Palembang (Antarasumsel.com) - Komoditas perikanan belut asal Sumatera Selatan berhasil menembus pasar Tiongkok yang ditandai dengan ekspor perdana sebanyak 1 ton dari Palembang ke Shanghai dan Guangzhou pada 8 Maret 2017.
Ekspor belut dalam keadaan hidup itu dilakukan perusahaan pengepul komoditas perikanan asal Palembang, yakni Usaha Dagang (UD) Bandar Mina, yang mengumpulkan belut dari sejumlah kabupaten/kota di Sumatera Selatan, di antaranya Musi Banyuasin dan Banyuasin.
Direktur Utama UD Bandar Mina Putu S mengatakan ekspor berupa pengiriman langsung dari Palembang ke Tiongkok ini menjadi yang pertama karena selama ini selalu melalui Jakarta.
Kemampuan perusahaan untuk mengirim langsung ini tak lain karena Maskapai Garuda memiliki jasa pengiriman cargo dengan harga terjangkau kalangan pelaku usaha kecil dan menengah.
"Dengan adanya pengiriman langsung dari Palembang maka telah memangkas biaya transportasi sebanyak 50 persen," kata dia.
Penurunan biaya ini dipastikan bakal memperbesar untung di tengah tingginya harga belut di pasar internasional, yakni mencapai Rp84.000/kg, sedangkan di dalam negeri hanya Rp40.000/kg.
"Selama ini ekspor dilakukan dari Jakarta, jadi ada biaya transportasi per kg belut, yakni Rp5.000 untuk Palembang-Jakarta, dan Rp5.000 untuk Jakarta-Tiongkok. Sejak pengiriman langsung kini kami bisa hemat 50 persen," kata dia.
Bukan hanya meraup untung lebih besar, Sumatera Selatan sebagai daerah penghasil juga mendapatkan nilai tambah, yakni dapat memajukan `brand` nama daerah sendiri.
Selama ini, pembeli, yakni pengusaha asal Tiongkok hanya mengetahui bahwa belut itu berasal dari Jakarta, kata pengusaha asal Bali ini.
Kemampuan Sumsel mengekspor belut tanpa harus memiliki peternakan budi dayanya tak lain lantaran luasnya perairan umum dan daratan (PUD) yang dimiliki, yakni mencapai 2,5 juta hektere. Bukan hanya belut, beragam jenis ikan juga terdapat di dalamnya.
Warga Sumsel yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota cukup menangkap belut secara alami, yakni memasang jaring di sungai, rawa, dan lebung.
Menurut Putu, di saat musim panen, perusahaannya mendapatkan kiriman belut hingga 20 ton per hari. Belut tersebut kemudian akan disimpan di sejumlah bak penampungan di lokasi pengemasan selama 3-5 hari sebelum dikirimkan ke Tiongkok dalam keadaan hidup.
Ke depan, Direktur Utama UD Bandar Mina Putu S ini memprediksi pasar Tiongkok bakal menjanjikan sehingga akan mulai pembudi daya belut. Melalui budi daya ini, Putu berharap merambah industri makanan, seperti produk nugget belut.
"Potensi ke depan sungguh luar biasa, apalagi Tiongkok tidak pernah membatasi kiriman. Berapa saja akan diterima. Apabila ini digeluti dengan serius tentunya sangat berpotensi mengenjot perekonomian daerah," kata dia.
Ia mengungkapkan untuk menjalankan bisnis ini tidak memerlukan investasi besar karena belut diperoleh dari perairan tangkap.
Masyarakat yang menangkap belum menyerahkan ke pengepul yang ada di setiap kabupaten/kota. Kemudian, pengepul menyerahkan ke eksportir.
Selanjutkan, eksportir cukup menyediakan tempat untuk penampungan yang terdiri dari beberapa bak air, serta sistem pengepakan karena belut akan dibawa dalam keadaan hidup. Untuk menjalankan berbagai kegiatan ini, Putu memperkerjakan sekitar 20 orang tenaga kerja.
"Untuk lain-lainnya relatif mudah, karena pemerintah saat ini sudah mempermudah perizinan, keterangan asal ekspor dan lainnya. Termasuk surat dari balai karantina ikan sebelum belut dibawa naik pesawat," kata dia.
