Mataram (ANTARA) - Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK Dian Patria menyebut bahwa aktivitas tambang emas ilegal yang diduga dikelola tenaga kerja asing (TKA) China di wilayah Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, diperkirakan beromzet Rp1,08 triliun.
"Ini baru satu lokasi dengan tiga stockpile (tempat penyimpangan sementara produk tambang), dan mungkin disebelahnya ada lagi. Belum lagi yang di Lantung, yang di Dompu, yang di Sumbawa Barat, berapa itu per bulannya? Bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara," kata Dian Patria di Mataram, Jumat.
Nilai omzet tersebut disampaikan Dian berdasarkan hasil turun ke lokasi tambang emas ilegal wilayah Sekotong bersama pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dinas LHK NTB, dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB.
Dari hasil pengumpulan data lapangan, Dian mengatakan aktivitas tambang ilegal di kawasan Sekotong yang diduga dikelola TKA China tersebut berjalan sejak tahun 2021 di atas lahan seluas 98,16 hektare. Lahan tersebut terungkap berada di kawasan izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Indotan.
"Lokasinya ini berada di kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Perkiraan omzet satu bulan itu bisa mencapai Rp90 miliar atau sekitar Rp1.08 triliun per tahun," ujarnya.
Dari data Dinas LHK NTB, jelas dia, tercatat ada sedikitnya 26 titik tambang ilegal di wilayah Sekotong. Kawasan IUP PT Indotan juga masuk dalam luasan tersebut.
Dengan gambaran demikian, Dian menilai negara sudah mengalami kerugian yang cukup besar. Kerugian ini diduga muncul karena adanya konspirasi antara pemegang IUP dengan operator tambang.
"Kami melihat ada potensi modus operandi di sini, dimana pemegang izin tidak mengambil tindakan atas operasi tambang ilegal ini, mungkin dengan tujuan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak, royalti, dan kewajiban lainnya kepada negara," ucap dia.
Selain itu, ditemukan sebagian besar alat berat dan bahan kimia yang digunakan dalam tambang ilegal ini diimpor dari luar negeri, termasuk merkuri yang didatangkan dari China. Alat berat dan terpal khusus yang digunakan untuk proses penyiraman sianida juga berasal dari China.
Belum lagi melihat limbah merkuri dan sianida yang dihasilkan dari proses pengolahan emas. Menurut Dian, kondisi tersebut berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya, termasuk sumber air dan pantai yang berada di bawah kawasan tambang.
"Daerah di sekitar tambang ini sangat indah, memiliki potensi wisata yang besar. Namun, tambang ilegal ini yang merusaknya dengan ada merkuri dan sianida yang mereka buang sembarangan. Jika terus dibiarkan, dampaknya akan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan setempat," ujarnya.
Tambang emas ilegal yang diduga dikelola TKA China ini berada di Dusun Lendek Bare, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.
Dari lokasi tersebut, KPK dalam giat lapangan turut memasang plang peringatan pelarangan kegiatan tambang tanpa izin.
Kegiatan ini dilakukan KPK sesuai dengan tugas dan kewenangan dalam mendorong optimalisasi pajak atau pendapatan asli daerah (PAD), yang termasuk dalam salah satu fokus dari Monitoring Center for Prevention (MCP).
"Tujuannya, untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan daerah," kata Dian.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK sebut tambang emas ilegal di Sekotong beromzet Rp1,08 triliun
"Ini baru satu lokasi dengan tiga stockpile (tempat penyimpangan sementara produk tambang), dan mungkin disebelahnya ada lagi. Belum lagi yang di Lantung, yang di Dompu, yang di Sumbawa Barat, berapa itu per bulannya? Bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara," kata Dian Patria di Mataram, Jumat.
Nilai omzet tersebut disampaikan Dian berdasarkan hasil turun ke lokasi tambang emas ilegal wilayah Sekotong bersama pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dinas LHK NTB, dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB.
Dari hasil pengumpulan data lapangan, Dian mengatakan aktivitas tambang ilegal di kawasan Sekotong yang diduga dikelola TKA China tersebut berjalan sejak tahun 2021 di atas lahan seluas 98,16 hektare. Lahan tersebut terungkap berada di kawasan izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Indotan.
"Lokasinya ini berada di kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Perkiraan omzet satu bulan itu bisa mencapai Rp90 miliar atau sekitar Rp1.08 triliun per tahun," ujarnya.
Dari data Dinas LHK NTB, jelas dia, tercatat ada sedikitnya 26 titik tambang ilegal di wilayah Sekotong. Kawasan IUP PT Indotan juga masuk dalam luasan tersebut.
Dengan gambaran demikian, Dian menilai negara sudah mengalami kerugian yang cukup besar. Kerugian ini diduga muncul karena adanya konspirasi antara pemegang IUP dengan operator tambang.
"Kami melihat ada potensi modus operandi di sini, dimana pemegang izin tidak mengambil tindakan atas operasi tambang ilegal ini, mungkin dengan tujuan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak, royalti, dan kewajiban lainnya kepada negara," ucap dia.
Selain itu, ditemukan sebagian besar alat berat dan bahan kimia yang digunakan dalam tambang ilegal ini diimpor dari luar negeri, termasuk merkuri yang didatangkan dari China. Alat berat dan terpal khusus yang digunakan untuk proses penyiraman sianida juga berasal dari China.
Belum lagi melihat limbah merkuri dan sianida yang dihasilkan dari proses pengolahan emas. Menurut Dian, kondisi tersebut berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya, termasuk sumber air dan pantai yang berada di bawah kawasan tambang.
"Daerah di sekitar tambang ini sangat indah, memiliki potensi wisata yang besar. Namun, tambang ilegal ini yang merusaknya dengan ada merkuri dan sianida yang mereka buang sembarangan. Jika terus dibiarkan, dampaknya akan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan setempat," ujarnya.
Tambang emas ilegal yang diduga dikelola TKA China ini berada di Dusun Lendek Bare, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.
Dari lokasi tersebut, KPK dalam giat lapangan turut memasang plang peringatan pelarangan kegiatan tambang tanpa izin.
Kegiatan ini dilakukan KPK sesuai dengan tugas dan kewenangan dalam mendorong optimalisasi pajak atau pendapatan asli daerah (PAD), yang termasuk dalam salah satu fokus dari Monitoring Center for Prevention (MCP).
"Tujuannya, untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan daerah," kata Dian.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK sebut tambang emas ilegal di Sekotong beromzet Rp1,08 triliun