Inovasi mahasiswa ubah kulit jeruk jadi pembasmi jentik
Bandung (ANTARA) - Lima mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Jawa Barat melakukan kegiatan inovasi ilmiah dengan berhasil mendaur ulang limbah kulit jeruk menjadi produk pembasmi jentik nyamuk yang ramah lingkungan.
Produk yang dinamakan "Jemuki" yaitu singkatan dari jentik nyamuk mati itu dikembangkan Muhamad Imam Muhajir (FMIPA), Ajar Faflul Abror (FMIPA), Regi Admar Yusup (FMIPA), Sandi Sudjatmiko (FISIP), dan Diani Citra Ayu (Fikom).
"Ide awal nya pada saat itu lagi musim hujan, di wilayah kampus Jatinangor itu banyak sekali yang mengidap penyakit demam bedarah," kata Imam sebagai ketua produksi Jemukti tersebut di Bandung, Kamis.
Berdasarkan literatur, kata Imam, kulit jeruk mengandung banyak sekali metabolisme yang aktif terhadap kulit jeruk. Setelah melakukan penelitian, akhirnya ia dan mahasiswa lainnya sepakat untuk berkonsultasi dengan dosen pembimbing.
Selain itu, menurutnya saat ini di Indonesia sudah banyak industri jeruk peras yang limbah kulit jeruknya belum dimanfaatkan. Maka dari itu ia juga ingin turut meminimalisir limbah.
"Apalagi di daerah Kuningan, itu banyak pembuat jeruk nipis peras, kan jeruk itu digunakan sari nya saja, tetapi kulitnya dibuang," kata dia.
Untuk proses pembuatanya, kata Imam, akan menghabiskan waktu sekitar empat hari. Namun timnya masih menunggu rekomendasi dari pihak Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk produksi secara massal.
Sementara itu, berdasarkan analisisnya di Indonesia sendiri produk pembasmi jentik nyamuk masih belum ramah lingkungan. Menurutnya, pembasmi jentik nyamuk lain itu berbahan sintetis dan mengandung bahan berbahaya.
"Alih-alih menghindari jentik nyamuk, tapi kita malah mendapat penyakit lain dari produk tersebut," kata dia.
Imam berharap obat pembasmi jentik nyamuk yang dibuat bersama temannya tersebut bisa mengurangi penyebaran penyakit demam berdarad dengue (DBD).
"Ya harapannya ini bisa berdampak besar, dapat juga mengatasi masalah jentik nyamuk yaitu DBD. Selain itu juga mengganti dari yang sintetis jadi yang alami," katanya.
Produk yang dinamakan "Jemuki" yaitu singkatan dari jentik nyamuk mati itu dikembangkan Muhamad Imam Muhajir (FMIPA), Ajar Faflul Abror (FMIPA), Regi Admar Yusup (FMIPA), Sandi Sudjatmiko (FISIP), dan Diani Citra Ayu (Fikom).
"Ide awal nya pada saat itu lagi musim hujan, di wilayah kampus Jatinangor itu banyak sekali yang mengidap penyakit demam bedarah," kata Imam sebagai ketua produksi Jemukti tersebut di Bandung, Kamis.
Berdasarkan literatur, kata Imam, kulit jeruk mengandung banyak sekali metabolisme yang aktif terhadap kulit jeruk. Setelah melakukan penelitian, akhirnya ia dan mahasiswa lainnya sepakat untuk berkonsultasi dengan dosen pembimbing.
Selain itu, menurutnya saat ini di Indonesia sudah banyak industri jeruk peras yang limbah kulit jeruknya belum dimanfaatkan. Maka dari itu ia juga ingin turut meminimalisir limbah.
"Apalagi di daerah Kuningan, itu banyak pembuat jeruk nipis peras, kan jeruk itu digunakan sari nya saja, tetapi kulitnya dibuang," kata dia.
Untuk proses pembuatanya, kata Imam, akan menghabiskan waktu sekitar empat hari. Namun timnya masih menunggu rekomendasi dari pihak Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk produksi secara massal.
Sementara itu, berdasarkan analisisnya di Indonesia sendiri produk pembasmi jentik nyamuk masih belum ramah lingkungan. Menurutnya, pembasmi jentik nyamuk lain itu berbahan sintetis dan mengandung bahan berbahaya.
"Alih-alih menghindari jentik nyamuk, tapi kita malah mendapat penyakit lain dari produk tersebut," kata dia.
Imam berharap obat pembasmi jentik nyamuk yang dibuat bersama temannya tersebut bisa mengurangi penyebaran penyakit demam berdarad dengue (DBD).
"Ya harapannya ini bisa berdampak besar, dapat juga mengatasi masalah jentik nyamuk yaitu DBD. Selain itu juga mengganti dari yang sintetis jadi yang alami," katanya.