Jakarta (ANTARA) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wahyudi Akmaliyah mengatakan media sosial (Medsos) memberi dampak positif pada keterbukaan informasi tetapi juga secara perlahan mematikan peran pakar yang kian kalah dengan buzzer medsos.
"Tumbuhnya medsos internet memunculkan figur-figur baru micro-celebrity, inilah buzzer. Kemudian mengakibatkan sejumlah orang dalam ahli tertentu kemudian tenggelam di tengah kuatnya media sosial," kata Wahyudi dalam bedah buku miliknya berjudul "Politik Sirkulasi Budaya Pop" di Jakarta, Senin.
Dia menyebutkan fenomena saat ini buzzer yang laksana selebritis memiliki pengikut yang banyak dan setiap postingannya lebih diperhatikan "follower" mereka.
Parahnya, lanjut dia dengan kedalaman kompetensi buzzer yang kurang justru pendapatnya lebih banyak dipercaya publik daripada pemikiran para pakar yang derajat keilmuannya lebih tinggi.
Sementara para pakar, kata Wahyudi biasanya kurang aktif di media sosial dan tidak populer karena kesibukannya. Ketika para ahli menuliskan pendapatnya biasanya bukan lewat medsos tetapi dalam jurnal, opini di media dan semacamnya.
"Ketika para pakar ini menulis biasanya di media massa. Masyarakat tentu lebih tahu pendapat dan media terkait dibanding pribadi pakar," kata dia.
Hal itu, lanjut dia berbeda dengan postingan buzzer yang sifatnya memiliki kedekatan dengan pengikutnya karena ada interaksi langsung.
"Kalau status di medsos, orang tidak hanya membaca isinya tetapi kemudian dia menjadi ramah dan tahu siapa yang menuliskannya, menjadi lebih bersahabat postingannya karena 'follower' tahu dan secara interaksi lebih dekat. Orang yang punya 'follower' banyak itu jauh lebih didengarkan," jelas dia.
Atas fenomena itu, Wahyudi mengajak para pakar, peneliti dan akademisi untuk juga aktif di media sosial guna mengimbangi dampak sosial dari buzzer awam.
Menulis dalam dunia dalam jaringan (daring/online), tambah dia dapat mencegah kepunahan pakar di tengah tumbuhnya para buzzer yang bicara banyak isu tanpa pengetahuan mendalam.
"Akademisi misal penting untuk terlibat di media dunia sosial. Kehadiran mereka di medsos penting untuk jadi penyeimbang. Perlu juga bagi akademisi memiliki ketekunan meladeni interaksi para followernya," terang dia.
Berita Terkait
BRIN beri kesempatan kepada mahasiswa teliti fenomena matahari
Senin, 18 Maret 2024 3:00 Wib
Polisi masih tunggu hasil penelitian berkas kasus pemeran film porno
Jumat, 23 Februari 2024 13:17 Wib
FISIP Unsri -Polda Sumsel lanjutkan kerja sama penelitian kinerja
Sabtu, 30 Desember 2023 9:28 Wib
Inilah 11 masalah kulit utama orang Indonesia
Minggu, 17 Desember 2023 19:49 Wib
Pascasarjana UNJ gelar penelitian kompetitif dengan Unbara
Rabu, 6 September 2023 10:39 Wib
Kemenkumham Sumsel selesaikan 3.989 litmas selama semester pertama
Selasa, 8 Agustus 2023 14:41 Wib
Penelitian produk tembakau alternatif masih perlu diperbanyak
Kamis, 3 Agustus 2023 10:28 Wib
Banyak pria lajang gunakan ChatGPT tipu calon pasangan kencan
Senin, 8 Mei 2023 12:52 Wib