Budi Daya
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumsel Sri Dewi Titi Sari mengatakan perairan umum dan daratan di Sumatera Selatan saat ini tercatat menjadi yang terluas di Asia Tenggara dengan mencapai 2,5 juta hektare yang di dalamnya terdapat 233 jenis ikan. Sehingga dapat dimaklumi jika tangkapan belut para nelayan mencapai 10-20 ton per hari.
"Saat ini belut masih diperoleh melalui penangkapan, ke depan akan dicarikan cara agar belut ini dapat dibudidayakan karena arah pengembangan perikanan Indonesia budi daya," kata dia.
Untuk itu, Dinas Kelautan dan Perikanan sedang meningkatan penelitian terkait belut ini dengan memanfaatkan Pusat Pengembangan Perikanan Perairan Umum ASEAN (SEAFDEC) dan Balai Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah untuk meneliti beragam produk turunan ikan di Palembang.
"Harapannya melalui penelitian ini akan dihasilkan benih-benih belut sehingga budi daya belut dapat berjalan dengan baik. Jika semua sesuai rencana maka setidaknya tahun ini sudah ada pembudidayaannya," kata dia.
Tiongkok sangat berminat dengan belut asal Indonesia dengan tidak pernah membatasi jumlah pengiriman. Sejauh ini, Sumsel telah mengirimkan tiga jenis ikan ke pasar ekspor, yakni udang, belut, dan kaki kodok.
Ke depan, Sumsel akan menembus pasar Eropa untuk ikan berdaging putih karena produksi ikan patin saat ini mencapai 150 ribu ton ikan patin per tahun atau menyumbang 60 persen kebutuhan nasional.
Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Selatan mendorong pembudidayaan ikan patin jambal karena memiliki potensi menembus pasar ekspor di Asia dan Eropa.
Saat ini pemerintah sedang gencar menyosialisasikan ke kalangan pembudi daya untuk mulai mengembangkan ikan patin jambal karena permintaan pasar dunia saat ini yakni ikan berdaging putih.
"Ikan patin jambal ini memiliki daging berwarna putih, tekstur halus, dan tidak berbau tanah, berbeda dengan ikan patin yang biasa dibudidayakan di Sumsel. Saat ini, beberapa negara di Eropa dan Asia sudah menunjukkan adanya permintaan terhadap ikan patin jambal," kata dia.
Jika Indonesia tidak melirik peluang ini maka pasar dalam negeri akan diambil asing, seperti masuknya ikan dori (sejenis ikan patin) asal Vietnam yang dapat dijumpai di sejumlah pasar modern.
Oleh karena itu, yang paling penting dalam waktu dekat yakni mengajak pembudi daya beralih ke ikan patin jambal.
"Untuk benih tersedia di pasaran, tinggal lagi, mau atau tidak," kata dia.
Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan Permana menambahkan pemerintah sangat mendorong munculkan produk asal Sumsel di pasaran internasional.
Sumsel sangat tergugah memunculkan nama daerah karena ingin menaikkan `brand` agar para investor perikanan menjadi tertarik menanamkan modal.
Sumsel tidak ingin apa yang terjadi pada komoditas kopi terulang pada produk perikanan lantaran gerbang ekspornya memakai Provinsi Lampung. Saat ini jumlah eksportir kopi tersisa dua perusahaan dari semula berjumlah 40 perusahaan.
Apalagi, Permana melanjutkan, ekspor saat ini bukan persoalan lagi karena sudah bisa dilakukan dari Palembang karena maskapai penerbangan Garuda memiliki layanan cargo yang ketahui sangat terjangkau untuk kalangan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).
"Layanan cargo ini ternyata murah, setelah dihitung-hitung ternyata UMKM pun dapat memanfaatkannya," kata dia.
Ia mengimbau kalangan pengusaha untuk tidak ragu-ragu merambah bisnis ekspor perikanan ini karena cukup menjanjikan di masa datang.
"Apalagi saat ini, pemerintah telah memberikan kemudahan perizinan, jadi jika ada pengusaha ingin ekspor maka jangan ragu-ragu karena pasti dipermudah. Bahkan negara tidak meminta imbal jasa sepeser pun," kata dia.
Hadirnya kalangan pengusaha di sektor perikanan ini menumbuhkan harapan baru bahwa komoditas perikanan ini dapat dikembangkan bukan hanya untuk ekspor tapi untuk ditingkatkan nilai tambahnya. Hal ini sejalan dengan target Sumsel merealisasikan hilirisasi produk perikanan pada 2017.