Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara Dr.Fahri Bachmid,SH,MH berpendapat Presiden Joko Widodo sangat penting untuk membentuk Lembaga Urusan Legislasi Nasional.
Fahmi, dalam keterangan tertulisnya, Minggu menyebutkan, lembaga tersebut untuk mengurus dan mengelola urusan regulasi, mulai dari tahap perencanaan, penyusunan peraturan perundang-undangan, pembahasan, pengundangan, penyebarluasan, evaluasi hingga peninjauan dan rekomendasi perbaikan atau revisi, sehingga tidak terjadi tumpah tindih peraturan perundang-undangan secara nasional.
Dia mengatakan lembaga tersebut juga dalam rangka menata serta mengendalikan "obesitas" serta "hiper" regulasi yang semakin tidak terkendali dan sangat kompleks, maupun program penyederhanaan ribuan peraturan perundang undangan yang bersifat teknis.
Ribuan peraturan tersebut secara konvensional berdasarkan sistem ketatanegaraan diselesaikan melalui mekanisme peradilan tata negara, semisal uji meteri (judicial review) ke Mahmakah Konstitusi (MK) belum menyelesaikan masalah karena MK tidak mungkin menjangkau berbagai peraturan perundang-udangan sampai pada level yang paling bawah dan teknis.
”Untuk itu menjadi penting dan urgent untuk membuat terobosan hukum tata negara dengan melahirkan sebuah lembaga khusus yang menagani permasalahan tersebut,” ujar Fahri.
Fahri menyampaikan argumentasi hukum tata negara perihal betapa pentingnya pembentukan Lembaga urusan legislasi nasional tersebut.
Pertama, lembaga urusan legislasi nasional tersebut idealnya diberikan mendat konstitusional penanganan urusan pembangunan hukum (legislasi) mulai dari hulu sampai ke hilir, yaitu mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, perumusan, harmonisasi, sosialisasi, konsolidasi hingga peninjauan serta revisi terhadap perundang-undangan yang berlaku secara positivistik.
Kedua, bahwa problem hukum inkonsistensi dan disharmoni peraturan perundang-undangan bukan saja dalam konteks materil (substansi materi hukum) yang sangat “complicated”semata, tetapi dari aspek birokrasi pembentukan perundang-undangan telah menjadi masalah tersendiri.
Misalnya, banyaknya pintu yaitu Melalui Kemenkum HAM, Mensesneg, Seskab dan juga DPR melalui Baleg dan sebagainya yang semuanya berurusan dengan Legislasi sehingga secara teknis ketatanegaraan, sangat sulit untuk dapat mengendalikan obesitas dan hiper regulasi secara sistemik sesuai logika dan ilmu perundang undangan.
”Karena setiap lembaga berlomba membentuk perundang-undangan, seolah setiap persoalan bangsa hanya dapat diatasi dengan memproduksi UU, tanpa melihat hasil guna dan berdaya guna. Ini yang menjadi masalah,” katanya.
Ketiga, jika lembaga urusan legislasi nasional ini terbentuk nantinya diharapkan akan menjadi “Leading Sector” terhadap semua Kementerian dan Lembaga negara terkait yang berhubungan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Keempat, bahwa tugas pokok yang lain dari Lembaga Legislasi Nasional termasuk mengkosolidasi berbagai informasi maupun data kebutuhan serta akan berlakunya norma suatu perundang-undangan, agar memudahkan aspek evaluasi dari keberlakuan norma hukum tersebut.
Kelima, bahwa untuk menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan negara di bidang pembentukan regulasi dalam rangka melaksanakan pembangunan hukum nasional yang terencana, terpadu dan berkelanjutan.
Keenam, bahwa sebagai konsekwensi ketatanegaraan jika presiden segera membentuk lembaga khusus Legislasi Nasional sesuai perintah UU No. 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, maka pemerintah dan DPR segera mengagendakan melakukan revisi atas UU RI No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, khususnya termasuk ketentuan pasal 5 ayat (4) mengenai uraian tentang urusan pemerintahan negara.