Palembang (ANTARA) - Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) menyebutkan perlu mengubah pengelolaan sistem peternakan untuk menjadikan Sumatera Selatan (Sumsel) swasembada ternak.
Ketua PDHI Sumsel Jafrizal di Palembang, Selasa, mengatakan banyak tantangan yang perlu diatasi dalam ekosistem peternakan yang ada untuk mewujudkan Sumsel Mandiri Ternak. Salah satu alasan banyak hewan ternak didatangkan dari luar Sumsel yang disebabkan perkembangan pembiakan ternak yang lamban sedangkan keuntungan yang diterima rendah.
Menurutnya, jika pola peternakan intensif atau pengandangan yang selama ini dilakukan peternak di Sumsel memang memiliki biaya produksi yang tinggi utamanya pada pakan.
"Pemeliharaan dengan pola instensi membatasi kemampuan jumlah populasi ternak yang mampu dipelihara. Hal ini disebabkan fasilitas lahan pengembalaan umum yang dapat menampung dan menjamin keberlangsungan peternakan yang tidak tersedia, serta belum ada kesatuan program pengembangan peternakan melibatkan lintas sektoral dalam bentuk program terintegrasi," katanya.
Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan pola sistem pengelolaan peternakan di Sumsel, yaitu dengan sistem rotational grazing atau penggembalaan ternak yang intensif di mana ternak merumput pada padang pengembalaan secara bergiliran.
"Sistem pengembalaan ini salah satu metode yang efektif. Sebab, dengan menerapkan metode ini dapat menurunkan biaya produksi termasuk pakan yang mencapai Rp3-4 juta dalam 1 tahun yang dapat menjadi keuntungan dari peternak," katanya.
Ia mengatakan potensi sistem peternakan pengembalaan dinilai bisa dilakukan di Sumsel menggunakan lahan hutan di Sumsel sebesar 4,5 juta hektare (Ha). Maka, potensi itu apabila dioptimalkan populasi ternak di Sumsel dapat meningkat mencapai 10 kali lipat dari saat ini.
"Maka, bukan hal yang tidak mungkin Sumsel menjadi daerah swasembada dan pengekspor ternak," kata Jafrizal.*
Ketua PDHI Sumsel Jafrizal di Palembang, Selasa, mengatakan banyak tantangan yang perlu diatasi dalam ekosistem peternakan yang ada untuk mewujudkan Sumsel Mandiri Ternak. Salah satu alasan banyak hewan ternak didatangkan dari luar Sumsel yang disebabkan perkembangan pembiakan ternak yang lamban sedangkan keuntungan yang diterima rendah.
Menurutnya, jika pola peternakan intensif atau pengandangan yang selama ini dilakukan peternak di Sumsel memang memiliki biaya produksi yang tinggi utamanya pada pakan.
"Pemeliharaan dengan pola instensi membatasi kemampuan jumlah populasi ternak yang mampu dipelihara. Hal ini disebabkan fasilitas lahan pengembalaan umum yang dapat menampung dan menjamin keberlangsungan peternakan yang tidak tersedia, serta belum ada kesatuan program pengembangan peternakan melibatkan lintas sektoral dalam bentuk program terintegrasi," katanya.
Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan pola sistem pengelolaan peternakan di Sumsel, yaitu dengan sistem rotational grazing atau penggembalaan ternak yang intensif di mana ternak merumput pada padang pengembalaan secara bergiliran.
"Sistem pengembalaan ini salah satu metode yang efektif. Sebab, dengan menerapkan metode ini dapat menurunkan biaya produksi termasuk pakan yang mencapai Rp3-4 juta dalam 1 tahun yang dapat menjadi keuntungan dari peternak," katanya.
Ia mengatakan potensi sistem peternakan pengembalaan dinilai bisa dilakukan di Sumsel menggunakan lahan hutan di Sumsel sebesar 4,5 juta hektare (Ha). Maka, potensi itu apabila dioptimalkan populasi ternak di Sumsel dapat meningkat mencapai 10 kali lipat dari saat ini.
"Maka, bukan hal yang tidak mungkin Sumsel menjadi daerah swasembada dan pengekspor ternak," kata Jafrizal.*