Susu kental manis dan persepsi masyarakat

id Susu kental manis, bukan diminum, hanya toping, Bali, Muslimat NU, YAICI

Susu kental manis dan  persepsi masyarakat

Pedagang menunjukkan produk susu kental manis kemasan yang dijual di agen grosir miliknya di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (9/7/2018). (ANTARA/Yulius Satria Wijaya)

Denpasar (ANTARA) - Wakil Ketua IV Pimpinan Pusat Muslimat NU, Hj. Aniroh Slamet Yusuf mengatakan bahwa penggunaan susu kental manis (SKM) sebenarnya tidak untuk dikonsumsi sebagai minuman, terutama pada anak-anak, karena SKM adalah toping atau penambah rasa pada makanan.

"Susu kental manis sebenarnya toping atau perasa makanan bukan untuk dikonsumsi, karena konsumsi SKM yang salah telah menimbulkan korban gizi buruk di Batam dan Kendari sebelumnya," kata Aniroh Slamet Yusuf dalam keterangan pers yang diterima di Denpasar, Minggu.

Dalam acara Edukasi Gizi untuk Menyikapi Iklan Pangan Menyesatkan dalam Upaya Melindungi & Mewujudkan Generasi Sehat, Indonesia Unggul yang diselenggarakan PP Muslimat bekerjasama dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI), Aniroh Slamet Yusuf menjelaskan selama ini sudah terjadi salah persepsi tentang penggunaan SKM di masyarakat.

Selain itu, Ketua harian YAICI, Arif Hidayat mengatakan pembangunan persepsi yang salah ini telah tumbuh sejak lama, sehingga masyarakat masih terus mengkonsumsi SKM sebagai minuman pengganti susu pada anak - anak.

Pihaknya meminta agar pemerintah, dan Badan Pengolahan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menegakkan aturan terkait produk SKM dan cara produsen beriklan di media.

"Kami harap pemerintah bisa melarang pemberian SKM bagi anak dibawah 3 tahun, bukan bayi dibawah 12 bulan seperti sekarang ini, karena anak di bawah 3 tahun rentan terhadap konsumsi gula berlebih sebagaimana yang selama ini diingatkan oleh Ikatan Dokter Indonesia," ucap Arif.

Ia juga meminta agar pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap penerapan peraturan Kepala BPOM Nomor 31 tahun 2018, agar produsen tidak mengiklankan SKM sebagai minuman berenergi yang dapat dikonsumsi secara tunggal dan SKM tidak boleh dikonsumsi sebagai minuman yang diseduh dengan air seperti yang selama ini dilakukan.

Arif menambahkan pada tahun 2018, 2019 YAICI telah melakukan penelitian terkait persepsi masyarakat terhadap susu kental manis, pada 12 Kabupaten/Kota di enam provinsi, yaitu Kepulauan Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Utara dan Kalimantan Tengah.

"Hasil temuan penting dari penelitian ini adalah tingginya persentasi responden yang menganggap kalau SKM adalah susu yang bisa dikonsumsi oleh balita mereka," katanya.

Selain itu, iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap anak.




Dianggap susu

Arif menjelaskan sebanyak 37 persen responden beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu bukan topping, dan 73 persen responden mengetahui informasi susu kental manis sebagai susu dari iklan televisi.

"Iklan sebagai promosi produk yang ditayangkan berulang yang akhirnya akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk yang diiklankan. Contohnya adalah susu kental manis, selama ini diiklankan sebagai susu, maka hingga hari ini masih ada masyarakat yang mengkonsumsi susu kental manis sebagai susu, meskipun BPOM telah melarang," katanya.

Arif menjelaskan pengaturan tentang iklan susu kental manis semula telah diatur melalui Surat Edaran bernomor HK 06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 yang tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018.

Menurutnya, pasal-pasal dalam surat edaran tersebut telah mengatur tentang iklan susu kental manis agar tidak lagi mengakibatkan kesalahan persepsi pada masyarakat.

"Kami peduli pada poin ke-3 yang berbunyi dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman. Poin ini cukup jelas dan tegas menyebutkan bahwa susu kental manis tidak boleh disajikan dalam bentuk minuman," kata Arif.Namun, Ia menyayangkan saat BPOM mengukuhkan ke dalam PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, pada pasal 67 poin W menyebutkan "larangan mencantumkan pernyataan/visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi".

"Kami menyayangkan sikap BPOM yang tidak konsisten pada kedua peraturan di atas. Pada surat edaran jelas disebutkan bahwa tidak boleh menggunakan visualisasi dengan cara diseduh. Sementara pada Peraturan BPOM, larangan tersebut dihilangkan. Oleh karena itu kami mempertanyakan sikap BPOM," kata Arif.

Terkait hal tersebut, pihak BPOM, Ahli muda pengawas farmasi dan makanan, Budiastuti Arieswati, mengatakan aturan tentang susu kental manis ini telah diatur dalam Peraturan Kepala BPOM no 31/2018 tentang label pangan olahan. "Jadi ibu-ibu harus teliti, SKM tidak boleh dikonsumsi untuk bayi dan sudah tentu tidak untuk diminum," katanya.




Bukan untuk bayi

Balai Besar POM Jakarta menyarankan agar krimer atau susu kental manis tidak diberikan kepada bayi di bawah umur tiga tahun karena berdampak pada gizi buruk.

Perwakilan Balai Besar POM Jakarta Yayan di Jakarta, mengatakan akan menyusun ulang kebijakan terkait susu kental manis ke depan.

“Hasil riset menemukan bahwa susu kental manis telah menyebabkan gizi buruk dan kurang baik terhadap anak-anak berusia 3 dan 5 tahun. Hasil penelitian ini akan menjadi masukan dan kajian bagi kami dalam membuat peraturan terkait susu kental manis ke depan,” katanya.

Susu kental manis sejatinya bukanlah produk hewani bergizi tinggi. Sebab, dalam proses pembuatannya, susu kental manis dibuat dengan menguapkan sebagian air dari susu segar (hingga 50 persen) dan kemudian ditambahkan dengan gula sebanyak 45 – 50 persen. Karenanya, susu kental manis bukan lagi termasuk kategori minuman bergizi.*