Yogyakarta (ANTARA) - President Director Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin menyarankan pemerintah daerah turut berkontribusi dalam menurunkan tiket pesawat dengan memberikan subsidi.
“Saya merasa strategi insentif berupa subsidi dari pemerintah daerah yang terlayani akan bisa lebih menopang kelangsungan pelayanan transportasi udara publik, selagi melalui masa-masa sulit ini,” kata Ziva kepada Antara di Yogyakarta, Senin.
Dia menjelaskan selama ini pemda sudah memberikan subsidi, namun kepada penerbangan tidak berjadwal atau carter.
“Namun, dalam kondisi khusus seperti sekarang di mana beban industri penerbangan sangat berat, peran pemerintah pusat serta daerah justru akan sangat penting,” katanya.
Terkait mekanisme pemberian, Ziva menuturkan ada banyak cara yang bisa dilakukan dan dikoordinasikan antara pemerintah pusat dan daerah agar beban tidak hanya di pemda.
“Tentunya banyak cara agar beban tersebut dipikul oleh para sektor pemangku kepentingan. Jadi Pemda tidak harus menyerap semuanya,” katanya.
Selain itu, dia menambahkan, harus dibarengi dengan pengkajian serta resolusi bersama antara pelaku industri maskapai, industri/sektor pengguna serta dimoderasi oleh regulator, dalam hal ini, kementerian terkait sebab permasalahan beban biaya ini merupakan permasalahan industri maskapai secara keseluruhan, bukan sektoral.
“Jadi bukan hanya menurunkan harga tapi tidak meng-offset beban biaya tersebut,” katanya
Pernyataan tersebut menyusul kebijakan pemerintah yang tengah merancang penyesuaian harga tiket pesawat dengan menurunkan tarif batas atas 50 persen di jam dan hari tertentu, yakni Selasa, Kamis dan Sabtu pukul 10.00-14.00.
Ziva menilai bahwa skema yang dirancang oleh pemerintah tersebut tidak efektif. "Menurut saya skema tersebut tidak efektif dan hanya bersifat sementara,” katanya.
Menurut dia, biaya merupakan permasalahan yang tidak bisa ditangani secara sektoral. “Pengaturan tarif mungkin bisa membawa manfaat namun sifatnya sangat mikro dan tidak seimbang,” katanya.
Terkait usulan penghapusan PPN 10 persen, menurut dia, kewajiban tersebut tak terhindarkan karena sebagaimana pendapatan lembaga usaha dalam negeri, tentunya harus dikenakan pajak pendapatan.
“Lalu bagaimana dengan pajak-pajak lainnya? Pajak impor dan barang mewah sudah diringankan beberapa tahun lalu namun hanya diberlakukan bagi angkutan niaga berjadwal. Bagaimana dengan angkutan niaga lain,” katanya.