Kami melaksanakan gerakan tanam awal Oktober dan panen April 2022, " katanya.
Tanpa kelaparan
Tetua Adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Jaro Saija mengatakan masyarakat Badui Luar ( berpakaian khas hitam) dan Badui Dalam ( berpakaian putih) berpenduduk sekitar 11.600 jiwa tersebar di 68 perkampungan, namun hingga kini belum pernah terjadi kelaparan.
Ketersediaan pangan melimpah dan disimpan di "leuit-leuit" atau rumah pangan, bahkan terdapat gabah hasil panen 30 tahun lalu.
Persediaan pangan gabah huma hanya digunakan untuk menggelar pernikahan, sunatan maupun pesta adat.
Selama ini, gabah-gabah huma yang disimpan di rumah pangan tidak digunakan konsumsi, karena mereka masih mampu membeli beras.
Masyarakat Badui dapat memanfaatkan persediaan pangan itu jika benar-benar paceklik, karena pertanian ladang terserang hama atau penyakit yang mengakibatkan gagal panen.
Gabah huma hasil panen itu disimpan di rumah pangan sebagai cadangan ketahanan pangan keluarga.
Pertanian ladang juga petani Badui menanam kencur, tebu telur, palawija, hortikultura hingga tanaman keras untuk sumber pendapatan ekonomi keluarga.
Dengan penanaman seperti itu, sehingga petani bisa menghasilkan hasil tiga bulanan juga 12 bulanan seperti tanaman pisang juga kencur, tebu telur dan palawija.
Di samping itu juga pendapatan lima tahunan, seperti tanaman keras albasia dan pulai.
"Kami secara serentak memasuki tanam padi huma dan tanaman lainnya di ladang- ladang dengan pola tanam tumpang sari itu, " kata Jaro Saija.
Baca juga: Pelaku UMKM kebanjiran pesanan setelah Jokowi pakai busana Badui
Baca juga: Pelaku UMKM kebanjiran pesanan setelah Jokowi pakai busana Badui
Jaro Saija mengaku hingga kini warganya tidak pernah membeli beras, bahkan di tengah pandemi menerima bantuan sembako dari Kemensos.
Bahkan, hasil panen padi huma tahun 2020 melimpah disimpan di rumah lumbung pangan dan belum pernah digunakan.
Masyarakat Badui mendapatkan 10 kg beras dari Kemensos, karena masuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Pemberian beras itu tentu dapat memenuhi ketersedian pangan juga mengurangi beban ekonomi.
Pangan melimpah
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Lebak Abdul Rohim menyatakan masyarakat Suku Badui, yang hidup di pedalaman daerah itu tidak pernah mengalami rawan pangan karena mereka selalu menyimpan hasil panen.
Persediaan pangan mereka malah melimpah dari hasil panen ladang huma.
Panen padi huma itu, nantinya puluhan sampai ratusan ikatan gabah disimpan melalui leuit-leuit, di mana leuit itu sebagai sumber rumah ketersediaan pangan.
Baca juga: Warga Badui komitmen jaga hutan dan alam
Baca juga: Warga Badui komitmen jaga hutan dan alam
Masyarakat Badui membangun leuit yang biasanya didirikan di belakang rumah guna memenuhi ketersediaan pangan.
Pembangunan leuit di belakang rumah karena lokasinya dekat dengan dapur dan mudah untuk mengambilnya.
Bahkan, masyarakat Badui kini memiliki 4000 leuit dan jika rata-rata empat ton saja per leuit maka diakumulasikan sebanyak 160 ribu ton.
"Semua warga Badui itu memiliki leuit antara satu sampai empat,sehingga persediaan pangan melimpah," katanya.
Kearifan lokal
Persediaan pangan masyarakat Badui melimpah yang didasarkan pada kearifan lokal.
Petani Badui jika musim panen padi huma dari hasil bercocok tanam ladang tidak dijual, namun disimpan di rumah pangan untuk persediaan kebutuhan pangan keluarga.
Seluruh rumah pangan itu diisi penuh stok padi huma hingga menampung 10 ton gabah per lumbung.
Selama ini, persediaan pangan dan belum pernah terjadi kehabisan dari hasil panen padi huma.
Karena itu, masyarakat Badui hingga kini mempunyai ketahanan pangan yang kuat.
"Kami belum pernah mendengar masyarakat Badui mengalami krisis pangan," katanya.
Bebas gizi buruk
Kepala Puskesmas Cisimeut Kabupaten Lebak, dr Maytri Nurmaningsih mengoptimalkan penanganan gizi buruk anak bawah lima tahun atau balita Badui kini terbebas gizi buruk.
Jumlah balita di kawasan pemukiman Badui tercatat 426 orang terdiri dari laki-laki sebanyak 213 anak dan perempuan 213 anak.
Sebelumnya, kata dia, tercatat 11 balita mengidap gizi buruk namun kini kembali sehat setelah pemberian makanan tambahan serta Vitamin A.
"Kita rutin melakukan penimbangan gizi balita di sembilan posko kesehatan dengan delapan petugas bidan di pemukiman Badui Desa Kanekes itu," katanya.
Petugas kesehatan melakukan penanganan dengan memberikan makanan tambahan berupa biskuit dan susu serta Vitamin A, namun kini jumlahnya berkurang menjadi tiga balita.
Pemberian makanan tambahan itu rutin dilakukan setiap bulan di sembilan posko kesehatan pemukiman Badui.
Ibu-ibu yang memiliki balita patut diapresiasi karena rutin
mendatangi posko kesehatan untuk dilakukan penimbangan dan menerima makanan tambahan serta Vitamin A.
Baca juga: Ketika anak-anak Badui membutuhkan akta kelahiran, tapi tak satupun ajukan permohonan
mendatangi posko kesehatan untuk dilakukan penimbangan dan menerima makanan tambahan serta Vitamin A.
Baca juga: Ketika anak-anak Badui membutuhkan akta kelahiran, tapi tak satupun ajukan permohonan
Nalita Badui juga mendapatkan imunisasi dasar lengkap mulai BCG, Polio sampai Campak, bahkan cakupannya mencapai 95 persen.
Saat ini, kondisi kesehatan balita Badui cukup baik dan mereka tumbuh kembang.
Baca juga: Warga Badui terusik kerusakan Gunung Liman akibat ulah penambang emas liar
Baca juga: Warga Badui terusik kerusakan Gunung Liman akibat ulah penambang emas liar