Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis anak dan keluarga dari Tiga Generasi, Saskhya Aulia Prima mengungkapkan sejumlah tanda tak wajar saat Anda menghadapi krisis termasuk di masa pandemi COVID-19, salah satunya merasa kesepian berkepanjangan.
Kondisi ini bisa terjadi saat tak ada dukungan dari lingkungan sekitar termasuk keluarga di sisi Anda.
“Memang saat krisis tidak dipungkiri ada sesuatu yang berubah, tetapi kita harus lihat yang masih wajar apa. Bosan tapi enggak ngapa-ngapain, sedih mulu ini tanda kita harus melakukan sesuatu untuk kesehatan mental,” kata dia dalam webinar "Sehat Jiwa untuk Semua", Sabtu.
Selain kesepian, semua deadline atau pekerjaan tidak ada yang bisa diselesaikan, lalu mengalami perasaan tidak nyaman secara berkepanjangan dan muncul keinginan untuk menyakiti diri sendiri atau mengakhiri hidup juga dianggap hal tak wajar menurut Saskhya.
Tanda lainnya, Anda sama sekali tidak termotivasi untuk bekerja dan berusaha serta melakukan kekerasan pada anggota keluarga juga menjadi tanda tak wajar saat Anda menghadapi krisis.
Sebaliknya, tergolong wajar saat Anda merindukan masa sebelum pandemi COVID-19, ingin travelling, keluar rumah untuk bertemu teman, menemukan kebosanan dan kejenuhan, takut membaca berita tak benar, sesekali berkonflik dengan anggota keluarga dan mempertanyakan masa depan.
“Ini wajar karena kita semua sedang mengalami ini,” tutur Saskhya.''
Konflik dengan keluarga selama pandemi juga ternyata dialami selebritas Mona Ratuliu. Walau begitu, seperti Saskhya, ibu dari empat anak itu mengatakan konflik dalam keluarga sesuatu yang wajar.
“Yang tidak normal adalah pandemi ini yang membuat kita terkurung di rumah 24 jam, tidak punya me time, ruang untuk sendiri, apalagi aku tinggal di apartemen, tidak selalu besar, tidak punya halaman, kalau turun ke bawah risiko bertemu dengan orang lain sangat tinggi. Jadi menurut aku ketika kemudian ada konflik itu wajar-wajar saja yang tidak wajar situasi seperti ini,” ujar Mona.
Untuk meredam konflik, belakangan ini, dia dan keluarganya mencoba menurunkan ego masing-masing dan berpandangan keluarga satu tim yang harus kompak dalam menghadapi pandemi COVID-19.
Di sisi lain, Saskhya menyarankan Anda sebagai orangtua tahu kebutuhan Anda terutama pada hal-hal yang membuat nyaman dan tidak serta paham pada sesuatu yang membuat emosi Anda terpancing.
Caranya, mengobrol dari hati ke hati dengan anggota keluarga, pahami gaya berkomunikasi masing-masing dan latihan meregulasi emosi.
“Tahu kapan harus menghentikan diskusi yakni saat perasaan sudah enggak enak, pastikan hati dan otak netral,” tutur dia.
Kemudian, untuk membantu Anda terlepas dari kondisi tak wajar selama pandemi COVID-19, cobalah untuk meluangkan waktu bersama orang-orang tersayang dan usahakan mengontrol pemikiran Anda agar tak menjadi cemas atau sedih terus menerus.
Sadarilah, Ada sejumlah hal yang tidak bisa Anda kontrol seperti kapan pandemi berakhir, kondisi yang terjadi setelah ini dan perilaku orang lain.
Sebaliknya, Anda bisa fokos pada kondisi yang bisa kontrol seperti mencari kegiatan yang menyenangkan di rumah, mengikuti aturan dan rutinitas, membatasi penggunaan media sosial, menghindari berita hoaks dan menerapkan 3M (menjaga jaga jarak fisik, mencuci tangan dan mengenakan masker) agar tak terkena COVID-19.
Berita Terkait
Serangan Israel terus berlanjut, warga Gaza terpaksa minum air kotor
Rabu, 31 Januari 2024 13:00 Wib
Semakin banyak orang dewasa Jepang yang enggan menikah
Sabtu, 6 Januari 2024 15:28 Wib
Bebas krisis pangan dengan meraih 35 juta ton beras
Minggu, 22 Oktober 2023 14:35 Wib
Jokowi sebut perang Israel-Palestina perburuk krisis global
Sabtu, 14 Oktober 2023 16:38 Wib
Inilah panduan komunikasi krisis mitigasi sektor pariwisata dan ekraf
Rabu, 4 Oktober 2023 7:33 Wib
Presiden ngeri sudah 22 negara stop ekspor pangan
Jumat, 29 September 2023 17:49 Wib
Kemenkumham Sumsel susun manajemen pemberitaan dan komunikasi krisis
Selasa, 19 September 2023 16:05 Wib
BMKG: Perubahan iklim-krisis air ancaman serius seluruh negara
Kamis, 14 September 2023 14:38 Wib