Publik ingin tahu duduk perkara Jiwasraya

id Kejagung,Pengamat,Jiwasraya

Publik ingin tahu duduk perkara Jiwasraya

Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

Jakarta (ANTARA) - Pengamat BUMN Toto Pranoto mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang mengambil alih dan meningkatkan kasus Jiwasraya ke tingkat penyidikan mengingat publik ingin tahu duduk perkara yang sesungguhnya.

"Saya kira ini proses yang sudah bagus sekali, jadi kita ingin mendapatkan duduk perkara yang sesungguhnya. Apa yang sebetulnya terjadi dalam kasus Jiwasraya," ujar Toto Pranoto saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

Pengamat BUMN tersebut mengatakan bahwa kalau nanti Kejaksaan Agung bisa membuktikan bahwa ternyata terjadi proses-proses penyelewengan, dan ini dilakukan secara sengaja sehingga merugikan pemegang saham dan nasabah, maka Kejaksaan Agung harus mengambil tindakan tegas.

Tindakan tegas yang dimaksud dalam artian merupakan penegakan hukum yang harus ditegakkan.

"Saya kira tidak hanya akan melibatkan cuma sekedar orang-orang di dalam Jiwasraya sendiri, namun juga mungkin dengan pihak-pihak lain yang mungkin melakukan intervensi-intervensi sehingga keputusan direksi Jiwasraya saat itu tidak bisa menjadi independen," kata Toto Pranoto.

Menurut Toto, BUMN itu tidak berdiri sendiri melainkan BUMN juga memiliki pemangku kepentingan yang luas.

Siapa tahu dalam relasi hubungan seperti itu, kemudian direksi tidak kuasa menahan intervensi misalnya, sehingga mereka membuat keputusan investasi yang tidak tepat.

Sebelumnya, Jampidsus Adi Toegarisman menyatakan bahwa perkara Asuransi Jiwasraya telah ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Juni 2019 dan hingga saat ini sudah memeriksa 89 orang.

Namun, karena menyangkut beberapa wilayah lebih luas dan kasus yang besar, kasus itu kini ditangani Kejaksaan Agung RI.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sudah menerbitkan surat perintah penyidikan nomor 33/F2/FG2/12 tahun 2019 pada 17 Desember 2019.

Penyidikan itu dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi yang melibatkan grup tertentu, di mana terdapat 13 grup di 13 perusahaan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan.